HIDUPKATOLIK.com – Kalis hidup dalam “budaya” Katolik yang kental. Sejak kanak-kanak ia ingin menjadi tuang. Kini, ia siap menggembalakan umat di Keuskupan Bogor.
Pancaran kebahagiaan terpatri di wajah Yohanes Dani dan Hilaria Kambaria. Pasangan yang tinggal di Ranggu, Desa Goloruu, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur ini merapal pujian syukur kepada Mori Kraeng, bahasa Manggarai yang berarti Allah, atas kelahiran anak ke dua mereka pada 17 Mei 1962. Paskalis Bruno Syukur, demikian mereka menamai bayi itu. Bayi mungil itu dipanggil Kalis.
Dalam perjalanan waktu, Kalis tak hanya ditemani seorang kakak perempuan. Beberapa tahun kemudian, sang ibu melahirkan kembali dan memberi delapan adik bagi Kalis, satu laki-laki dan tujuh perempuan.
Hidup bersama sepuluh anak, memacu Yohanes dan Hilaria bekerja giat. Mereka bangkit dari peraduan kala hari masih gelap. Hilaria bekerja di dapur, sementara Yohanes memikul cangkul pergi menyapa sawah. Sebelum pukul 07.00, Yohanes sudah berada di rumah, lalu bersiap mengajar di sekolah. Saat ini, Yohanes dan Hilaria menikmati masa-masa senja di Sok Rutung, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.
Setiap malam Yohanes dan Hilaria mengumpulkan anak-anak di meja makan. Mereka duduk melingkari meja makan. Sang kepala keluarga pun mulai mengangkat doa, sebelum makan bersama. Keluarga ini hidup dalam “budaya” Katolik yang amat kental. Sejak kanak-kanak, Kalis diminta agar selalu mengikuti perayaan Ekaristi harian di Gereja Paroki Tritunggal Maha Kudus, yang berjarak 400 meter dari rumahnya. Tapi sebelum berangkat ke gereja, Kalis punya tugas memikul air untuk mengisi bak mandi. Selain mengikuti perayaan Ekaristi, Kalis juga senantiasa mengikuti Ibadat Salve setiap hari Kamis, serta doa bersama tiap sore hari di gereja.
Digigit anjing
Prestasi Kalis di bangku pendidikan dasar cukup gemilang. Ia selalu menggondol peringkat pertama atau kedua. Melihat prestasi itu, sekolah mempersiapkan Kalis melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Pius XII Kisol, Manggarai. Semenjak kanak-kanak, Kalis memang ingin menjadi tuang, bahasa Manggarai yang berarti imam.
Kalis tertarik menjadi tuang, lantaran teladan dari sang guru agama bernama Bal tasar Djemalut. Baltasar sangat terampil dan cerdas saat mengajar. Baltasar juga sosok yang baik, kreatif, dan penuh semangat. Kalis berharap ia bisa seperti gurunya itu.
Keinginan Kalis menjadi tuang kian menggebu ketika berjumpa dengan gembala di parokinya, RP Frans Mesza ros SVD. Pater Frans rajin mendaki bukit dan menuruni lembah untuk mengunjungi umat. Ditemani seorang ana tuang atau koster, Pater Frans menunggang kuda keluar masuk kampung.
Suatu hari, menjelang tes masuk seminari, betis Kalis digigit anjing. Pater Frans yang melihat kejadian itu langsung menggendong dan mengobati luka di betis Kalis. Pater Frans juga mengantar Kalis ke Seminari Kisol dengan menunggang kuda.
Tahu dan tempe
Setelah menjalani tes, Kalis diterima sebagai seminaris. Kala itu, ia ingin mem baktikan diri sebagai anggota Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/ SVD). Namun, ketika duduk di bangku kelas II, pemain tengah tim sepakbola Seminari Kisol ini, mengubah niat.
Suatu hari seorang imam dari Ordo Saudara Hina Dina (Ordo Fratrum Minorum/OFM) bertandang ke Seminari Kisol. Lalu ia bertanya kepada para seminaris, “Siapa di antara para seminaris yang mau menjadi seorang Fran siskan?” Meski Kalis tak langsung menjawab, pertanyaan imam Fransiskan itu terus terngiang dan membuat penasaran. Jubah imam Fransiskan yang berwarna coklat itu turut menabur simpati dalam diri Kalis.
Rasa penasaran itu mendorong Kalis dan beberapa rekan seminaris pergi ke Biara Postulat OFM St Josep di Pagal, Manggarai. Ia bertemu dengan pimpinan postulat, RP Vincente OFM. Pater asal Brasil ini berbagi kisah dan seluk beluk OFM. Di biara ini pula Kalis pertama kali menikmati makanan olahan dari kedelai bernama tahu dan tempe, yang menjadi lauk para Fransiskan setiap hari.
Kesederhaan para Fransiskan ini menyentuh hati Kalis. Ia mantap menjatuhkan pilihan menjadi seorang Fransiskan. Setelah menjalani beragam masa pendidikan sebagai seorang Fransiskan, cita-cita Kalis menjadi tuang terwujud. Penyuka lagu-lagu Jon Denver dan Franky and Jane ini menerima Sakramen Imamat dari Mgr Igntius Harsono pada 2 Februari 1991 di Paroki Ratu Para Malaikat Cipanas, Jawa Barat.
Dekat umat
Setelah ditahbiskan, Pastor Paskalis menjalani tugas perdana di Paroki St Maria Imaculata Moanemani, Papua. Sosok Pater Frans dan sang guru Baltasar seperti kembali hinggap di benaknya. Maka selama dua tahun berkarya di Papua, ia membentuk tim pastoral yang terdiri dari para biarawan, serta melibatkan umat. Tim tersebut bertugas mengali dan mendengar berbagai usulan dari umat. Tak heran jika selama di Papua, Pastor Paskalis lebih sering berhimpun bersama umat dikampung-kampung. Ia juga sering menginap di rumah umat dan larut dalam ke hidupan mereka. “Saya sengaja tidak pernah membawa bekal. Saya makan makanan yang diberikan umat,” ujarnya.
Cara-cara berpastoral semacam ini juga ia terapkan saat dipercaya menjadi Mi nister Provinsial OFM Indonesia selama sembilan tahun. Pastoral kunjungan masih menjadi bagian dari metode dan tanggung jawab karyanya, saat ia menjalani tugas sebagai Definitor General OFM. Bisa jadi reksa pastoral ini akan mewarnai sepanjang karyanya sebagai gembala utama di Keuskupan Bogor kelak.
Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM
TTL : Ranggu, Goloruu, Manggarai Barat, NTT, 17 Mei 1962
Orangtua : Yohanes Dani dan Hilaria Kambaria
Tahbisan Imam : 2 Februari 1991
Tahbisan Uskup : 22 Februari 2014
Pendidikan :
– SDK Ranggu 1 Manggarai Barat (1968-1974)
– SMP-SMA Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur (1975-1981)
– Postulat OFM di Biara St Yosep Pagal, Manggarai (1981-1982)
– Novisiat OFM di Biara St Bonaventura Yogyakarta (1982-1984)
– STF Driyarkara Jakarta (1983-1986)
– TOP di Paroki Kritus Penebus Dunia Hepuba, Lembah Baliem, Papua (1986-1987)
– Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan Yogyakarta (1987-1991)
– Diakonat di Paroki St Paulus Depok
– Licensiat Spiritualitas Fransiskan di Universitas Pontifical Antonianum Roma (1993-1996)
Perutusan :
– Pastor Paroki St Maria Imaculata Moanemani, Papua (1991-1993)
– Magister Novis OFM di Novisiat OFM Transitus Depok (1996-2001)
– Minister Provinsial OFM Indonesia (2001-2009)
– Wakil Ketua Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia (KOPTARI)
– Ketua Kerjasama antar tarekat Fransiskan Indonesia
– Anggota Dewan Pembina STF Driyarkara Jakarta
– Wakil Presiden Konferensi Fransiskan South Asia Australia Oceania (2006-2008)
– Definitor General OFM (2009-2013)
– Uskup Bogor
Yanuari Marwanto/Norben Syukur
HIDUP NO.08 2014, 23 Februari 2014