HIDUPKATOLIK.COM – DI suatu masa, Bung Karno pernah berpidato demikian, “Kalau jadi Hindu jangan jadi Orang India, Kalau jadi Islam jangan jadi Orang Arab, Kalau jadi Kristen jangan jadi Orang Yahudi…Tetaplah jadi Orang Nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini.†Kutipan pidato ini, menjadi catatan FX Hadi Rudyatmo, walikota Solo saat menyampaikan sambutan dalam rapimnas Pemuda Katolik Solo, Sabtu, 19/11.
Kata Rudyatmo, pidato Bung Karno sesuai dengan semangat Gereja Katolik Indonesia yang berslogan, “Seratus persen Katolik, seratus persen Indonesiaâ€, sebagaimana dikatakan mendiang Mgr Albertus Soegijapranata SJ.
Pemuda Katolik, kata Rudyatmo, harus menyadari panggilannya sebagai pemuda bangsa. Panggilan itu terwujud dalam pengabdian dan kontribusi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Rudyatmo gamblang berkata, bicara Pemuda Katolik berarti bicara mengenai keterlibatan dalam ruang politik. Tema rapimnas, kata Rudyatmo, merupakan wujud kesadaran Pemuda Katolik untuk terlibat aktif dalam politik.
Kesadaran akan tanggungjawab sebagai kader Gereja dan bangsa, membuat Pemuda Katolik harus berjuang dengan nilai-nilai keindonesiaan dan Gereja. Ciri khas orang Katolik adalah menggunakan hati nurani dan santun. “Hati nurani adalah tempat di mana Tuhan Yesus berbicara. Kalau kita tidak didampingi Yesus, iya jadi menggak menggok. Ini sedikit khotbah pak Menteri (red- Eko Putro Sandjojo),†ujar Rudyatmo yang membuat para hadirin tertawa. Sandjojo, mendes PDTT juga ikut tertawa.
Dengan berpegang pada ajaran itu, kata Rudyatmo, Pemuda Katolik akan berjuang dengan hati dan tindakan yang berlandaskan cinta kasih. Nilai ini, lanjutnya, membawa Pemuda Katolik berjuang dan mengabdi tanpa distingsi atau memandang perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan.
Tujuh Si
Rudyatmo menjelaskan, orang desa tidak butuh kasihani. Orang desa butuh agar hidupnya bisa mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Karena itu, pendampingan desa, sebagaimana direkomendasikan dalam rapimnas, hendaknya bersifat partisipatif, di mana warga desa dilibatkan secara utuh.
Pemuda Katolik, tambah Rudyatmo, diajak untuk menjadi akar yang menembus tanah, mencari air bagi pohon. Dengan begitu, Pemuda Katolik telah melaksanakan perutusannya menjadi bermanfaat bagi orang lain. “Menjadi akar memang membuat kita tidak terkenal. Yang dikenal hanyalah pohon dan buahnya. Tetapi itulah tanggungjawab kita, untuk bermakna dan berdampak bagi orang banyak,†ujarnya.
Ia mengajak Pemuda Katolik untuk bergaul inklusif dan membangun komunikasi dengan semua pihak. Indonesia, jelas Rudyatmo, perlu melaksanakan ‘Tujuh Si’; yaitu komunikasi, koordinasi, solusi, sosialisasi, realisasi, koreksi dan evaluasi. Tujuh Si ini, lanjutnya menjadi kunci harmoni kehidupan sosial kemasyarakatan dan politik bangsa. “Sebagai akar, Pemuda Katolik mesti menjadikan ‘Tujuh Si’ ini sebagai pijakan untuk berkarya,†demikian Rudyatmo.
Edward Wirawan (Solo)