HIDUPKATOLIK.com – Mula-mula, ia ingin menjadi seorang pengacara. Di tengah jalan, ia banting setir mendalami dunia seni peran. Ia menjadi sutradara dan telah menulis sekitar 400 naskah drama.
Rambutnya panjang terurai menyentuh bahu. Senyum kerap menghiasi wajahnya. Venantius Vladimir Ivan Pratama namanya. Ia kerap disapa Ivan. Pria kelahiran Jakarta, 14 April 1983 ini berperawakan mirip dengan sosok Yesus. Tak ayal, ia didaulat berperan sebagai tokoh Yesus dalam drama Kisah Sengsara menjelang Paskah 2001. Kala itu, ia sedang kuliah di Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta. Ivan memang giat dalam kegiatan ekstrakurikuler teater di kampus.
Usai memerankan tokoh Yesus, banyak teman dan kerabat memuji penampilannya. “Ivan begitu menghayati peran Yesus,” komentar rekan-rekannya. Ivan pun kian mencintai dunia seni peran ini. “Awalnya hanya iseng ikut teater. Tapi, setelah bermain, malah jadi ketagihan dan keterusan sampai sekarang,” ujar si sulung dari dua bersaudara ini.
Satu tahun berjalan, komunitas teater di kampus membutuhkan seorang sutradara. Rekan-rekannya memilih Ivan menahkodai komunitas seni peran ini. Ivan pun mengambil kesempatan dan kepercayaan ini. “Ada kesempatan menjadi sutradara, saya ambil saja,” ceritanya.
Ivan semakin keranjingan dengan dunia teater. Ivan terus bergelut dalam jagat seni peran. Ia pun menjadi sosok utama di balik layar pementasan teater dan drama musikal yang digelar paroki-paroki di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Dua dunia
Hukum atau teater? Dua pilihan ini hadir di hadapan Ivan. Setelah mendapat gelar Sarjana Hukum, Ivan memang meneruskan belajar di program pasca sarjana bidang hukum di Universitas Taruma negara Jakarta. Tapi, dunia teater tak ia lepas kan. Ia seperti berpijak di dua dunia yang berbeda.
Lambat laun, Ivan sadar, ia tak mungkin menjalani dua bidang ini secara bersamaan. Ivan harus memilih satu. “Dulu, saya memang ingin sekali menjadi pengacara. Saya pikir, dunia hukum dan teater bisa dijalanin bersama. Tapi, setelah dijalani ternyata tidak bisa!” ujarnya. Maka, setelah belajar di program pasca sarjana hukum, Ivan memilih teater sebagai jalan hidupnya. “Ilmu hukum tetap menjadi pengetahuan bagi saya,” imbuh umat Paroki St Antonius Padua Bidaracina, Jakarta Timur ini.
Di balik pilihan itu, Ivan menyadari bahwa secara ekonomi, dunia pengacara lebih menggiurkan, daripada menjadi seorang seniman. “Saya memilih teater, karena senang, ada passion, dan fun.Meski, dunia seni peran inu identik dengan penghasilan yang minim,” tandas pria yang gemar menonton pertunjukkan Teater Koma ini.
Lantaran kecintaan kepada dunia teater, kadang Ivan rela tak dibayar. Yang terpenting bagi Ivan, ia bisa melatih dan berbagi ilmu seni peran. Setiap hari, ia melatih teater di tiga hingga lima tempat. Ia pun selalu pulang ke rumah menjelang tengah malam.
Pilihan hidup
Perlahan tapi pasti, Ivan terus belajar perihal teater. Ivan juga mulai melatih kelompok teater di berbagai sekolah, universitas, bahkan paroki-paroki di KAJ. Sebagai pelatih, Ivan sering didaulat menjadi sutradara dan penulis naskah drama. Ivan pernah menjadi sutradara dan penulis naskah di beberapa pementasan teater yang dimainkan di Paroki St Anna Duren Sawit, Paroki St Ignatius Loyola Jalan Malang, Paroki St Bonaventura Pulomas, Paroki St Andreas Kedoya, Paroki Katedral St Perawan Maria Diangkat ke Surga Jakarta, Paroki Kalvari Lubang Buaya, Paroki St Theresia Menteng, Paroki St Yakobus Kelapa Gading, Paroki St Thomas Rasul Bojong, Paroki St Matius Rasul Kosambi Baru, St Lukas Sunter, dan yang lain.
Paskah 2014 menorehkan pengalaman berharga bagi Ivan. Ia harus melatih drama Kisah Sengsara Yesus di sembilan paroki di KAJ. Ivan pun mesti membagi waktu. Namun, jadwal pementasan drama ini bersamaan, saat Jumat Agung. “Akhirnya saya memilih mendatangi satu paroki saja,” kisah Ivan ketika ditemui di sela-sela melatih drama musikal “Sebuah Lagu Natal-Christmas Carol” di auditorium Gereja Maria Bunda Karmel Tomang, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.
Sebagai sutradara dan penulis naskah drama Ivan bertugas menciptakan dan mengarahkan adegan dalam pementasan drama. Penokohan merupakan hal penting dalam mencipta sebuah pentas drama. Ivan kadang melihat karakter-karakter orang di mana pentas drama akan digelar. Karakter tersebut bisa menjadi ide untuk membangun penokohan dalam naskah dramanya. Selain itu, ia juga menimba ide dengan membaca, menonton film, dan yang lain.
Ivan juga memiliki ciri khas saat melatih dan menjadi sutradara pementasan drama. Bagi Ivan, eksplorasi pemain terhadap peran yang dimainkan amat penting. “Sebagai sutradara, saya tidak kaku dengan naskah. Eksplorasi peran para pemain justru menjadi kunci utama. Butuh keaktifan para pemain,” ujar pria yang telah menulis naskah drama sebanyak 400-an ini.
Ivan percaya, seni peran adalah pilihan hidup yang tepat. Bagi dia, teater adalah nafas dan jantung hidup. “Saya menjalani dunia teater dengan sepenuh hati. Saya autodidak. Tapi, kalau gagal, ya tidak putus asa. Belajar, lalu bangkit lagi!”
Venantius Vladimir Ivan Pratama
TTL : Jakarta, 14 April 1983
Orangtua : Y. Arief Biantoro W.P. (alm) dan L. Nur Indrawati W.P.
Adik : Ryan W.P.
Pendidikan:
• S-1 Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
• S-2 Fakultas Hukum Universitas Tarumanegera Jakarta
Sutradara:
• Teater Katak Universitas Multimedia Nusantara
• Teater Fakultas Sastra Inggris Universitas Bina Nusantara
• Teater Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
• Teater Universitas Tarumanagara Jakarta
• Teater STIKS Tarakanita
• Teater Pelita Harapan
• Teater SMU Marsudirini
• Teater SMU Tarsisius 1
• Teater SMU Bunda Hati Kudus
• Teater SMU Katolik Ricci I
• Teater SMUK Penabur 1 dan 3
Karya Drama:
• Kejatuhan Manusia (2009)
• Demi Cinta (2010)
• Cinta, Mukjizat Sejati (2010)
• Via Dolorosa (2010)
• Bapa Kami (2010)
• Pintu Surga (2011)
• Adrian (2011)
• Agrippina (2011)
• 100% Katolik Indonesia (2011)
• 3 Orang Majus (2011)
• Raja Damai (2012)
• Joyful Christmas (2012)
• Golgota (2013)
• Cermin (2013)
• Dokter Gadungan (2014)
• Satiraah (2014)
• Raja Cilik (2014)
Aprianita Ganadi