HIDUPKATOLIK.com – Kalau menyimak Kej 10:5, bukankah sudah dikatakan bahwa masing-masing bangsa mempunyai bahasa sendiri, bahkan sebelum terjadi pengacauan bahasa pada peristiwa menara Babel? Mana yang benar?
Adam Soencahya, Malang
Pertama, kisah menara Babel tidak bermaksud menjelaskan alasan terjadi bahasa-bahasa yang berbeda di dunia. Penempatan kisah menara Babel ini menyampaikan pesan iman, yang baru bisa dimengerti jika kita mengetahui proses dan perkembangan Kej 11.
Kedua, pendekatan literer menemukan, kisah menara Babel tersusun atas dua kisah berbeda yang dirajut sedemikian rapi. Kisah pertama mengungkapkan kekaguman dan antusias untuk membangun kota, lambang peradaban dan kemajuan manusia. Sedangkan kisah kedua menceriterakan usaha bangsa yang setia beribadat membangun menara yang disebut Ziggurat. Kedua kisah ini berasal dari Mesopotamia, mungkin di Babilonia, karena mereka menggunakan batu bata dan ter gala-gala untuk membangun. Orang Palestina tidak mengenal batu bata yang dibakar di bawah matahari dan juga ter gala-gala atau plester (ay 3). Kedua kisah ini tidak mengisahkan hukuman Allah atau pengacauan bahasa.
Ketiga, Babilonia adalah kota yang sejahtera, mengesankan, dan indah. Kota ini terkenal bukan hanya karena bangunan-bangunan yang megah, tapi juga karena di kota ini tinggalkan banyak suku bangsa yang disatukan perdagangan, hidup bersama, dan saling memperkaya satu sama lain dengan kebudayaan masing-masing. Monumen yang terkenal antara lain ialah Menara Ziggurat, yang mereka sebut etemenanki, “fondasi surga dan bumi”.
Kebesaran Babilonia memunculkan banyak cerita, terutama tentang kota dan Menara Ziggurat. Suku Bedouin yang nomaden di padang pasir membuat kisah tentang kota dan menara itu. Mereka menafsirkan kehidupan dalam kota besar itu dengan berbagai bahasa sebagai hukuman dari Allah. Suku Bedouin inilah yang mengawali kisah tentang Babilonia dengan mengubah yang dulu adalah ungkapan iman menjadi ungkapan penyembahan berhala dan pertentangan. Kisah itu akhirnya berbunyi bahwa orang Babilonia berusaha membangun Menara Ziggurat untuk dewa-dewa mereka, tapi kemudian meninggalkan karena campur tangan Allah lebih kuat mengacaukan.
Keempat, kisah suku Bedouin itulah yang diambil alih Israel ketika mereka tiba di Palestina dan disatukan dengan kisah rakyat mereka serta menjadi bagian tradisi lisan Yahudi. Allah yang menghukum itu diberi nama Yahweh (ay 5).
Sekitar tahun 950 sebelum Masehi, saat pemerintahan Raja Salomo, seorang penulis tak dikenal dari aliran Yahwist menyusun halaman-halaman pertama kitab Kejadian. Ia mengambil alih kisah rakyat ini dan menempatkan sesudah kisah Nuh. Dengan demikian, kisah menara Babel ini mendapatkan arti yang lebih mendalam.
Apa tujuan dari penulis? Bab 2-3 dikisahkan kejatuhan pasangan suami istri ke dalam dosa dan karena itu menderita karena memisahkan diri dari Allah. Kisah menara Babel menunjukkan hal yang serupa, yaitu komunitas sosial dan politis menjadi tercerai- berai karena mereka menyimpang dari Allah dan tidak memperhitungkan Allah dalam pekerjaan mereka. Inilah pesan rohani yang sangat jelas, yaitu tidak ada komunitas yang akan bertahan jika rakyat mengabaikan Allah dalam pekerjaan dan kegiatan mereka. Akibatnya cukup serius, yaitu perpecahan dan pertentangan. Mereka tidak akan mengerti satu sama lain dan pekerjaan mereka tidak akan terselesaikan.
Kelima, peristiwa Pantekosta (Kis 2) dikaitkan dengan menara Babel. Dalam kisah Pantekosta, Roh Kudus turun atas para Rasul dan mendorong mereka untuk bertindak sesuai dengan rencana Allah. Hal ini berlawanan peristiwa menara Babel, yaitu bangsa-bangsa yang bekerja melawan Allah, sehingga Allah turun untuk mengacaukan bahasa mereka. Kehadiran Roh Kudus membuat mereka bisa saling mengerti (Kis 2:6). Keharmonisan dan keberhasilan tercapai ketika kita bertindak mengikuti kehendak Allah..
RP Petrus Maria Handoko CM