HIDUPKATOLIK.com – Umat Muslim punya cara pandang yang berbeda dengan umat Katolik, tentang bagaimana memandang Kitab Suci. Tak heran, pertanyaan mereka sering mengagetkan. Tetapi, sebenarnya Taurat, Injil, dan Alquran punya kesamaan pesan.
Sebagai orang Katolik, kita mungkin suatu saat dikejutkan oleh aneka pertanyaan yang diajukan teman kita yang beragama Islam. Misal, “Mengapa Injil berjumlah empat? Bukankah seharusnya hanya ada satu saja yang asli? Kalau Kitab Suci Kristen adalah Sabda Tuhan, mengapa banyak digunakan nama pengarangnya: Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dsb? Lukas, sebagai contoh, adalah pengarang Injil Ketiga yang tak pernah bertemu Yesus secara pribadi, apakah ia memiliki kredibilitas sebagai penulis Injil dan pembawa Kabar Gembira?”
Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin mengagetkan. Mengapa pertanyaan semacam itu muncul? Perasaan heran ini sedikit demi sedikit akan dipahami jika kita tahu apa yang mereka pikirkan sebagai orang Muslim yang memiliki cara pandang tersendiri.
Beberapa Perbedaan
Aneka pertanyaan itu didasarkan pada pemahaman dan asumsi ajaran Islam tentang Alquran, Kitab Suci mereka. Alquran adalah kalām Allah (Sabda Allah) yang diturunkan secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Naskah Sabda yang diterima adalah satu dan asli, tanpa pernah melibatkan campur tangan dan pemikiran manusia di dalam nya. Komunitas Muslim tradisional menganggap, isi dan pesan Alquran sudah sempurna. Membaca Kitab-kitab suci lainnya tidak mendesak dan sekunder saja.
Islam menganggap hanya ada satu kitab abadi yang disebut “Ibu dari segala Kitab” (Umm al-kutūb) (Ali Imran: 7; Ar Ra’d: 39; Az Zukhruf: 4). Umm al-kutūb adalah Firman Allah yang tak pernah diubah dan tersimpan dalam al-lauh almahfuz (tempat yang terjaga) (Al Buruuj: 22). Suatu saat, Kitab asli ini diwahyukan kepada Musa (Taurat), Daud (Mazmur) dan Isa/Yesus (Injil), dan akhirnya, Muhammad (Alquran). Taurat, Injil, dan Alquran punya kesamaan pesan: peringatan agar manusia menyembah Allah yang satu dan benar dan tak boleh menyetarakan Dia dengan wujud yang lain. Inilah ajaran Tauhid yang menjadi inti teologi Islam.
Islam menganggap, ketidaksesuaian antara Kitab Suci Kristen dan Alquran disebabkan oleh kesalahan orang Kristen di masa lalu yang tidak setia menjaga keasliannya. Oleh karena itu, para ilmuwan agama Islam bertanya-tanya, “Bagaimana mungkin Taurat dalam Perjanjian Lama di tulis Musa, jika di sana ada laporan tentang kematiannya sendiri (Ulangan 34:5–8)?” Demikian pula Injil yang ditulis oleh empat orang berbeda yang tak pernah bertemu langsung dengan Yesus, membuat mereka bertanya-tanya. Dalam penulisan hadis mutawatir (sahih), perkataan Nabi harus berada dalam sebuah rangkaian cerita yang tidak terputus hingga pencerita pertama, di bawah kondisi di mana para pencerita tidak mungkin berdusta.
Sebaliknya, beberapa pakar teologi Islam mempercayai keaslian dan kebenaran Injil Barnabas yang membela dan membenarkan Alquran. Taurat, menurut anggapan mereka, juga memberikan sinyal kedatangan Nabi Muhammad: “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, seperti aku ini, akan dibangkitkan bagimu oleh Yahwe Allahmu. Dialah yang hendaknya kaudengarkan” (Ulangan 18:5). Bahkan Injil Yohanes juga dianggap mendukung petunjuk ini, “Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu” (Yohanes 14:26).
Klarifikasi
Terhadap cara pandang dan kritik komunitas Muslim itu, teologi Kristen memiliki cara dan isi berargumen tersendiri. Berbeda dengan cara kaum Muslim memandang Alquran, umat Kristen memandang dan mendalami Kitab Suci tidak dengan cara memeriksa ‘kata demi kata’. Firman Allah terutama terungkap melalui pesan yang hendak disampaikan pada sebuah peristiwa dalam Kitab Suci. Misalnya, Kitab Keluaran yang mengisahkan pembebasan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir. Yang paling uta ma bagi kita adalah pesan yang hendak di sampaikan, yakni keberpihakan Allah kepada manusia.
Demikian pula berbagai ilustrasi dan kisah dalam Perjanjian Baru yang menyampaikan Yesus Kristus sebagai Sabda Allah untuk semua bangsa. Meski masing-masing Injil dalam Perjanjian Baru memiliki pesan dengan tekanan yang berbeda-beda. Dalam kepercayaan iman Kristen, kita berjumpa dengan Firman Allah di dalam Kitab Suci. Ia menyampaikan diri-Nya dalam bahasa dan konteks manusia pada periode waktu tertentu. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa ada perbedaan dan variasi dalam Perjanjian Lama dan Baru. Wahyu yang satu dan sama diungkapkan dengan cara berbeda disesuaikan dalam waktu dan tempat yang beranekaragam.
Kitab Suci Kristen ditulis dan dihimpun setelah melewati periode pewarisan lisan. Inilah yang disebut Tradisi dalam Gereja. Tradisi dijelaskan sebagai penghadiran kembali pesan Yesus, diturunkan oleh komunitas Kristen dari waktu kewaktu, mula-mula dalam bentuk lisan kemudian secara tertulis. Kita percaya, para penulis mendapatkan ‘inspirasi’ dari Allah sendiri.
Persamaan dan Perbedaan
Umat Muslim juga familiar dengan kata Tradisi dalam proses penulisan Kitab Suci. Sebagaimana Kitab Suci Kristen di mulai dengan tradisi lisan, demikian pula Alquran. Proses terbentuknya Alquran dimulai dengan tradisi lisan yang kemudian dikumpulkan menjadi buku. Alquran mengalami proses itu segera dan langsung. Nabi Muhammad menyampaikan secara lisan ayat demi ayat pada sahabat-sahabatnya. Proses ini memiliki makna yang signifikan. Sejak zaman Nabi Muhammad, para penghafal lisan ayat-ayat Alquran (al-Huffaz) memiliki peranan yang tak kurang wibawanya di bandingkan dengan para pencatat yang menuliskan ayat-ayat tersebut. Dalam Islam, penjelasan bagaimana ayat demi ayat itu dipelihara dan dijaga adalah sangat penting. Dalam sejarah agama-agama, kerap Alquran dipandang sebagai prototipe Kitab Suci tertulis.
Greg Soetomo SJ
HIDUP NO.37, 14 September 2014
Comment:
misi Yesus bukan untuk segala bangsa, tetapi terbatas kepada bangsa Israel saja
Well I sincerely enjoyed studying it. This article offered by you is very helpful for proper planning.