HIDUPKATOLIK.com – Lambang ini mengandung dimensi kontinuitas penggembalaan dan unsur kebaruan yang diletakkan di atas fondasi yang dibangun para gembala pendahulu. Lambang ini juga menampilkan keanekaragaman realitas, kompleksitas kehidupan manusia serta alam lingkungan yang khas, sebagai locus teologicus, di mana umat Keuskupan Bogor dipanggil melakukan pertobatan dan menaburkan benih Kerajaan Allah sebagai wujud mengikuti Kristus Yesus.
Bagian luar lambang terdiri dari tali, topi atas, tongkat dan mitra, sebagai simbol hirarki Gereja. Bagian dalam, seperti dua belahan paru-paru yang di batasi Tau (T). Bagian kiri, terdiri dari langit, matahari, sungai, sawah ladang. Bagian kanan, terdiri dari jalan tol, rumah-rumah ibadat, lautan, hutan, gunung, bulan, dan bintang. Manusia pria wanita yang bergandengan tangan melukiskan perjumpaan insan yang semartabat, yang membentuk suatu communio.
Dari aneka simbol ini diharapkan umat Keuskupan Bogor terlibat aktif dan bahu membahu. Bersama masyarakat umum, umat mampu mengembangkan fungsi wilayah keuskupan sebagai paru-paru kosmik yang menyalurkan udara segar bagi kehidupan manusia dan lingkungan alam.
Salib Tau sebagai pusat dan simbol mengayomi, yang merupakan bentuk lain dari Salib Kristus, sekaligus tanda komitmen mengikuti Yesus Kristus. Dalam tradisi biblis, tanda Tau merupakan lambang keselamatan. Dalam tradisi Fransiskan, Tau merupakan tanda pertobatan untuk mengikuti Yesus yang tersalib.
Manusia bergandengan tangan menggambarkan persekutuan atau communio yang dipanggil Tuhan untuk melebarkan tenda persaudaraan bersama sesama dan alam, yang juga sebagai simbol basic ecclesial community.
Bintang menjadi penunjuk Pancasila dan simbol Kristus sebagai Bintang Kejora, serta Bunda Maria Bintang Laut.
Rumah-rumah ibadat melambangkan praktik hidup beriman yang beraneka ragam dalam masyarakat di wilayah Keuskupan Bogor.
Matahari, bulan, hutan, gunung, sawah ladang merupakan realitas kosmik seperti Kebun Raya Bogor, hutan lindung, cagar alam, dan perkebunan. Gunung dengan empat puncak, menjadi tanda alam dari Gunung Salak, Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Karang.
Jalan tol melambangkan kemajuan dan transportasi yang memudahkan perjumpaan antarmanusia.
“Jiwaku mengagungkan Tuhan…” atau Magnificat Anima Mea Dominum yang dipetik dari Injil Lukas 1:46, menjadi motto penggembalaan Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM. “Bersama Ibu Maria, Ibu Yesus, saya hendak menghayati kepercayaan Tuhan untuk terlibat aktif dalam karya keselamatan seluruh alam semesta ini,” ujarnya.
Teks ini merupakan bagian dari nyanyian pujian Maria yang lahir dari perjumpaan dengan Tuhan dan pertemuan dengan Elisabet, saudarinya. Perjumpaan ini menggembirakan, sekaligus menantang. “Perjumpaan yang ditandai dengan relasi saling menghargai, menghormati, dan percaya untuk bersama-sama mewujudkan karya keselamatan Allah,” ungkap Mgr Paskalis.
Yanuari Marwanto
HIDUP NO.08 2014, 23 Februari 2014