HIDUPKATOLIK.com -Â Minggu Biasa IV: Zef 2:3, 3:12-13; Mzm 146:1,7,8-9a,9c-10; 1Kor 1:26-31; Mat 5:1-12a
APA yang dihadapi Yesus dalam masyarakat zaman-Nya, seperti terungkap dalam ucapan bahagia, yang terdapat dalam khotbah-Nya di bukit menurut Injil Matius (Mat 5:1-12a), sekarang di zaman kita pun tetap ada, tetap aktual, relevan bahkan ibaratnya lebih sulit dan berbelit-belit. Yesus, orang yang berasal dari Nazaret itu sangat prihatin dengan keadaan sesama warga masyarakat-Nya.
Tentu keprihatinan Yesus itu juga merupakan keprihatinan kita sebagai umat Kristiani di zaman kita sekarang ini. Sebagai ringkasan dari masalah-masalah yang dihadapi Yesus, seperti diungkapkan-Nya dalam ucapan-ucapan bahagia itu dapat kita lihat sebagai kelaparan atau kehausan semua orang sekarang ini akan kebenaran, yang dalam bahasa alkitabiah di Indonesia lazim disebut keadilan.
Yesus Kristus datang bukan untuk memuliakan diri-Nya sendiri. Ia sungguh haus dan lapar untuk memuliakan Bapa-Nya, agar Ia dihormati dan diluhurkan oleh segenap umat manusia, ciptaan-Nya. Yaitu dalam suatu masyarakat di mana Allah sungguh dimuliakan oleh warga-warganya, yang hidup bersama sebagai saudara yang sungguh adil sebagai sesama. Sejak awal hidup-Nya di Betlehem, Nazaret, sampai keadaan-Nya tergantung di salib di Golgota, Yesus sebagai manusia tidak pernah berkeinginan lain daripada berusaha untuk melaksanakan keadilan atau kebenaran sejati Allah Bapa-Nya. Hal ini seperti terbukti dalam hidup, kata, dan perbuatan-Nya.
Dengan demikian, dalam masyarakat kita pun segala hubungan timbal balik antarinsan harus mencerminkan keadaan keadilan baru seperti diajarkan dan dilaksanakan Yesus. Maka menurut pandangan Yesus, persembahan ataupun korban ritual apapun, apabila tidak sekaligus disertai dengan keadilan, tidak bernilai sedikit pun. Karena itulah, Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sepenuhnya guna pelayanan dan demi kepentingan kita, yang dianggap-Nya sebagai saudara-saudara-Nya sendiri. Demi kemuliaan Bapa, Yesus telah memberikan diri seutuhnya, agar terciptalah keadilan sejati di dunia kita ini.
Yesus telah menyampaikan ajaran dan ucapan “berbahagialah†di sebuah bukit. Tetapi Ia juga memanggil murid-murid-Nya ikut naik ke bukit Kalvari, seperti dilakukan-Nya ketika Ia memanggil mereka ke bukit “kebahagiaanâ€, agar mereka semua juga bersedia berbagi dalam kelaparan dan kehausan akan kebenaran atau keadilan alkitabiah yang baru. Kita semua, murid-murid-Nya sebagai Gereja Kristus, dalam dan melalui hidup kita dapat memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kelaparan dan kehausan Kristiani kita yakni terlaksananya keadilan Kristiani sejati.
Berkat baptis, kita semua memasuki suatu keluarga besar Allah. Di situlah kita masing-masing dan bersama-sama, menurut anugerah yang telah kita terima, dapat memperhatikan dan ikut prihatin terhadap keadaan sesama. Tetapi terutama kita sendiri, apabila kita sadar akan baptis kita sendiri, artinya merasa bersatu dengan Kristus, maka kita pun seperti Dia merasa bahagia mengambil bagian dalam memenuhi kehausan atau kelaparan akan kebahagiaan sesama kita. Seperti dialami oleh Yesus sendiri, yaitu hidup miskin, berdukacita, bersikap lemah lembut, prihatin mengalami ketidakbenaran atau ketidakadilan dalam masyarakat, bahkan mengalami penganiayaan karena kebenaran, bahagialah kita! Kita diberi kesempatan untuk mengambil bagian dalam kehidupan Kristus sendiri. Ini bukan hanya dalam keberanian dan kesediaan-Nya menderita, melainkan juga dan terutama dalam penerimaan upah di surga, yaitu hidup bahagia bersama dengan Dia selamanya.
Mgr F. X. Hadisumarta OCarm