HIDUPKATOLIK.com – Saat ditahbiskan sebagai Uskup Sintang, Mgr Agustinus Agus memilih moto penggembalaan Instaurare omnia in Christo – Semuanya dipersatukan dalam Kristus (Ef.1, 10). Semangat ini pula yang akan ia bawa di Keuskupan Agung Pontianak. Moto ini mengandung makna seorang pemimpin terpanggil mewujudkan Gereja sebagai sakramen keselamatan dan menjadi tanda serta sarana persatuan antara umat manusia dengan Allah dan manusia dengan sesama.
Tempayan Tajau atau Bejana
Tempayan tajau adalah wadah menyimpan barang-barang yang berharga, mulia atau bernilai tinggi. Dalam adat Dayak, tempayan tajau bisa menggantikan “tubuh manusia”. Gereja Katolik terpanggil menjadi “tajau atau bejana”, tempat yang indah dan aman.
Tongkat dengan buah tengkawang
Tongkat bukan lambang kekuasaan, tapi simbol kegembalaan yang membawa keselamatan dan kesejahteraan, yang dilambang dengan buah tengkawang.
Bola dunia dan burung enggang membawa panah
Gereja Keuskupan Agung Pontianak tak terpisahkan dari Gereja Universal yang dilambangkan dengan “bola dunia” dengan tetap mengakar dan tumbuh berkembang dalam Gereja setempat yang memiliki kekhasan sendiri. Kekhasan ini dilambangkan dengan “burung enggang”, ikon masyarakat Kalimantan Barat, dan tanda panah “garis khatulistiwa”, karena Pontianak terletak di garis khatulistiwa.
Tanggui berhiaskan bulu burung enggang dan burung ruai
Burung Enggang melambangkan “dunia atas”. Burung ruai adalah burung terindah di Kalimantan. Bentuk tanggui menyerupai soli deo, topi kecil uskup. Uskup sebagai pemimpin yang memperoleh kekuasaan dari Allah, sebagai “hamba Allah” yang tertahbis, dipanggil menggembalakan umat dengan penuh kasih, keindahan, dan kerendahan hati.
Tali bersimpul hijau
Lambang hirarki Gereja dalam tingkat uskup agung. Seorang uskup adalah penerus karya para rasul yang diutus Allah untuk mewartakan kabar sukacita. Ini juga lambang dari kesediaan uskup dalam kesatuan dengan para rasul, untuk diikat dan dituntun Allah.
Tujuh manusia bergandengan dalam tempayan
Simbol keanekaragaman anggota Gereja dan masyarakat yang dilayani, tanpa membeda-bedakan. Tujuh adalah angka sempurna atau tak terbatas. Kehadiran Gereja harus dirasakan semua orang.
Celtus Jabun/Y. Prayogo
HIDUP NO.35, 31 Agustus 2014