HIDUPKATOLIK.com – Menonton Upin-Ipin menyenangkan karena melihat interaksi antara si kembar ini dengan teman sekolah, guru, keluarga, dan tetangga. Interaksi yang terjadi bukan tanpa masalah di antara mereka, kerapkali ditemui perselisihan, kejengkelan, bahkan kenakalan yang bersumber dari keingintahuan anak.
Perselisihan Upin-Ipin dengan temannya kerap terjadi dengan sederhana dan diselesaikan dengan cara sederhana pula, yakni diakhiri tawa di antara mereka. Ada Ehsan, Fizi, Mail, dan Jarjit serta Mei- Mei yang dari nama sudah dapat pula ditangkap bahwa mereka tak berasal dari satu rumpun Melayu, tetapi berasal dari etnis India dan Tionghoa.
Gemerlap Natal
Mal-mal merayakan Natal dengan menyajikan dekorasi meriah, penuh warna, serta menghadirkan konsep Natal ala negeri barat. Sejumlah mal mempresentasikan Natal dengan kemeriahan salju, dilengkapi ice skating, dan bermain bola salju, bahkan ada pula yang menghadirkan kisah Frozen dengan Olaf, Elsa, dan Anna.
Tentu saja, kehadiran salju saat Natal membangun kesan kuat bagi anak-anak yang tidak merasakan salju dalam kehidupan sehari-hari. Dan dengan mengutip biaya tertentu, anak-anak belajar merasakan salju. Bahkan, sebuah mal mengajak anak berimajinasi menjadi Elsa yang menyanyikan “Let it go, Let it go….”
Saat yang sama, mal juga mempresentasikan pesta diskon dan sale besar-besaran hingga mencapai 70 persen untuk menarik minat pengunjung. Kehadiran pesta diskon menjadi daya tarik utama bagi pengunjung yang berminat untuk mendapatkan barang dengan potongan harga yang lumayan memangkas pengeluaran. Natal menjadi peristiwa yang diwarnai dengan anak bermain dalam taman bermain dan orangtua sibuk berbelanja, atau kesibukan orangtua mendandani anak dengan warna-warni Natal.
Pada saat yang sama, Natal menjadi momentum yang diwarnai dengan gemerlap dan menjauhkan kita dari pesan Natal KWI PGI: “Berjumpa dengan Allah dalam Keluarga” (bdk Imamat 26: 12). Dewasa ini, masyarakat dihadapkan pada perubahan yang sedemikian cepat yang selain memberi manfaat juga menunjukkan akibat buruk dalam kehidupan keluarga.
Dalam pesan Natal bersama disebutkan ada banyak masalah keluarga yang masih perlu diselesaikan, seperti kemiskinan, pendidikan anak, kesehatan, rumah yang layak, kekerasan dalam rumah tangga, ketagihan minuman dan obat terlarang, serta penggunaan alat komunikasi yang tak bijaksana. Belum lagi, ada produk hukum dan praktik bisnis yang tak mendukung kehidupan, seperti aborsi, pelacuran, dan perdagangan manusia. Permasalahan ini mudah menyebabkan konflik dalam keluarga. Sementara itu, banyak orang cenderung mencari selamat sendiri; makin mudah menjadi egois dan individualis.
Natal seharusnya tak hanya berisi pesta pora dan gemerlap yang membujuk kita masuk semakin dalam pada perilaku konsumtif, tetapi mengajak kita untuk kembali kepada hakikat kekudusan keluarga. Seharusnya, keluarga semakin dituntut memberi teladan yang baik, benar, dan santun, sehingga tidaklah kita menirukan pertarungan yang tak patut di luar sana. Biarlah di luar sana ada gubernur tandingan yang didukung sekelompok orang yang mengeluarkan kata tidak pantas kepada sesama. Dan biarlah pula kita melihat di luar sana ada partai politik yang bertarung dalam persoalan legitimasi kekuasaan. Sesungguhnya, Natal mengajak kita untuk berbagi sukacita dalam keluarga menuju Allah.
Sama seperti Upin-Ipin yang dengan kesederhanaan mengajak kita merayakan kegembiraan dalam keluarga. Kita menjadikan Natal tahun ini sebagai masa berjumpa dengan Allah dalam keluarga. Dan keluarga, bagi Upin-Ipin, bukan hanya Opah dan Kak Ros, akan tetapi juga Mail, Fizim Ehsan, Mei- Mei, Jarjit, Cikgu, Atuk, dan segenap teman lain. Keluarga bukan hanya anak dan pasangan, tetapi semua keluarga besar bangsa Indonesia.
Puspitasari