HIDUPKATOLIK.com – KARYA seni maha agung adalah kemanusiaan, kata Jaya Suprana ketika menjadi moderator peluncuran dan bedah novel biografis “Mangunâ€, di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Jumat, 26/8. Jika demikian, novel yang ditulis Sergius Sutanto itu merupakan karya humanisme tentang pejuang kemanusiaan, yakni Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya.
Novel yang diterbitkan Elex Media Komputindo ini menguak kisah Romo Mangun, sejak lahir, dewasa, meniti pendidikan dan panggilan, serta perjuangan membantu warga di Kali Code, Yogyakarta serta Kedung Ombo. Romo Mangun tak emosi. Ia, kata Sergius, mengedepankan pendekatan arsitektur untuk membela warga pinggiran Kali Code ketika akan digusur.
Sergius mengaku, butuh sekitar satu tahun membangun karakter Romo Mangun dalam novel setebal 405 halaman ini. Ia melakukan observasi dari berbagai pustaka dan wawancara dengan orang-orang di sekitar Romo Mangun, termasuk keluarga, demi mendapatkan kisah otentik dan karakter Romo Mangun yang tepat. “Sebuah karya tak bisa tercipta secara individual. Banyak orang yang terlibat di belakangnya,†ungkap Sergius.
[nextpage title=”PELUNCURAN NOVEL ROMO MANGUN”]
Sergius sangat berharap ada investor yang bersedia mengangkat kisah novel ini ke dalam film. Menurutnya, Romo Mangun adalah tokoh yang amat “seksi†dan inspiratif dalam kondisi saat ini. Sergius juga berharap, visualisasi karya itu bisa menginspirasi banyak orang. Dalam acara itu, hadir pula adik kandung Romo Mangun, Bob Tri Sunuwarso Mangunwidjojo.
“Secara garis besar saya rasa apa yang diberitakan oleh Sergius mengenai sosok Romo Mangun sudah seperti apa adanya. Ya begitu Romo Mangun dengan sikap tegas beliau.â€
Moderator acara ini , Jaya Suprana mengatakan, “Gus Dur adalah Romo Mangun-nya Islam, sedangkan Romo Mangun adalah Gus Dur-nya katolik. Ya bisa dibilang seperti itu kira-kira.â€
Marchella A.Vieba