HIDUPKATOLIK.com – Pw. St Elisabet dari Hungaria; Why 5:1-10; Mzm 149; Luk 19:41-44
HANYA Lukas yang mengisahkan Yesus menangis (lih. Luk 19:41). Ungkapan menangis (Yun. klaió) juga muncul pada Mat 2:18 sebagai komentar kutipan dari Yer 31:15 terhadap pembunuhan anak-anak di Bethlehem. Rahel menangisi (klaió) anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.
Yesus menangisi masa depan Yerusalem, yang pada tahun 70 dihancurleburkan tentara Romawi. Ketika Nabi Yeremia meratapi Yerusalem, ia masih memiliki harapan untuk pembebasan dan pemulihan. Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya … , karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan, karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya (Rat 3:22.31.32).
Namun kali ini, Yerusalem, “takhta Allah†(lih. Yer 3:17), sudah tak bisa diharapkan lagi. Mereka tak lagi mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteranya! (ay 42). Kesombongan dan ketidakpercayaan para penguasa dan penghuninya telah menolak para nabi serta Yesus yang telah diurapi sebagai Mesias (lih Yes 9:6). Yerusalem, tempat Allah mentakhtakan para raja (lih. Mzm 2:6), telah menolak identitas diri mereka sebagai tempat di mana ada shalem (damai), kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya.
Saat Allah mengunjungi umat-Nya, Allah selalu menunjukkan shalem dan keadilan dengan memurnikan kemanusiaan, yaitu mencabut tiga akar: dunia, daging, dan iblis (lih. Yoh 8:44), karena menjerumuskan manusia dalam dosa. Pengadilan Allah berat. Namun seperti tulis Yes 26:9, “Apabila Engkau datang menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang benar.â€
Henricus Witdarmono