HIDUPKATOLIK.com – Orang Indonesia yang menjadi anggota dewan jenderal tarekat bertambah. Kebanyakan berkarya di kantor generalat di luar Indonesia. Peningkatan ini menunjukkan bahwa karya misioner Gereja Indonesia berkembang dengan baik.
Guna menelisik seluk-beluk generalat, HIDUP berkesempatan menemui mantan Superior Jenderal Serikat Misionaris Xaverian selama dua periode berturut-turut (1989-2001), RP Francesco Marini SX, di Wisma Xaverian Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat, 21/3. Berikut petikannya:
Apa itu generalat?
Generalat bisa diartikan sebagai rumah di mana direksi jenderal/pemimpin umum tarekat itu berada. Di rumah itu, pada umumnya selain direksi jenderal juga tinggal anggota dewan yang lain. Ada juga anggota dewan yang tidak tinggal di generalat tapi di daerah sebagai wakil daerahnya. Umpamanya wakil dari Asia, Afrika, atau Amerika Latin, mereka tetap tinggal di daerahnya dan dalam periode tertentu berkumpul dalam kapitel.
Yang bisa dikatakan sebagai generalat adalah rumah induk tarekat untuk seluruh anggota kongregasi di seluruh dunia yang mengatur cabang provinsi, regio, atau bagian-bagian dari kongregasi itu. Apabila tarekatnya belum diakui Takhta Suci maka rumah pemimpin umumnya belum bisa disebut generalat. Mereka memiliki pemimpin tapi hanya pada tingkat keuskupan.
Apa kualifikasi orang yang bisa terpilih dalam anggota dewan jenderal tarekat?
Untuk menjadi anggota dewan pada umumnya diatur dalam konstitusi tarekat masing-masing. Misalkan, harus sudah berkaul kekal sekian tahun atau sudah memiliki pengalaman dalam kehidupan kongregasi atau syarat lainnya. Tentu juga dipikirkan soal pendidikan, umur, pengalaman, karakter, juga diperhatikan apakah orang tersebut bisa menjadi wakil dari kelompok tertentu yang bisa bekerja sama dalam dewan direksi.
Apabila kongregasi tarekatnya bersifat internasional, mereka juga memikirkan suatu perwakilan para anggota. Umpamanya, jika suatu kongregasi mempunyai kelompok besar dari Amerika Latin dan Afrika maka bisa jadi ada salah satu dari mereka menjadi anggota dewan jenderal. Jadi, dimungkinkan salah satu dari antara mereka yang lebih mengenal kelompok besar itu menjadi wakil dalam dewan jenderal. Kalau dalam kongregasi itu memiliki tiga kelompok besar basis negara, bisa jadi ada tiga utusan dari tiga negara itu dalam direksinya.
Jika ada generalat yang pindah ke Indonesia, apa tanggapan Romo?
Generalat yang pindah ke Indonesia sulit dibayangkan, karena generalat menjadi tempat koordinasi karya tarekatnya di seluruh dunia. Pada umumnya mereka berkedudukan di Roma karena akan lebih mudah berhubungan dengan kongregasi dari Takhta Suci yang mengatur tarekat-tarekat dan mereka juga bisa lebih mudah bekerjasama dengan kongregasi lain. Oleh karena itu, hampir semua generalat berada di Roma. Tapi, hal itu bukan suatu keharusan, sebab ada generalat di Belanda, Belgia, India, dll.
Kesan Romo tentang bertambahnya orang Indonesia yang bergabung dalam dewan jenderal tarekat di luar Indonesia?
Indonesia bisa memberikan sumbangan yang sangat bagus. Orang Indonesia memiliki latar belakang kemajemukan budaya dan terbiasa menjaga keharmonisan. Indonesia memiliki tradisi keragaman yang sangat positif. Dan, saya kira sumbangan orang Indonesia bisa besar, karena pada umumnya karakter orang Indonesia yang begitu sederhana, terbuka, mudah bergaul, dan bisa saling menjaga hubungan harmonis dengan orang yang berbeda.
Jadi, karakter orang Indonesia saya kira tepat dan cocok bukan hanya menjadi wakil dari orang Indonesia, tetapi juga bisa menjadi penghubung dengan kelompok dan orang lain baik di tingkat direksi maupun ditingkat dasar dengan orang-orang dari kelompok lain. Bertambahnya orang Indonesia yang berkarya di generalat bisa menjadi indikasi bahwa Gereja Indonesia saat ini sedang maju, juga karya misionernya. Para misionaris dari tarekat di Indonesia saat ini juga sedang bertambah dan ini bagus dalam membangun Gereja Universal.
A. Nendro Saputro
HIDUP NO.14 2014, 6 April 2014