HIDUPKATOLIK.com – Kesucian tidak berbicara tentang kesempurnaan, namun lebih dimaksudkan sebagai sebuah kesaksian bahwa hidup adalah suatu pergumulan dalam jalan yang disediakan Allah menuju kepada-Nya.
Jalan itu adalah jalan kesucian. Maka, pengukuhan orang kudus dalam Gereja Katolik tidak berbicara tentang kesempurnaan, namun lebih mau menunjukkan bahwa mereka telah bergumul dalam perjalanan hidup di dalam Allah, dalam menapaki panggilan akan kesucian. Panggilan menuju pada kesucian adalah panggilan untuk semua orang. Maka, orang-orang kudus di kukuhkan oleh Gereja untuk menjadi saksi bahwa kesucian bukanlah sesuatu yang mustahil dan kita semua dipanggil pula untuk itu. Dengan demikian, orang ku dus adalah teladan sekaligus saksi.
Gereja menyambut dengan sukacita bahwa dua putranya yang pernah menduduki takhta Santo Petrus diangkat kealtar Tuhan sebagai orang kudus: Yohanes XXIII dan Yohanes Paulus II. Berbicara tentang keduanya mau tidak mau pasti berbicara tentang Konsili Vatikan II. Yohanes XXIII yang berinisiatif dan membu ka Konsili Vatikan II. Sedangkan Yohanes Paulus II adalah Paus yang mencoba mewujudkan pesan konsili itu dalam perjalanan panjang Gereja menyongsong milenium III.
Iman dan Bimbingan Roh Kudus
Ketika Kardinal Angelo Giuseppe Roncalli terpilih sebagai Paus Yohanes XXIII, tidak ada orang yang menyangka akan ada kejutan. Tidak saja karena usianya sudah relatif tua, namun karena jejak masa lalunya tidak menyiratkan pe ngalaman dobrakan yang dibuatnya. Hal ini berbeda ketika Karol Wojtyla terpilih sebagai Paus Yohanes Paulus II. Orang langsung bertanya, pasti akan ada sesuatu yang baru dan mengejutkan. Maka, orang terkejut dan tidak menduga ketika Yohanes XXIII mengumumkan akan diadakannya Konsili Vatikan II.
Yang menjadi pokok alasan keputusan itu adalah kenyataan bahwa Gereja sedang berada dalam situasi perubahan dunia. Setiap perubahan memberi suatu tantangan. Tantangan bukanlah ancaman, namun peluang untuk makin setia pada semangat Injil dan semakin tersedia dalam mewartakan pesan Injil. Karena itu, pesan keterbukaan di sampaikan oleh Yohanes XXIII. Tantangan zaman tidak dihadapi dengan sikap pesimis dan kecurigaan, namun dalam optimisme akan kebaruan yang senantiasa dibawa oleh kabar gembira keselamatan kasih Allah. Pesan Injil perlu dibawa masuk kedalam dunia modern, demikian ungkap Paus saat membuka Konsili Vatikan II. Tidak mengherankan kalau Yohanes XXIII menempatkan konsili dalam arah pastoral, kehadiran dan kesaksian Gereja, dalam kesetiaan akan tugas pelayanan iman akan Kerajaan Allah di tengah dunia.
Yohanes Paulus II melanjutkan arah pastoral itu. Kata pertama yang diucap kannya ketika terpilih sebagai Paus adalah “buka pintu bagi Kristus”. Paus mengundang Gereja dan dunia agar membuka pintu bagi Kristus agar pesan dan karya penyelamatan-Nya semakin mewujud di dalam dunia. Tentu pesan itu tidak lepas dari gagasan mengenai ‘aggiornamento’ dari Yohanes XXIII. Gereja perlu membuka pintu keterbukaan agar disegarkan oleh perkembangan yang ada di dunia ini. Namun, keterbukaan tidak dilepaskan dalam kesetiaannya akan Injil dan tradisi.
Di dalam semua itu tampak bahwa ada kepercayaan akan bimbingan Roh Kudus. Kedua Paus tersebut memberi kesaksian iman bahwa perjalanan Gereja masih terus berlanjut, karenanya Gereja perlu terus-menerus mempercayakan perjalanan peziarahan hidupnya ke dalam terang Roh Kudus agar Gereja terus-menerus diperbarui, sehingga kesetiaannya sebagai tubuh Kristus semakin diwujudkan secara baru dan kreatif, agar supaya jati dirinya sebagai sakramen keselamatan Allah dan perutusannya untuk mewujudkan Kerajaan Allah semakin sungguh dijalankan.
Keduanya memberi kesaksian pula akan aspek universalitas Gereja. Yohanes XXIII, terutama dengan Konsili Vatikan II, menunjukkan wajah Gereja Katolik yang universal, tidak lagi berwajah Eropa-sentris. Yohanes Paulus II memperlihatkan aspek universalitas, terutama dengan kunjungan maupun sa paannya kepada seluruh umat Allah disegala penjuru dunia. Roh bertiup meng atasi segala batas dan sekat. Gerejapun dituntun oleh Roh Kudus memasuki jejaring yang semakin meluas dan berdialog dengan realitas yang semakin baru. Dan, itulah kenyataan iman Gereja, percaya akan terang bimbingan Roh Kudus yang terus menuntun Gereja senantiasa diperbarui dan memperbarui diri.
Beriman, Terbuka pada Dunia
Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri. Gereja adalah sakramen, tanda dan sarana keselamatan. Gereja ada karena diutus. Perutusan Gereja adalah perutusan di dunia. Karena itu, Gereja senantiasa diundang untuk masuk ke dalam dunia, ikut membangun serta memperbarui dunia. Gereja yang berpusat pada dirinya sendiri, bukanlah Gereja yang dikehendaki. Ciri misioner Gereja merupakan sesuatu yang melekat erat pada hakikat dirinya.
Yohanes XXIII saat membuka konsili menyebutkan bahwa Gereja adalah pula warga dunia. Kalau keberadaan dan ajarannya tidak memberi arti bagi dunia maka Gereja akan kehilangan kesetiaannya akan warisan iman yang di turunkan kepadanya sejak awal keberadaannya. Karenanya, Gereja perlu selalu memberi sumbangan bagi kehidupan masyarakat, sebab hal itu juga merupakan salah satu tanda dan wujud kesetiaannya pada Injil. Yohanes Paulus II menyatakan pesan yang sama. Akhirnya, Yohanes Paulus II mendapat sebutan sebagai Paus Ajaran Sosial Gereja. Lewat berbagai ajaran maupun keterlibatannya, ia mencoba me nunjukkan peran hakiki Gereja bagi perkembangan dunia dan sumbangannya bagi kehidupan.
Tidak hanya itu. Kedua Paus tersebut juga memperlihatkan bahwa dunia pun mengajarkan sesuatu pada Gereja. Perkembangan dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah sesuatu yang patut dihindari. Demikian pula dengan perkembangan pemikiran yang ada. Ada banyak hal yang positif terjadi di dunia ini, dan Gereja belajar dari semuanya itu. Memang ketika ada suatu per kembangan negatif yang terjadi, Gereja dipanggil untuk memberi kesaksian profetis atasnya.
Beriman dengan demikian menjadi seseorang yang terbuka, mau terus-menerus belajar dan berdialog, sehingga orang tidak lari dari dunia namun tetap berada dan masuk ke dalam dunia, sehingga dengan demikian semakin mampu diperbarui dan memberi kesaksian iman di dalam, serta di tengah dunia.
Pengukuhan Yohanes XXIII dan Yohanes Paulus II sebagai santo sebenarnya suatu pengakuan akan kesaksian iman yang diberikannya, di tengah pergulatan hidup yang dilaluinya dalam menapaki jalan kesucian. Kesucian adalah kesaksian tentang memupuk keterbukaan akan terang bimbingan Roh Kudus dan menyadari bimbingan Roh Kudus tersebut membawa masuk ke dalam dunia, sehingga kesaksian iman itu menjadi tanda akan karya keselamatan kasih Allah yang masih terus berlangsung hingga kini.
T. Krispurwana Cahyadi SJ
Penulis, dosen Kristologi-Trinitas, Fakultas Teologi, Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta
HIDUP NO.17, 27 April 2014