HIDUPKATOLIK.com – Pekan Biasa XXVII; Gal 1:6-12; Mzm 111; Luk 10:25-37
YESUS memberikan perumpamaan “Orang Samaria yang murah hati†untuk menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat mengenai “siapakah sesamaku manusia?†Reaksi tiga sosok, yakni seorang imam, seorang Lewi, dan seorang Samaria terhadap korban perampokan di jalan berkelok-kelok antara Yerusalem dan Yerikho, dijadikan sarana untuk menjawab pertanyaan tersebut. Yang penting bukan hanya konsep mengenai “siapa sesamaku†tetapi juga “apa yang saya lakukan untuk sesamaku ituâ€, begitu pengajaran Yesus.
Ketika sang imam (Yahudi) melihat korban, maka anggapannya, “dia itu sumber kenajisan†(lih. Bil 19:11dst.) Bila ia menyentuhnya, ia akan menjadi najis selama tujuh hari dan otomatis tidak boleh bertugas di Bait Allah (dan mendapatkan honor). Maka imam itu “melewatinya dari seberang jalanâ€. Lain lagi prasangka si orang Lewi. Konteks sosial zaman itu, membuat si Lewi memandang korban sebagai objek pancingan dari para begal untuk membuatnya berhenti dan menjadi target perampokan. Maka, ia juga “melewatinya dari seberang jalanâ€. Paling berbeda adalah sikap si orang Samaria. Ia memandang korban sebagai dirinya sendiri ketika berada dalam keadaan susah. Ia pun lalu bertindak. Semua sarana fisik dipakai untuk menolong: minyak, anggur, kendaraan, penginapan, dan uang. Jaminan perawatan masa depan juga diberikan.
Ajaran perumpamaan itu sangat jelas. Sesama dalam situasi apa pun menjadi prioritas melebihi aturan, ritus ibadat maupun keamanan status pribadi. Berani berkorban lalu menjadi ciri dan ukuran kekristenan. Itulah alasan salib dengan corpus-nya selalu dipasang dan diletakkan di tempat paling utama di rumah maupun di tempat ibadat orang Kristen. Agar “tidak dilewati dari seberang jalan!†Yesus yang menderita dan mati di salib, bangkit, dan naik ke Surga adalah sumber hidup kekristenan.
Henricus Witdarmono