HIDUPKATOLIK.com – Selembar surat dalam amplop berwarna kuning itu membuat saya kaget dan terdiam. Paus Fransiskus telah menunjuk saya sebagai Uskup Bogor. Saya hanya bisa taat.
11 November 2013
Saat itu, sebagai anggota Dewan Generalat OFM, saya sedang menghadiri pertemuan bersama para Visitator Generalat Ordo Saudara Hina Dina (Ordo Fratrum Minorum/OFM) di Roma. Pertemuan yang berlangsung setiap tahun ini membahas rencana kunjungan para visitator keprovinsi atau custody di masing-masing negara.
Kala pertemuan berlangsung, telepon genggam saya bergetar, sebuah panggilan masuk dari rekan sekomunitas saya, Bruder Theodoro OFM. Saat itu Saudara Theodoro hanya memberi tahu bahwa Wakil Sekretaris Propaganda Fide atau yang kini disebut Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, Pastor Tadeus Woyda mencari dan ingin berbicara dengan saya.
Setelah makan siang, saya langsung menelpon Pastor Tadeus. Dari ujung telepon, Pastor Tadeus hanya menyampaikan, Sekretaris Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa Mgr Savio Hon Tai-Tai SDB ingin bertemu dengan saya secara pribadi di kantor kongregasi ini di Via Piazza di Spagna 48 pada Kamis, 13 November 2013, pukul 12.00.
12 November 2013
Satu hari sebelum pertemuan dengan Mgr Savio, saya membuka komputer, lalu mencari tahu lokasi kantor Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa, agar esok hari saya tidak mengalami kesulitan. Saya juga mencari informasi tentang fungsi dan peran kongregasi ini. Ternyata institusi ini bertugas mengurus dan mempromosikan misi penginjilan.
Saya berpikir pertemuan dengan Mgr Savio hendak membahas misi dan penginjilan di Asia, terutama di Cina. Dugaan saya kian menguat, sebab Minister General OFM, RP Mikael Anthony Perry OFM pernah mengundang Mgr Savio untuk memberi gambaran situasi sosial dan misi perutusan di Cina. Malam itu saya mencetak laporan singkat mengenai kehadiran Fransiskan di Cina. Saya berharap dengan laporan ini Mgr Savio bisa mengetahui persiapan karya misi Fransiskan di Cina.
13 November 2013
Pagi mulai merangkak seperti biasa. Hari ini, saya akan bertemu Mgr Savio. Setelah saya mempersiapkan diri, saya meninggalkan Curia Generalizia dan ber jalan menuju Metro A di Vialle Aurelia. Dari situ saya melangkahkan kaki menuju Piazza di Spagna.
Saya tak kesulitan mencari kantor Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa- Bangsa. Saat berada di depan pintu, seorang penjaga menemui saya. “Mau bertemu dengan siapa?” tanya dia dalam Bahasa Italia. Saya menjawab, “Saya ingin bertemu Pastor Tadeus dan Mgr Savio Hon.” Lalu, penjaga itu mengantar saya masuk dan bertemu dengan seorang resepsionis.
“Mohon maaf, Mgr Savio sedang berdoa Angelus. Silakan pastor menunggu sebentar,” kata resepsionis. Sekitar pukul 12.15, Mgr Savio keluar dari ruangan, lalu menemui saya. Kami berjabat tangan. Ia mempersilakan saya duduk. Sejak awal, saya merasakan, ia seorang yang ramah. Sikap Mgr Savio membuat saya merasa nyaman.
Mgr Savio membuka pembicaraan dengan bertanya tentang tugas-tugas saya. Saya pun menjelaskan bahwa saat ini saya bertugas sebagai anggota Dewan Penasihat Minister General OFM, yang dalam tradisi Fransiskan disebut Definitor General. Sebagai Definitor General, saya dipercaya mendampingi para Fransiskan yang berada di kawasan Asia, Oceania, dan Australia, yang terbagi dalam 15 provinsi: India, Indonesia, Pakistan, Taiwan, Vietnam, Korea Selatan, Filipina, Thailand, Papua New Guinea, Australia, Singapura, Myanmar, Sri Lanka, Jepang, dan Cina. Saat menyebut Cina, saya memaparkan bahan yang sudah saya cetak dan memberikan kepada Mgr Savio. Dengan penuh semangat saya menyampaikan rencana misi OFM di sana.
Sembari melihat bahan-bahan yang saya berikan, tiba-tiba Mgr Savio memotong pembicaraan, “Ya…, kami mengundang Anda datang kesini untuk sesuatu yang lain.” Lalu Mgr Savio menyodorkan sebuah amplop berwarna kuning. “Silakan Anda buka surat itu,” ucapnya.
Saya membuka surat itu dengan hati-hati. Pelan-pelan saya baca isi surat itu. Sejenak, saya tertegun membaca isi surat tersebut, “Bapa Suci Paus Fransiskus menunjuk Anda sebagai Uskup Dioses Bogor di Indonesia. Saya minta kesediaan Anda dan jawaban Anda yang positif. Mohon disampaikan tanggal pengumuman penunjukan ini.”
Saya sama sekali tak menduga bakal menerima surat seperti ini. Saya tak mampu berkata-kata. Saya terdiam. Hati dan pikiran saya bergejolak. Beragam pertanyaan membuncah di benak saya, “Saya menjadi uskup? Menjadi gembala banyak orang? Mengapa Paus menunjuk saya untuk memikul tanggung jawab yang besar dan berat ini?”
Suara Mgr Savio memecah kesunyian, “Saya juga mengalami hal yang sama seperti Anda, ketika diminta Paus Benediktus XVI berkarya di Propaganda Fide,” ujarnya menguatkan saya.
“Bisakah Monsinyur menjelaskan proses penunjukkan saya sebagai Uskup Bo gor?” Hanya pertanyaan itu yang mampu saya ajukan. Kemudian Mgr Savio menjelaskan proses penunjukkan saya sebagai uskup. Mgr Savio berharap agar proses panjang dan serius ini saya terima dengan positif. Ia juga meminta saya menentukan waktu pengumuman resmi melalui L’Osservatore Romano.
Saya pun mengusulkan agar pengumuman resmi dikeluarkan 30 November 2013. Namun Mgr Savio menolak. Ia memutuskan 21 November 2013 pukul 18.00 waktu Roma sebagai waktu yang tepat untuk menyampaikan kabar gembira ini. Ia juga meminta saya menulis surat kepada Paus Fransiskus, bahwa saya menerima penunjukkan ini dan mensyukuri atas tugas perutusan baru ini. Saya mengatakan kepada Mgr Savio, saya hanya bisa taat untuk semua yang sudah diputuskan.
Semenjak saya mendapat surat dari Paus Fransiskus hingga beberapa saat menjelang pengumuman resmi, saya merasa cemas dan takut. Saya merasa seorang diri di dunia ini. Tak ada kawan dan keluarga yang bisa menjadi tempat untuk membagikan segala perasaan yang saya alami ini. Saya juga tidak bisa mengatakan semua ini kepada siapapun, termasuk pimpinan ordo sebelum pengumuman resmi dikeluarkan.
Hari-hari itu saya sulit sekali tidur. Kalaupun tidur, saya sudah bangun pagi-pagi sekali. Saya memikirkan tugas dan tanggung jawab yang begitu besar dan berat yang akan saya emban nanti.
21 November 2013
Hari ini pengumuman resmi itu akan di keluarkan. Saya sedang berada di Polandia untuk mengikuti pertemuan Dewan Generalat. Sejak pagi hingga siang tak ada tanda-tanda apapun. Tapi menjelang sore, saat saya masuk ke dalam ruang pertemuan Dewan Generalat, Saudara Mikael Anthony Perry tersenyum ketika melihat saya. Saya baru tahu kemudian, ternyata Mgr Savio memanggil Saudara Mikael dan menceritakan tentang tugas baru saya. Saudara Mikael mendekati saya. Ia berencana akan mengumumkan penunjukkan saya sebagai Uskup Bogor di hadapan Dewan Generalat. Ketika Saudara Mikael mengumumkan “tamu agung” akan datang dan meminta seluruh anggota dewan berdiri, saya di minta keluar dan masuk kembali melalui pintu utama di ruangan tersebut. “Tamu agung” yang dia maksud adalah saya. Tapi saya menolak rencana itu.
Dalam pertemuan itu kami memang telah berencana menghadirkan seorang “tamu agung”, yaitu Uskup Auxilier Warsawa, Polandia Mgr Tadeusz Pikus.
Ketika jarum jam tinggal beberapa menit menunjuk pukul 18.00, saat sidang masih bergulir, Saudara Mikael meminta seluruh anggota dewan berdiri. Ia mengumumkan bahwa seorang “tamu agung” akan masuk ke dalam ruang pertemuan, persis seperti yang ia rencanakan. Ketika seluruh anggota dewan berdiri, Saudara Mikael mengatakan inilah “tamu agung” kita, seluruh perhatian anggota dewan tertuju kepintu masuk. Namun tak ada seorang pun yang masuk dari pintu utama itu. Lalu Saudara Mikael meminta saya berdiri di tengah sambil berkata, “Tamu agung kita adalah Saudara Paskalis yang baru saja ditunjuk Paus Fransiskus menjadi Uskup Bogor.”
Sontak, suasana dalam ruang pertemuan itu menjadi bergemuruh. Semua anggota dewan bertepuk tangan. Lantas satu persatu anggota dewan maju menghampiri saya, menjabat tangan saya, dan memberi selamat serta dukungan.
Esok harinya, Jumat, 22 November 2013, saya kembali ke Roma.
25 November 2013
Hari ini saya menelpon Nunsius Apostolik di Indonesia Mgr Antonio Guido Filipazzi dan Mgr Mikael Cosmas Angkur OFM. Melalui hubungan telepon, Mgr Angkur bertanya kepada saya, ”Kamu senang to jadi Uskup Bogor?” Saya menjawab singkat, “Hmmm… yah senang.” Lalu Mgr Angkur menimpali dengan tegas, “Jangan senang saja, harus senang!” Meski singkat, ucapan Mgr Angkur itu sangat memotivasi saya.
Sabtu-Minggu,7-8 Desember 2013
Saya bertandang ke Assisi, Italia, kota kelahiran St Fransiskus dan St Klara. Secara khusus saya mengucap syukur kepada Allah lewat perantaraan dua orang kudus ini. Saya juga memohon agar Allah, melalui perantaraan St Fransiskus dan St Klara, membimbing langkah dan mengawal karya pelayanan saya yang baru. Selasa, 10 Desember 2013 Saya datang ke komunitas generalat OFM, bertemu dengan saudara-saudara satu ordo, serta menyampaikan salam perpisahan, sekaligus menyampaikan rasa terima kasih mendalam atas semua pengalaman yang saya alami di tempat ini. Hadir dalam acara ini Superior Madre FMM Sr Suzanne Philips FMM.
Selasa, 11 Desember 2013
Saya menumpang pesawat Emirates EK 356, meninggalkan “Kota Abadi” Roma menuju “Tanah Terjanji” Bogor. Roma disebut “Kota Abadi”, karena Gereja Kris tus berdiri di sana. Bogor saya sebut sebagai “Tanah Terjanji’, karena tanah itu telah ditunjukkan Allah kepada saya. Tanah yang penuh susu dan madu. Tanah panggilan, di mana mengalir Sungai Citarum, himpunan gunung, tanah yang masih misteri untuk terus saya gali.
Rabu, 12 Desember 2013
Tepat pukul 15:45 WIB, saya tiba di Jakarta. Mgr Angkur, Provinsial OFM Indonesia RP Adrianus Sunarko OFM, para imam Keuskupan Bogor, serta beberapa rekan imam lain menjemput saya di bandar udara.
Saya pun mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk mengawali tugas perutusan yang baru. Saya memilih tanggal 22 Februari 2014, tepat pada Pesta Takhta St Petrus, untuk acara pentahbisan saya sebagai Uskup Bogor.
Yanuari Marwanto
Seperti dikisahkan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM
HIDUP NO.08 2014, 23 Februari 2014