HIDUPKATOLIK.com – LAGU Manggarai berjudul ‘Ngkiong’ menjadi lagu pertama yang diputar, saat kontingen dari berbagai keuskupan tiba di stadion Klabat Manado, Sulawesi Utara. Di dalam stadion tersebut Orang Muda Katolik dari 37 keuskupan di Indonesia dan satu dari Malaysia berkumpul, Selasa, 4/10. Mereka mengenakan pakaian khas daerah masing-masing. Beberapa kontingen asal tanah Papua, Kalimantan dan daerah lainnya berdefile sambil menarikan tarian adat masing-masing. Begitu juga kontingen Manado menarikan tarian adat Kabasaran.
Sebelum sampai ke Stadion, OMK mengadakan defile dari lapangan KONI Sario yang berjarak sekitar 3 kilometer. Pasukan drum band dari berbagai sekolah SMP dan SMA di Sulawesi Utara ikut berparade. Di sepanjang jalan defile, masyarakat Manado berjejer menyaksikan iringan kontingen-kontingen OMK yang berdefile sambil menyanyi dan menari. Mereka kadang meminta foto dengan kontingen-kontingen yang lewat. “Saya tahu ini acara kaum muda Katolik, senang sekali rasanya melihat orang-orang muda berkumpul,†ujar Jerry Pangalila, seorang umat Protestan yang ikut menyaksikan acara defile.
Segendang sepenarian dengan Pangalila, Nurahma, seorang perempuan berjilbab juga merasa senang. “Saya dari Semarang, jualan di Manado sini. Saya dapat cerita ini ada juga dari Semarang. Rasanya senang bisa melihat mereka mengenakan pakaian adat Jawa,†ujar perempuan yang mengaku sudah tujuh tahun tinggal di Manado ini.
[nextpage title=”IYD, Keliling Nusantara dalam Sehari”]
Yohanes Suageri, OMK dari Keuskupan Sintang mengaku senang bisa melibati IYD ini. “Banyak yang kagum dengan pakaian adat yang kami kenakan. Tetapi saya juga sangat kagum dengan kekayaan daerah lain. Bangga menjadi Indonesia,†kata Geri, sapaannya. Kontingen keuskupan Sintang mengenakan pakaian adat yang terbuat dari kayu kapuak.
Sementara, Maria Oktaviani Rewes, OMK dari keuskupan Ruteng tak bisa menyembunyikan rasa sukacitanya. “Ini seperti mengelilingi Indonesia dalam satu hari. Saya menyaksikan kekayaan nusantara dari Sabang sampai Marauke,†kata nona yang akrab disapa Oktaini.
Okta mengenakan sarungsongke, kebaya dan balibelo (mahkota untuk perempuan Manggarai). Okta bercerita, ada banyak hal yang bisa dipetik dari IYD Manado. “OMK di sini begitu akrab, mungkin karena minoritas. Sementara di Manggarai yang mayoritas Katolik, OMK agak jarang melibati kegiatan Gereja. Ini auto kritik untuk kita,†terang lulusan Teologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Momen IYD, lanjut Okta mengajarkan kaum muda untuk mulai berpikir lintas kelompok, suku, dan bahkan agama. “Kontingen-kontingen IYD ini menunjukkan betapa kayanya Indonesia. Maka kewajiban kami generasi muda untuk merawat kekayaan ini untuk Indonesia yang damai dan semakin baik,†pungkas Okta.
Edward Wirawan (Manado)
Tidak trasa IYD Manado sdh brlalu,namun kenangan akan kegiatan,sanak saudara dari brbagai daerah sangat masih membekass…ingin mengulang lagii..suatu kegitan yg sangat spektakuler,”sukacita injil akan direalisasikan dlm khdupan tiap ank muda katolik tdk terkecuali saya…seakan memberikan tanya akan eksistensi sbgai orang muda katolik akan nilai iman harap dan kasih dlm pikiran prktaan dan prbiataanya