HIDUPKATOLIK.com – Kawasan ziarah Sendangsono ditata ulang. Diharapkan, penataan ini mampu memberi manfaat bagi perkembangan iman para peziarah, serta membawa berkah bagi warga sekitar.
Ide penataan kawasan ziarah Gua Maria Lourdes Sendangsono muncul sejak 2012 lalu. Kala itu, Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro bersama keluarga berziarah ke Sendangsono. Ia menjumpai sebagian sarana ziarah rusak. Yusgiantoro pun mengusulkan agar dilakukan penataan ulang tempat ziarah yang berada di Kelurahan Banjaroya, Kalibawang, Kulonprogo, DI Yogyakarta ini.
Dengan dukungan para donatur dan berbagai pihak, proses penataan ulang kawasan Sendangsono dimulai. Pada Oktober 2012, dibentuk Panitia Penataan Sendangsono (PPS) yang diberkati Uskup Agung Semarang Mgr Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta. Dua bulan kemudian, Minggu, 16 Desember 2012, digelar acara peletakan batu pertama renovasi kawasan Sendangsono oleh Menteri Purnomo Yusgiantoro, penanaman pohon Kalpataru oleh Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan penebaran benih ikan oleh Wakil Bupati Kulon Progo Sutedjo. Hari itu juga memperingati 108 tahun pembaptisan pertama di Sendangsono.
Padusan
Penataan ulang kawasan ziarah Sendangsono ini meliputi Gereja Paroki St Maria Lourdes Promasan, rute ibadah Jalan Salib termasuk perbaikan jalan dan pembuatan taman, serta pembangunan padusan atau tempat mandi, cuci kaki, serta cuci tangan, sebelum beranjak menuju Gua Maria yang jaraknya sekitar 1,3 kilometer. Menurut Ketua Bidang Umum Panitia Penataan Sendangsono yang juga Pastor Rekan Paroki Promasan RD Antonius Wahadi, panitia juga sedang merancang lahan parkir dan pembangunan pastoran Paroki Promasan di lahan yang baru.
Satu sarana ziarah baru yang juga dibangun adalah padusan. Padusan ini, menurut koordinator pelaksana Gregorius Sujarwo, dibangun di area seluas 2500 meter persegi. Padusan ini dibangun tak jauh dari Gereja Promasan. Di kawasan padusan ini, juga dilengkapi Taman Doa Peziarah untuk mendaraskan doa Rosario. Luas taman doa ini sembilan kali sepuluh meter, sehingga mampu menampung sekitar 50 peziarah. Usai berdoa di taman ini, peziarah akan diantar melalui jalan yang dibuat sedikit berair menuju ruang basuh tangan dan kaki, serta cuci muka. “Jadi, ada tempat wudhu, seperti umat Islam sebelum ibadah salat,” papar Sujarwo.
Di kawasan padusan ini juga dibangun bilik-bilik tertutup bagi para peziarah yang ingin slulup atau berendam. Ukuran bilik ini dua kali dua setengah meter dengan kedalaman air kurang lebih 60sentimeter. “Bilik untuk perempuan dan pria dibangun terpisah,” imbuh Sujarwo.
Sumber air padusan ini diambil dari sumur sedalam 22 meter. “Sumur ini istimewa, karena saat dibor, air keluar tanpa disedot pakai pompa air. Dan ketika air dicek di laboratorium, ternyata kualitasnya lebih bagus dari air mineral, sehingga layak diminum,” kata Sujarwo.
Menyatu alam
Setelah dari membersihkan diri di kawasan padusan ini, para peziarah diharapkan lebih siap menjalani ibadah Jalan Salib yang menempuh rute 1,3 kilometer. Sepanjang rute Jalan Salib, peziarah disuguhi panorama yang asri. Di kanan dan kiri rute Jalan Salib, ditanami pohon buah-buahan, seperti durian, klengkeng, manggis, dan jeruk. Tanaman ini milik warga sekitar tempat ziarah. “Kami menghilangkan tanaman liar yang tidak produktif. Tahun depan, pemilik lahan ini sudah bisa memanen hasil buah-buahan itu. Ini juga untuk membantu perekonomian warga,” tutur koordinator pelaksana yang lain, Saguh Istiyanto Isaac Jagues. Selain itu, rute Jalan Salib juga ramah bagi peziarah yang telah berusia lanjut dan para difabel karena disediakan jalan untuk kursi roda.
Saguh memaparkan, penanam pohon di sepanjang rute Jalan Salib ini telah dilakukan sejak Februari 2014. Selain dilakukan penghijauan dengan tanaman keras, juga ditanami jenis tanaman musiman, seperti ubi jalar atau ketela rambat. “Jadi, mulai dari pemberhentian pertama sampai sebelum pemberhentian keduabelas, kami mencari lahan kosong yang tidak produktif, lalu kami tanami dan rawat dengan pengairan serta pemupukan. Selanjutnya pengelolaan tanaman akan kami serahkan kepada warga,” urai Saguh.
Penataan ulang kawasan ziarah Sendangsono ini tidak mengubah arsitektur di se kitar Gua Maria yang dibuat RD Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau Romo Mangun. Saat membangun tempat ziarah ini, Romo Mangun merancang agar kawasan ziarah ini menyatu dengan alam. Maka, dalam proses penataan ulang kawasna ini, panitia menetapkan tujuh dusun sebagai wilayah yang mendukung kelestarian sumber air untuk Sendangsono dan sekitarnya. Selain itu, ditanam pula pepohonan yang dapat menahan air. Panitia juga menerima bantuan 700 bibit pohon aren dari sebuah kelompok peduli lingkungan hidup dari Jakarta.
Bersama umat Islam
Proses penataan ulang kawasan ziarah Sendangsono ini melibatkan sekitar 300 warga sekitar, baik pria maupun wanita, juga mereka yang beragama Islam. “Masyarakat sekitar dilibatkan menjadi tukang, mengurus halaman, dan bersih-bersih,” ujar koordinator lapangan penataan kawasan Sendangsono, Yohanes Setiyanto.
Ika Puji Rahayu, seorang warga Dusun Semawung, Kelurahan Banjaroya ini turut ambil bagian dalam penataan kawasan Sendangsono. Ibu satu anak yang beragama Islam ini merasa bersyukur bisa ikut bekerja dalam membangun padusan di Sendangsono. “Saya kerja di sini jadi laden tukang batu sejak Juli 2013,” cerita Ika.
Sementara Lurah Banjaroya, Anton Supriyadi menuturkan, warga desa di sekitar tempat ziarah memiliki semangat toleransi yang tinggi. “Meski berbeda agama, mereka hidup berdampingan dan saling menjaga kerukunan,” ujarnya. Anton Supriyadi juga menyebutkan, tempat padusan yang dibangun mirip tempat wudhu yang ada di masjid. Anton Supriyadi mengatakan, “Bagi saya, Sendangsono adalah tempat favorit untuk tafakur, berdoa. Air sendang di sini juga diyakini masyarakat benar-benar memiliki khasiat.”
Semangat kerja sama dengan masyarakat dan umat beragama Islam juga dirasakan Romo Wahadi. Setiap kali berkeliling melihat proses pembangunan ini, Romo Wahadi selalu disapa dengan ramah oleh para pekerja. “Berkah Dalem, Romo!” Sapaan itu terdengar setiap kali Romo Wahadi berjumpa dengan para pekerja. “Rasanya senang boleh semakin dekat dan saling mengenal mereka, meskipun berbeda keyakinan,” kata Romo Wahadi.
Tenang beribadah
Kini, penataan ulang kawasan ziarah Sendangsono telah usai. Sepanjang rute Jalan Salib dari Gereja Promasan menuju Gua Maria Sendangsono tampak bersih dan nyaman. “Ketika berjalan malam hari atau beribadah Jalan Salib, akan terasa lebih nyaman. Saya sering berjalan sendiri ke Sendangsono, baik pagi maupun malam hari, sekarang terasa lebih khidmat,” cerita Romo Wahadi.
Beberapa peziarah pun merasakan hal yang sama. Skolastika Lanny Tannia yang berziarah bersama 23 rekannya dari Kelompok Senam Senja Indah Purwokerto, Jawa Tengah, terkejut tatkala melintasi rute Jalan Salib yang sudah berubah dan tertata rapi. “Saya kaget ketika melintasi Jalan Salib. Sudah berubah, sehingga saat berdoa membuat hati tenang,” ujar Lanny Tannia.
Hal serupa dirasakan Agustinus Hery, peziarah asal Paroki Hati Kudus Yesus Ganjuran, Bantul, DI Yogyakarta. “Saya pangling ketika melewati jalan utama di barat Gereja Promasan. Rute Jalan Salib jadi tampak asri,” ujar Agustinus yang berziarah bersama keluarga ini.
Setelah berjalan satu tahun lebih, proses penataan ulang kawasan ziarah Sendangsono telah selesai. Pada Senin, 16 Juni 2014, seluruh proses penataan ulang ini akan diresmikan. Dan para peziarah dapat menikmati wajah baru tempat ziarah Sendangsono.
Aprianita Ganadi
Laporan: H. Bambang S. (Yogyakarta)
HIDUP NO.24, 15 Juli 2014