HIDUPKATOLIK.com – SEKITAR pukul 10.00 WIB, Senin, 26/9, Misa Requiem untuk almarhum Mgr Herman Joseph Sahadat Pandoyoputro OCarm di Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga Katedral Malang, Jawa Timur dimulai. Misa ini dipimpin langsung oleh Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Ignatius Suharyo didampingi Uskup Bandung, Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC, Uskup Emeritus Ketapang Mgr Blasius Pujaraharja, Uskup Malang Mgr Henricus Pidyarto Gunawan OCarm, Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono, Uskup Emeritus Sorong-Manokwari, Papua, Mgr F.X. Sudartanta Hadisumarta OCarm dan beberapa imam perwakilan dari keuskupan lain. Misa ini disiarkan secara langsung oleh akun Youtube Irishpro Studio.
Dalam khotbahnya, Mgr Suharyo mewakili Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyampaikan bela duka yang sedalam-dalamnya kepada keluarga dan Keuskupan Malang atas kepergian Mgr Pandoyoputro ke pangkuan Bapa di Surga.
Selain menyampaikan rasa dukanya, Mgr Suharyo juga menyatakan bahwa banyak berita tentang kepergian Mgr Pandoyoputro yang mengangkat tentang “Kehilanganâ€. “Kita semua tentu kehilangan seorang gembala yang dengan tekun dan setia menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan kepadanya. Kata kehilangan ini mengusik hati saya, hingga menuntun saya pada suatu pertanyaan: Bukankah hidup kita ini sebenarnya adalah suatu proses panjang kehilangan?†ungkapnya.
Lanjut Mgr Suharyo, ketika manusia lahir ke dunia ini ia akan kehilangan perlindungan yang sempurna di dalam rahim ibu. Ketika manusia menjadi kanak-kanak, ia juga akan kehilangan kebiasaan yang diberikan kepada seorang bayi yaitu perhatian yang penuh. Dan ketika manusia menginjak dewasa ia akan kehilangan kegembiraan seorang anak yang bisa saja sesudah menangis kemudian tertawa terbahak-bahak. Dan ketika manusia menginjak usia yang semakin banyak, manusia akan semakin banyak kehilangan. “Kita kehilangan kebebasan orang muda. Kita kehilangan kesehatan kita dan pada waktu yang ditentukan, akhirnya kita harus kehilangan hidup kita. Kehilangan itulah yang hari ini dialami Bapak Uskup Emeritus Mgr Pandoyoputro,†paparnya.
[nextpage title=”Mgr Suharyo: Mgr Pandoyoputro Telah Berkarya dengan Total”]
Dari satu sisi, menurut Mgr Suharyo, pengalaman kehilangan pastilah tidak menyenangkan, tetapi dari sisi lain merupakan jalan satu-satunya menuju kedewasaan dan kematangan iman yang semakin sempurna. “Kalau seseorang tidak mau kehilangan kegembiraan masa kanak-kanak, ia tidak akan menjadi dewasa. Kalau seseorang tidak mau kehilangan masa mudanya, ia juga tidak akan pernah menjadi pribadi yang matang dan akhirnya seperti kata-kata Yesus, ‘Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal’. Yesus pun juga kehilangan nyawa pada akhirnya. Yesus merelakan nyawa-Nya dalam rangka menyelesaikan tugas yang Ia terima dari Bapa,†ujarnya.
Bagi Uskup Keuskupan Agung Jakarta ini, sejak Mgr Pandoyoputro menjalankan kepemimpinan di Keuskupan Malang 27 tahun yang lalu, Mgr Pandoyo telah menjalankan pelayanan perutusan yang dipercayakan oleh Tuhan melalui Gereja seperti Yesus melakukan pekerjaan Bapa yang dipercayakan kepada-Nya. “Seluruh hidup beliau, beliau serahkan secara total khususnya bagi kebaikan dan perkembangan Keuskupan Malang dan melalui KWI juga bagi Gereja di Indonesia,†kata Mgr Suharyo.
Dalam khotbah ini, Mgr Suharyo juga memaparkan pengalamannya bersama Mgr Pandoyoputro yang sering bercerita tentang usaha membangun persaudaraan sejati. Dan lewat kehadiran wakil-wakil dari komunitas Suku Osing yang hadir melayat pada hari ini memberikan bukti yang jelas kepada Mgr Suharyo tentang usaha Mgr Pandoyo dalam persaudaraan sejati tersebut.
Selain itu seingat Mgr Suharyo, Mgr Pandoyo juga memberikan perhatian besar kepada pembinaan kaum muda, pendidikan formasi para imam, calon imam, biarawan-biarawati dan pembinaan iman umat di Keuskupan Malang. Dalam lingkup KWI, Mgr Suharyo juga ingat keterlibatan Mgr Pandoyo yang berkarya dengan total di KWI. “Keterlibatan beliau di KWI sangat intens dan konsisten. Almarhum termasuk peserta Rapat Sidang KWI yang paling sering bertanya dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan memaksa para peserta untuk menjernihkan gagasan yang sedang dibicarakan. Beliau juga dengan tulus dan gembira menceritakan pengalaman beliau sehingga para Bapa Uskup yang ikut dalam sidang dapat belajar dari beliau,†kata Mgr Suharyo.
[nextpage title=”Mgr Suharyo: Mgr Pandoyoputro Telah Berkarya dengan Total”]
Konsistensi keterlibatan Mgr Pandoyoputro di KWI juga ia nyatakan kepada Mgr Suharyo saat terakhir ia bertemu Mgr Suharyo dalam acara tahbisan Uskup Malang Mgr Pidyarto. “Ketika saya pamit pulang sesudah pentahbisan Uskup Mgr Pidyarto, beliau masih berkata kepada saya, ‘Moga-moga saya masih bisa ikut di dalam Sidang KWI pada bulan November yang akan datang’,†ujar Mgr Suharyo menirukan pesan Mgr Pandoyo.
Mgr Suharyo juga menyaksikan totalitas pelayanan Mgr Pandoyoputro pada saat-saat akhir bertemu sewaktu acara tahbisan tersebut. Kendati secara fisik sudah sangat lemah, menurut Mgr Suharyo, Mgr Pandoyo hadir penuh dalam pentahbisan Bapa Uskup Pidyarto. Dan di dalam pentahbisan itu Mgr Suharyo melihat bagaimana Mgr Pandoyo menumpangkan tangan sebagai pentahbis, memberikan salam damai kepada penggantinya dan itulah saat-saat amat menggetarkan hati bagi Mgr Suharyo. “Dan sesudah semuanya dirasa selesai seperti Yesus yang pada akhirnya berkata ‘Sudah Selesai’. Demikian juga Mgr Pandoyoputro almarhum pada Jumat malam yang lalu mengatakan ‘Sudah Selesai’. Dengan demikian kata-kata Santo Paulus yang dipilih untuk perayaan Ekaristi ini terjadi pada almarhum Bapa Uskup Pandoyo, ‘Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia dalam hidup yang baru’ â€, tegas Mgr Suharyo.
Di akhir khotbah, Mgr Suharyo menyatakan bahwa banyak orang yang merasa kehilangan. Kehilangan seorang gembala Gereja yang tekun dan setia. Tetapi sebagai orang beriman, Mgr Suharyo mengajak umat agar kendati semua orang merasakan kehilangan namun tetap harus bersyukur. “Kita bersyukur atas anugerah hidup yang diberikan Tuhan kepada almarhum. Hidup itu beliau terima dengan penuh syukur, beliau kembangkan dengan tekun dan setia. Kemudian dijadikan pujian kemuliaan bagi Allah dalam pelayanan bagi Gereja,†pungkas Mgr Suharyo.
A. Nendro Saputro