HIDUPKATOLIK.com – Sekolah Tinggi Pastoral (STP) St Agustinus milik Keuskupan Agung Pontianak berbenah administrasi, siap untuk menjadi perguruan tinggi negeri. STP ini didirikan untuk menjawab kekurangan guru Agama Katolik di Kalimantan.
Suasana kelas di kompleks STP St Agustinus Jalan Adisucipto KM 9,4 Sei Raya, Kubu Raya, Kalimantan Barat tampak tenang. Mahasiswa yang sebagian besar mengenakan jas almamater warna biru sibuk mengikuti proses belajar-mengajar. Mereka sebagian besar berasal dari pedalaman Kalimantan Barat. Setelah lulus, mereka kembali ke kampung halaman masing-masing untuk menjadi guru agama Katolik dan katekis. Kehadiran para katekis dan guru agama ini sangat membantu tugas-tugas pelayanan pastoral di paroki.
Kiprah STP St Agustinus membawa babak baru dalam hubungan Gereja Katolik Indonesia dengan pemerintah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia, sebuah sekolah tinggi pencetak calon guru agama Katolik secara bertahap statusnya akan berubah menjadi perguruan tinggi negeri. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Agama Katolik Kementerian Agama RI, Semara Duran Antonius mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pembentukan Tim Persiapan Penegerian STP St Agustinus Pontianak pada 11 Januari 2013.
Rekam jejak
Pada awalnya, di Kalimantan Barat belum ada sekolah yang mempersiapkan lulusannya menjadi guru agama Katolik dan tenaga pastoral awam. Padahal, umat Katolik Kalimantan Barat tersebar, dan sebagian besar tinggal di pedalaman. Menurut Ketua STP St Agustinus Andreas Muhrotein, keberadaan STP St Agustinus tidak terlepas dari UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
UU Sisdiknas mengamanatkan, semua peserta didik wajib mengikuti pendidikan agama sesuai keyakinan, kata Andreas, salah seorang pelopor berdirinya STP St Agustinus. Selain itu, Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menggariskan, seluruh guru wajib berlatar belakang pendidikan strata satu. Kendalanya, Gereja Katolik di Keuskupan Agung Pontianak belum memiliki institusi pendidikan jenjang strata satu. Sementara tingkat kebutuhan guru agama Katolik sudah sangat mendesak.
Medio Januari 2014, Andreas memaparkan kepada HIDUP bahwa pada Maret 2006, sebanyak 22 umat Katolik di Pontianak menggelar rapat untuk mempersiapkan hal-hal teknis pendirian sebuah perguruan tinggi yang secara khusus mendidik calon guru agama Katolik. Selang dua bulan, STP St Agustinus berdiri berdasarkan Surat Keputusan Uskup Agung Pontianak, Mgr Herculanus Hieronymus Bumbun OFMCap.
Dalam perjalanan waktu, Kementerian Agama menunjang kegiatan operasional STP St Agustinus, dalam bentuk pos bantuan. Tapi dalam perkembangannya, demi tertib administrasi dan semakin gencarnya pemberantas praktik korupsi, kolusi, nepotisme di lingkungan instansi pemerintah, Kementerian Agama semakin selektif dalam memberi bantuan. Demi kelangsungan hidup institusi Perguruan Tinggi Katolik, Dirjen Bimas Katolik mendorong penegerian STP Katolik di semua Keuskupan di Indonesia. Menanggapi tawaran itu, Mgr Bumbun mengajukan surat permohonan kepada Dirjen Bimas Katolik agar STP St Agustinus dijadikan Perguruan Tinggi Negeri.
Setelah itu, menurut Andreas, dukungan serupa mengalir dari Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, termasuk ormas Katolik, seperti Wanita Katolik Republik Indonesia, Pemuda Katolik, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia. Ia memaparkan, jika status STP St Agustinus menjadi perguruan tinggi negeri, biaya penyelenggaraan pendidikan dapat ditanggung negara. Namun, jika status STP St Agustinus tetap dibebankan pada pihak Gereja Katolik, biaya sekolah bagi para mahasiswa yang rata-rata berasal dari pedalaman Kalimantan Barat itu menjadi semakin mahal.
Saat ini STP St Agustinus telah mendapat bantuan dana dari pemerintah sebesar Rp 3 milyar untuk pengembangan infrastruktur, sehingga beban penyelenggaraan pendidikan yang harus ditanggung mahasiswa menjadi lebih ringan.
Program pendidikan
Sampai 2013, STP St Agustinus sudah empat kali mewisuda sarjana calon guru agama Katolik. STP St Agustinus memiliki program pendidikan S1 Kateketik Pastoral dan program S2 Teologi Katolik. Diperkirakan, saat ini Kalimantan Barat masih kekurangan guru sebanyak 1.000 lebih untuk jenjang SD hingga SMA.
Andreas menambahkan, dengan status negeri maka otonomi sekolah tidak bisa sepenuhnya dipegang oleh Gereja Katolik. Otonomi sekolah dipegang tiga institusi, yaitu sekolah, keuskupan, dan pemerintah. Namun, sebagai sekolah tinggi Katolik yang nantinya akan berkecimpung di dalam kegiatan pastoral dan pendidikan Agama Katolik, tentu ilmu yang diajarkan tidak lepas dari mata kuliah teologi dan filsafat agama Katolik.
Selain itu ada mata kuliah khas, yakni Kuliah Kerja Nyata, di mana mahasiswa diajak untuk menyebar ke paroki-paroki dan stasi-stasi di pedalaman dalam jangka waktu beberapa bulan. Mereka praktik mengajar di sekolah-sekolah Katolik di pedalaman sekaligus belajar berpastoral. Mereka melakukan turne ke wilayah-wilayah pedalaman dengan memberi renungan, memimpin ibadat, serta mengajar agama Katolik kepada umat Katolik. Melalui program ini, setelah lulus mereka diharapkan dapat menjadi tenaga pengajar agama Katolik dan katekis yang profesional di segala situasi.
STP St Agustinus merupakan proyek percontohan proses perubahan status menjadi perguruan tinggi negeri.
A. Benny Sabdo
Laporan: Fr Andreas Setyo Indroprojo (Pontianak)
HIDUP NO.11 2014, 16 September 2014