HIDUPKATOLIK.com - SEJAK 16 tahun silam, Frans Dwi Susanto menjadi transleter untuk difabel. Keahlian ini ia tekuni sejak kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Saat itu, Frans diminta untuk menekuni satu ekstrakurikuler sosial di luar mata kuliah. Frans memilih “bahasa†difabel. Setelah mengikuti pelatihan selama tiga bulan dengan frekunesi pertemuan seminggu sekali, Frans langsung praktik mendampingi para tuna rungu dalam retret. “Tiga hari penuh saya menjadi transleter. Karena baru pertama kali, ya campur-campur deh, saya pake bahasa isyarat, bahasa Tarzan, bahasa apapun, yang penting mereka ngerti deh,†ujarnya.
Pada masa-masa awal menjadi transleter dalam Misa, Frans pernah menjadi bahan tertawaan. Ketika Romo membacakan Injil “…Yesus mengampuni wanita yang berzinah…â€, Frans yang belum mengerti bagaimana menginterpretasikan kata berzinah. “Saya peragain kaya orang bersetubuh. Semua langsung pada tertawa. Mungkin mereka lihat ekspresi saya cukup sensual dan body language-nya gitu,†ungkapnya geli.
Frans masih menekuni tugasnya sebagai interpreter, di samping bekerja sebagai konsultan dan motivator. Frans berharap, ada regenerasi.
Marchela A. Vieba