HIDUPKATOLIK.com – KOMISI Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggelar Talkshow Social and Youth, Sabtu pagi, 24/9. Acara berlangsung di Gedung Yustinus, lt.14, Unika Atma Jaya, Jakarta. Kegiatan itu merupakan rangkaian dari kegiatan Indonesian Youth Day (IYD) 2016.
Dalam acara itu hadir sebagai pembicara Pemerhati Buruh Migran dan Koordinator Karya Sosial Jesuit, Romo Benedictus Hari Juliawan SJ. Talkshow dihadiri sekitar 75 anak muda. Mereka berasal dari organisasi kampus dan Paroki.
Pada kesempatan itu ditayangkan juga film “Baloonsâ€. Film pemenang TOTO Festival (CGV BLITZ) yang merupakan produksi Canisius Film Establishment (CAFE ) yang tak lain adalah siswa SMA Kolose Kanisius, Jakarta. Film berdurasi enam menit ini mengungkap tentang kebohongan yang sering terjadi dalam pergaulan masa kini.
Baloons mengajak penonton untuk menyaring hal baik yang berguna dan menghancurkan kehidupan. Selain itu ditayangkan pula film pemenang Le Prix Découverte Leica Cine, 55e Semaine de la Critique Cannes, Perancis, “Prenjakâ€. Film berdurasi 12 menit itu merupakan karya sineas muda Indonesia, Wregas Bhanuteja.
[nextpage title=”Orang Muda Katolik Krisis Eksistensi”]
Prenjak berkisah soal Diah yang sedang butuh uang. Ia mendatangi Jarwo untuk menawarkan batang-batang korek api dengan harga tinggi, demi dipakai melihat kemaluan Diah. Wregas, sapaannya, mengaku terinspirasi dari fenomena gadis penjual korek api yang kurang lebih sama dengan cerita dalam filmnya.
Wregas menjelaskan, bahwa saat ini banyak anak muda yang mengalami krisis eksistensi. Orang muda, jarang melihat Tuhan yang telah memberikan talenta kepada masing-masing orang dan eksistensi menjadi tujuan anak muda sekarang. Maka dari itu Wregas mengajak orang muda untuk refleksi, merenungkan, dan menemukan apa yang benar-benar mereka ingin lakukan. “Semua butuh proses. Ketika temanmu sudah berhasil dan kamu belum, it’s just a matter of time. Menemukan dirimu, menemukan jalanmu,†pesannya.
Romo Bene merasa film Wregas berhasil mengangkat isu-isu yang dekat dengan kehidupan. Ia memberikan contoh, kasus tenaga kerja Indonesia yang terpaksa meninggalkan keluarga dan negara demi mengais rezeki di negara lain. Mereka diperlakukan dengan tidak adil di rantau. “Sex itu hal kesekian, ada hal yang lebih penting yaitu ketidakadilanâ€, tandas Romo Bene, sapaannya.
Marchella A. Vieba
Editor: Yanuari Marwanto