HIDUPKATOLIK.com – Agar tetap berjaya, Sekolah Katolik harus meningkatkan dan memperbaiki mutu pendidikan yang ditawarkan. Persatuan antarlembaga pendidikan Katolik perlu ditingkatkan.
SEKOLAH Katolik cenderung berjuang sendiri-sendiri dan tidak ada kerja sama antarsekolah Katolik. Kenyataannya, Sekolah Katolik justru saling bersaing memperebutkan murid, demikian kata pengamat pendidikan, Indra Charismiadji dalam simposium “Melejitkan Kembali Sekolah Katolikâ€, di Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 27/8.
Situasi kian pelik sejak pemberlakuan UndangUndang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah menggratiskan biaya pendidikan untuk semua jenjang pendidikan di sekolah negeri, tapi tidak di sekolah swasta. Sementara itu, di Sekolah Katolik tak ada gerakan meningkatkan kualitas. “Sekolah Katolik harus bersatu terlebih dulu. Kalau Sekolah Katolik bersatu mudah untuk mengarahkan,†imbuh Indra.
Juliana Murniati menyoroti kualitas sumber daya manusia (SDM) di sekolah-sekolah Katolik. “Sekolah Katolik perlu meningkatkan wawasan global para guru. Tak harus mengirim mereka ke luar negeri, tapi dengan aneka pelatihan dan pendidikan,†kata Wakil Rektor I Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta ini. Di tengah menurunnya performa Sekolah Katolik, kehadiran pendidikan bernafaskan Katolik masih relevan dihadirkan di Indonesia. “Melemahnya Sekolah Katolik tak berarti harus dihentikan, tapi harus ada perbaikan,†kata Murni.
[nextpage title=”MELEJITKAN LAGI SEKOLAH KATOLIK”]
Mantan CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetya mengakui, wajar jika zaman dulu, Sekolah Katolik unggul dibanding sekolah lain, sebab mendapat sokongan dana dan pengajar dari luar negeri. Tapi saat ini banyak sekolah swasta dan negeri yang mencontek, memodifikasi, dan menyempurnakan “Situasi berubah, dunia berubah, tetapi banyak Sekolah Katolik masih seperti yang dulu,†kata Agung.
Aloysius Budi Santoso, salah satu pembicara mengusulkan, Sekolah Katolik harus memperkuat visi, misi, dan tujuannya. Direktur SDM Astra Internasional itu mengatakan, Sekolah Katolik perlu memulai dengan manajemen modern, karena nilai Katolik harus tetap dijaga dan dijalankan.
Dalam sesi diskusi, Hidayat Tjokrodjojo dari Yayasan Umat Peduli Pendidikan mengungkapkan, terdapat tiga kondisi dan lokasi Sekolah Katolik, yaitu urban, rural dan border. Ketiganya mengacu kepada letak geografis dan latar belakang masyarakat di mana Sekolah Katolik berada. Ketiga kondisi itu perlu pengelolaan berbeda. Selain itu, Bobby Budiarto dari Yayasan Fajar Pendidikan mengatakan, “Masih ada guru di Sekolah Katolik yang menerima upah di bawah Upah Minimum Regional. Dengan kesejahteraan yang cukup diharapkan guru dapat mengajar dengan baik dan akan berdampak kepada kualitas pendidikan,†katanya.
Simposium yang diadakan Sumber Daya Rasuli (Sudara) ini bertujuan menghimpun aneka pemikiran tentang dinamika dan perkembangan Sekolah Katolik. Berbagai usulan akan diserahkan kepada Uskup Agung Jakarta.
Antonius E Sugiyanto