HIDUPKATOLIK.com - SEJAK 2010, Maria Tania Norika sudah belasan kali live in di berbagai daerah di Indonesia. Apa latar kegemarannya ini? Pada 2012, Gunung Merapi meletus. Tania yang tengah mengenyam pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mendatangi beberapa tempat pengungsian warga lereng Merapi. Di sana ia mengajar anak-anak yang terpaksa “libur sekolah†karena Merapi meletus. Ia juga membantu para korban bencana dengan bergabung dalam tim evakuasi dan tim penyedia sembako.
“Saya tergerak untuk mengadakan bimbel (bimbingan belajar-Red) bagi anak-anak SD dan usia dini,†tukas perempuan berdarah Dayak ini. Selama dua minggu, ia menemani anak-anak lereng Merapi. Setelah itu setiap liburan kuliah ia selalu menyempatkan diri untuk live in ke berbagai daerah.
Ketika Gunung Kelud meletus, 2014, penggemar olahraga futsal ini pun meluncur ke Kelud. Ia naik kereta ke pusat pengungsian dan bergabung dengan tim relawan. Tania satu-satunya perempuan di tim itu. “Kami memberikan tenaga, termasuk memperbaiki rumah yang rusak.â€
Setelah Kelud, Tania mulai menyasar wilayah luar Jawa dan Kalimantan. Ia live in ke Sulawesi Utara hingga ke Flores. Tahun 2015, ia menjelajah Palembang hingga ke Jambi. Dari melalang buana ini, Tania mendapatkan banyak keluarga baru. “Kemarin, Mama saya di Labuan Bajo menelepon agar datang lagi ke sana.â€
Meski gemar berkeliling Indonesia, ia tak lupa tugasnya sebagai guru di SMA Katolik WR Supratman Samarinda. Di sekolah ia juga melatih seni: modern dance dan musik akustik serta menjadi pelatih futsal.
Sering live in ke berbagai daerah, kulit Tania berubah menjadi coklat. “Nah, itu yang biasa Mama protes,†ujarnya sambil tertawa. Tapi ia tak mempermasalahkan hal itu. Di waktu mendatang, Tania ingin menjelajah Papua.
Edward Wirawan