HIDUPKATOLIK.com – Jaya Suprana akan mengumpulkan filsuf se-Indonesia. Kali ini bukan untuk memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), tapi untuk mencari sosok filsafat yang khas Bumi Nusantara. Ia menggandeng Romo Frans Magnis- Suseno SJ.
Jaya Suprana berencana menggelar Simposium Internasional Filsafat Indonesia (SIFI) 2014 pada Jumat-Sabtu, 19-20/9. Untuk itu, ia menggandeng Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta Prof Frans Magnis-Suseno SJ. “Ah, saya kenal baik dengan Romo Magnis. Ia adalah guru, sahabat, idola dan sosok yang inspiratif bagi saya,” ujarnya spontan ketika mendengar nama STF Driyarkara disebut. Pria kelahiran 27 Januari, 65 tahun silam ini pun kerap hilir mudik di kampus STF Driyarkara. Tanpa canggung, sosok bertubuh tambun ini bertegur sapa dengan para dosen serta mahasiswa di kampus STF Driyarkara.
Jaya mengaku, banyak kalangan memberikan tanggapan tak positif terhadap acara SIFI. “Ya, pasti ada yang berkata, acara ini akan mubazir, tetapi saya tidak peduli. Saya siap ditertawakan, dicemooh, dan dikritik gara-gara ide simposium filsafat ini,” ujar jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) ini ketika ditemui beberapa waktu lalu.
SIFI 2014 mengambil tema “Mencari Sosok Filsafat Indonesia” akan digelar di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Melalui perhelatan ini, Jaya melontarkan asa, agar para pemikir Indonesia semakin dikenal di mata internasional. “Acara ini tidak akan berhenti, akan terus berlanjut. Namanya juga mencari, pasti akan terus-menerus dan diperbarui. Proses mencari itu akan selalu mengalami percobaan dan kegagalan,” ujarnya.
Jaya berharap, hasil dari simposium filsafat ini akan berguna dalam jangka panjang, terutama untuk menggali kekayaan pemikiran filsafat di Indonesia. Pria yang pernah mengenyam pendidikan seni musik di Musikhochschule Muenster dan Folkwanghochschule Essen, Jerman ini, berencana membukukan seluruh hasil simposium fisafat ini. Buku tersebut juga akan dipamerkan dalam Frankfurt Book Fair 2015.
Jamu dan rekor
Selama ini, Jaya Suprana dikenal sebagai seorang pengusaha, pembawa acara televisi, komposer, dan pemain piano. Semasa muda juga dikenal sebagai kartunis dan penulis. Ia lahir di Denpasar, Bali, tapi kemudian diasuh oleh pasangan suami istri Lambang dan Lily Suprana. Ia pun besar dan tumbuh dalam lingkungan keluarga Jawa.
Setelah menyelesaikan studi seni musik di Jerman, ia mulai menciptakan musik sendiri. Di samping itu, ia juga menjadi presenter Jaya Suprana Show, sebuah tayangan televisi berbentuk talkshow. Selain aktivitas musik dan seni, Jaya juga menjabat sebagai Presiden Direktur di PT Jamu Jago, perusahaan jamu herbal dan tradisional yang cukup terkenal di Indonesia. Sebelum menjabat presiden direktur, ia pernah berkarya sebagai direktur marketing di perusahaan yang sama. PT Jamu Jago merupakan perusahaan milik keluarganya. Jaya juga menjadi ketua komisioner perusahaan yang berpusat di kota Semarang, Jawa Tengah.
Aktivitas Jaya tak berhenti di situ. Ia juga mendirikan sebuah pencatatan rekor terkemuka di Indonesia melalui Museum Rekor Indonesia (MURI). Dan hingga kini, ia menjabat sebagai Direktur MURI. Selain jiwa bisnis dan seni yang kental, Jaya juga membagikan dirinya untuk karya-karya sosial dengan mendirikan panti asuhan.
Kemropok
Beberapa tahun lalu, Jaya sukses menggelar konser “Laskar Musik Indonesia Pusaka” di Elisabeth Murdoch Hall Melbourne Recital Centre, Australia. Konser yang melibatkan 54 musisi Indonesia ini mampu menarik mata dunia melalui tembang-tembang asal Indonesia. Niatan itulah yang kini ia genggam. Tekad untuk mengenalkan budaya, seni, dan pemikiran yang khas Indonesia. “Masak kita kalah dengan Korea. Buletin kebudayaan Korea bisa dipajang di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan menggunakan bahasa Indonesia. Gila kan!” ujarnya serius.
Dari keberhasilan, keheranan, dan keprihatinan inilah, muncul energi dalam diri Jaya untuk terus berkarya mengharumkan nama bangsa. Jaya memberi nama energi itu, kemropok, sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti geregetan atau geram. Berkat kemropok inilah, Jaya merasa gelisah dan terdorong untuk mengadakan simposium filsafat. “Orang Indonesia itu seringkali memiliki cara pandang yang keliru, maka saya ciptakan kelirumologi. Nah ternyata, kelirumologi itu akarnya adalah filsafat,” ungkapnya.
Jadi, menurut Jaya, filsafat harus terus digali, terutama dicari yang khas Indonesia. Untuk mencari jawaban atas filsafat yang khas Indonesia, Jaya akhirnya termotivasi mengadakan SIFI 2014. “Ide simposium ini pasti mendapat kritik. Tetapi dulu kan Soekarno dan Hatta juga dikritik sebagian orang mengenai ide kemerdekaan Indonesia,” tutur pria berkepala plontos dan berkacamata ini.
Penyelenggaraan SIFI 2014 ini melibatkan tim dari MURI, para donatur, serta dukungan dari para pemikir Indonesia. Untuk pendanaan acara ini, Jaya memiliki modal yang diberi nama “Modal Belas Kasihan”. Dalam rencana, SIFI 2014 ini juga akan dihadiri Presiden RI Terpilih Joko Widodo alias Jokowi. “Jika tak ada halangan, beliau menyanggupi datang, karena melihat wajah saya yang memelas,” ujarnya sembari tertawa lepas.
Jaya Suprana
TTL : Denpasar, 27 Januari 1949
Istri : Aylawati Sarwono
Pendidikan:
• Musikhochschule Muenster dan Folkwanghochschule Essen, Jerman
Pekerjaan:
• Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia
• Pendiri Yayasan Pendidikan Seni “Jaya Suprana School of Performing Arts”
• Pimpinan PT Jamu Jago
Penghargaan:
• Freundeskreis des Koservatoriums Munester, Jerman
• Penghargaan Kebudayaan: Budaya Bhakti Upapradana
• Best in Personal Computing Award 1995 dari Apple Macintosh Inc
• The Best Executive Award 1998
• Penghargaan bidang lingkungan hidup: Sahwali Award 1997
• Duta Kemanusiaan Palang Merah Indonesia (1991-1992)
• Tokoh Humor Nasional 1996 pilihan pembaca Majalah Humor
Fr. Y. Mega Hendarto SJ
HIDUP NO.37, 14 September 2014