HIDUPKATOLIK.com – Perayaan Paskah di Lembaga Pemasyarakatan merupakan aksi nyata Gereja berpihak kepada yang kurang beruntung. Pancasila menginspirasi perutusan Gereja Indonesia.
Komunikasi dengan orang luar penjara tertutup bagi Maxi dan Stanley. Sebagai warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, mereka punya nasib yang sama dengan sekitar 2.900 orang warga binaan lainnya. Mereka dilarang memiliki dan menggunakan gawai (handphone). Jika rasa rindu pada keluarga mendera, mereka terpaksa memendamnya dalam-dalam.
Maxi, terakhir bertemu ibunya dua tahun silam. Waktu itu, perempuan yang telah melahirkannya itu datang mengantar Maxi ke bui. Pengadilan mengganjar Maxi enam tahun kurungan karena terlibat perdagangan narkotika. “Masih empat tahun lagi saya di sini,†kata pria yang kini membantu pekerjaan staf penjara di gereja.
Berbeda dengan Maxi, Stanley belum sekalipun bertemu dengan keluarga. Pria asal Nigeria itu tak memiliki keluarga di Indonesia. Hingga kini, istri dan kedua anaknya tidak mengetahui dirinya berada di lapas. “Saya pamit bekerja,†kenang pria yang dijatuhi hukuman 16 tahun penjara karena kedapatan membawa sabu-sabu.
Stanley menolak dakwaan itu hingga kini. Dia mengaku telah dijebak temannya. Koper yang dititipkan si teman ternyata berisi sabu-sabu. Sebelumnya Stanley sudah diperingatkan sang istri agar tak perlu membawa koper temannya. Istrinya cemas di dalam koper tersebut ada barang haram, seperti marak di pemberitaan. Stanley dan istrinya sempat membongkar isi koper tersebut. Mereka hanya menemukan pakaian. Ternyata barang haram itu disembunyikan di celah roda koper. Stanley dicokok aparat keamanan di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang.
Paskah dan Natal bagi Maxi dan Stanley adalah puncak kerinduan mereka kepada keluarga dan kampung halaman. Maxi mengenang, sebelum masuk penjara, saat Paskah dia masih ikut arak-arakan salib di tanah kelahirannya. Maxi melempar pandangan ke atas ketika mengatakan, ibunya adalah orang yang mengantar dan menemani dia sampai ke lapas.
Sementara Stanley, masih merasa amat bersalah kepada istri dan kedua anaknya. Dia terpaksa meninggalkan istrinya berjuang sendirian merawat putra-putri mereka yang masih berusia delapan dan empat tahun. Stanley berjanji kepada ayahnya akan membesarkan buah hati mereka.
Kerinduan yang terpendam lama bisa berubah jadi luka. Dinding-dinding sel menjadi saksi penderitaan Stanley memendam rindu kepada orang-orang tercinta. Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Jakarta (Vikjen KAJ) Romo Samuel Pangestu, di hadapan ratusan warga binaan dan lebih dari dua puluh anggota Komunitas Kasih Tuhan yang berkumpul di Gereja Jemaat Petrus, mengatakan, semua yang ada di sini merupakan orang-orang yang terluka.
Dalam khotbah Misa Kamis Putih di Lapas Cipinang, 24/3, Romo Samuel berharap, jangan sampai luka-luka ini terulang dan menyakiti diri sendiri dan keluarga yang ditinggalkan. Romo Samuel menginginkan semua orang menyadari kesalahan, bertobat, saling melayani, dan mengasihi. “Tak hanya menjadi komunitas terluka, tetapi mesti menjadi penyembuh,†kata Romo Samuel.
Sebelum memimpin Perayaan Ekaristi, Romo Samuel memberkati dan meresmikan Gua Maria Bunda Penolong Abadi yang berada di depan gereja lapas. Ketua Komunitas Kasih Tuhan Vincentius Sutanto bersyukur, tahun ini ada Misa bagi warga binaan sejak Minggu Palma hingga Minggu Paskah. Bahkan para warga binaan juga menggelar tablo mengenang kisah sengsara Yesus pada Jumat Agung. Warga binaan yang beragama Katolik di lapas kelas 1 ada 20 orang.
Ingatan bersama
Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo memimpin Misa Pontifikal, di Gereja Katedral, Minggu 27/3. Dalam khotbah, Mgr Suharyo mengatakan, lilin Paskah selalu hadir setiap tahun dan pada tahun berikutnya selalu diganti dengan yang baru. Tiap lilin Paskah menandai tahun perayaannya. Hal ini mengisyaratkan agar ada kebangkitan terus-menerus dalam diri setiap umat.
Usai Misa, Mgr Suharyo menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu, sehingga umat Katolik dapat merayakan ibadah Paskah dengan baik. Mgr Suharyo kembali menekankan semangat pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, dalam rangka mengamalkan Pancasila seharusnya bangsa ini memiliki ingatan bersama tentang gerakan Kebangkitan Nasional, gerakan Satu Nusa Satu Bangsa dan Satu Bahasa, hingga mencapai Proklamasi Kemerdekaan. “Maka, ketika bangsa Indonesia berada dalam kesulitan apapun akan kembali kepada prinsip dasar Kebangkitan Nasional, Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, dan Pancasila,†kata Mgr Suharyo.
Pada Selasa ini, 29/3, Mgr Suharyo merayakan Paskah bersama warga binaan di Lembaga Permasyarakatan Salemba. Pastoral penjara, menurut Mgr Suharyo, merupakan salah satu tugas Gereja Katolik. “Tahun lalu, Paus Fransiskus merayakan Kamis Putih di penjara orang-orang muda dan mencuci kaki mereka. Ini menunjukkan keberpihakan Gereja bagi saudara-saudara yang kurang beruntung,†kata Mgr Suharyo.
Yanuari Marwanto/Marchella A. Vieba