HIDUPKATOLIK.com – SEKITAR 150 hewan peliharaan beserta pemiliknya berkumpul di halaman Gereja Keluarga Kudus, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu, 15/10, untuk menjalani pemberkatan saat memperingati Hari Bumi. Ada beragam hewan peliharaan saat itu, misal anjing, burung, kucing, ular, bebek, dan iguana. “Saya dapat informasi acara ini dari sebuah pet shop di Jakarta,†kata Andri yang datang membawa anjing peliharaannya.
Ibadat pemberkatan hewan peliharaan dimulai pukul 08.15 waktu setempat. Ibadat pemberkatan hewan peliharaan dipimpin oleh Pastor Rekan Paroki Rawamangun, Romo Yohanes Sutrisno MSF. Hewan peliharaan, kata imam yang ditahbiskan pada 19 Juli 2016, merupakan sahabat dan saudara manusia di bumi. “Kita diberi mandat untuk menjaga dan merawat hewan-hewan itu, yang merupakan ciptaan Tuhan,†ungkap Romo Sutrisno, panggilannya.
Di Gereja Katolik, terang Romo Sutrisno, ada tradisi pemberkatan hewan peliharaan seperti yang terjadi di Paroki Rawamangun. Berdasarkan pemeberitaan Majalah HIDUP, sejumlah Paroki di Keuskupan Agung Jakarta pernah melakukan kegiatan serupa, antara lain: Paroki St Fransiskus Asisi, Tebet; Paroki Trinitas, Cengkareng; Paroki St Helena, Curug; Paroki Regina Caeli, Pantai Indah Kapuk.
Lebih lanjut Romo Sutrisno menjelaskan, pemberkatan hewan peliharaan termasuk dalam Sakramentali, yaitu benedictiones invocative, yaitu berkat yang diberikan tidak mengalami perubahan status dan tujuan dari yang yang diberkati. Maksudnya, hewan yang diberkati tidak berarti menjadi hewan suci hanya karena telah mendapat berkat dari imam, melainkan memperoleh karunia rohani, seperti perlindungan dari Allah, yang dimohon oleh Gereja melalui ibadat atau upacara Sakramentali.
Romo Sutrisno berharap, cinta dan perhatian kepada hewan tidak hanya mereka yang memilikinya, tetapi harus menjadi awal serta latihan untuk mencintai semua makhluk hidup, termasuk tetumbuhan. Selain itu, umat bisa semakin peka dan terdorong untuk mencintai lingkungan hidup lewat praktik hidup tiap hari, misal tak membuang sampah sembarangan.
[nextpage title=”PEMBERKATAN HEWAN PELIHARAAN”]
Katekese Lingkungan
Vikaris Episkopalis Keuskupan Agung Jakarta (Vikep KAJ), Romo Alexius Andang Listya Binawan SJ, dalam Majalah HIDUP edisi 42, 2014, mengatakan, tujuan pemberkatan hewan peliharaan adalah sebagai pintu masuk katekese lingkungan hidup.
Umat diajak untuk menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan hidup sebagai wujud iman, khususnya bagi para pencinta bintang. Kita imani bahwa bahwa Tuhan mencintai tumbuhan dan binatang.
Romo Andang SJ mengungkapkan, dalam Kitab Kejadian Bab 1 disebutkan, Tuhan menciptakan bumi dan semua makhluk “baik adanyaâ€. Firman “baik adanyaâ€Â berarti, semua diciptakan dalam rencana kasih Tuhan. Makanya, setiap makhluk itu berharga, mempunyai martabatnya sendiri-sendiri. Maka tujuan pemberkatan hewan dan tumbuhan sesuai sabda Yesus dalam pesan perpisahan kepada para muridnya: “Agar manusia mewartakan kabar baik kepada segala makhluk†(Mrk.16:15).
Jadi, kabar gembira bukan hanya untuk manusia. Itu berarti kita juga perlu mewartakan Injil kepada tumbuhan dan hewan. Kalau Yesus berpesan seperti itu, dapat dikatakan bahwa ada keselamatan untuk tanaman dan hewan. St Paulus meyakini bahwa seluruh alam semesta ini diselamatkan (Rom 8:19-22). Hal ini didasari keyakinan St Paulus, seperti dikatakannya kepada umat di Kolose (Kol 1: 15-20) bahwa Kristus adalah ‘Yang sulung dari segala yang diciptakan’ dan ‘Dialah yang memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya’.
Maka bagi imam kelahiran Yogyakarta 1963 ini, memelihara hewan tidak bisa diartikan sebagai membatasi hidup mereka. Ia menggarisbawahi semua itu tergantung maksud dan tujuannya. “Kalau kita memelihara binatang agar bisa hidup bersama dengan baik, dan kita melindungi serta merawatnya baik-baik, tentu tidak dilarang. Tetapi kalau memelihara hewan hanya untuk senang-senang sendiri, lalu kalau hewan kita tidak menarik lagi lalu dibuang, hal ini tentu bertentangan dengan arti mencintai hewan,â€Â kata Romo Andang.
Menjamin Hidup
Sementara tentang hewan liar, Romo Andang mengharapkan agar manusia tetap memberikan jaminan hidup yang baik kepada mereka. “Makhluk ciptaan saling tergantung dalam sebuah rantai yang sangat panjang, sehingga kadang kita tidak tahu ‘manfaatnya’ untuk kita. Dalam keyakinan bahwa semua baik adanya, kita tetap berusaha agar mereka hidup,†jelasnya.
Hanya, kadang hewan liar itu mengganggu hidup manusia. Dalam keadaan terpaksa, manusia bisa saja memaksa mereka kembali ke habitatnya, atau kalau memang tidak ada jalan lain bisa membunuhnya. Hal ini juga berlaku kalau hewan itu sudah mengancam keseimbangan ekosistem.
Di sini, prinsip memelihara ciptaan berarti juga mengontrol atau mengelola hidup bersama. Mencintai hewan dan tumbuhan bisa dilakukan secara tidak langsung dengan memelihara lingkungan sebaik mungkin. Tujuannya, agar semua makhluk yang tinggal di dalamnya bisa hidup dengan baik. Contohnya, mengurangi pemakaian plastik dan menaruh sampah dengan benar.
Bagi dosen STF Driyarkara ini, menghargai hewan dan tumbuhan bukan berarti manusia tak boleh memakan daging hewan dan tumbuhan. “Tuhan menciptakan semua makhluk saling tergantung, juga dalam pengertian bahwa sebagian diciptakan untuk menjadi makanan yang lain,†katanya.
Dalam keyakinan itu, katanya, manusia bisa memakan sebagian hewan dan tumbuhan. Hanya, dalam hal ini, manusia tidak boleh membunuh hewan itu sewenang-wenang atau demi kesenanganya, tidak boleh menyiksanya. Kita pun mengakui panggilan Tuhan agar kita memelihara mereka baik-baik.
A. Aditya Mahendra dan Yanuari Marwanto