HIDUPKATOLIK.com – Pekan Biasa XIX; 1 Raj 19:4-8; Mzm 34; Ef 4:30-5:2; Yoh 6:41-51
Meski topik ini sulit dicerna, namun kita harus bisa menyimak pesannya. Pertanyaan â€Bukankah orang ini putra Yusuf? Bagaimana Ia dapat berkata bahwa Ia datang dari surga?†adalah ungkapan sungut-sungut dan keraguan orang Yahudi tentang Yesus. Keraguan yang bisa saja menjadi pengalaman kita sendiri, murid-murid Yesus. Memang, mengimani Yesus sebagai Roti dari Surga, apalagi memahami kata-kata-Nya tentang diri-Nya sebagai â€daging†untuk dimakan dan â€darah†untuk diminum (Yoh. 6:51-55) menuntut cara berpikir Allah.
Pertama, ROTI atau DAGING yang dimaksudkan Yesus dalam Injil Yohanes bukanlah makanan duniawi, tetapi â€Anugerah Hidup Ilahi†dari Allah yang secara proaktif mengubah kefanaan dan kerapuhan realitas manusiawi. Dengan memberi Diri-Nya sebagai makanan, Yesus menyatukan kita dengan Diri-Nya, agar kita memiliki kehidupan di dalam-Nya.
Transformasi realitas kehidupan kita dari yang melulu manusiawi kepada yang Ilahi terjadi ketika kita dibiarkan berpartisipasi dalam keilahian hidup Yesus. Itulah makna dan dampak sakramental dari makan daging dan minum darah Yesus dalam suatu Perayaan Ekaristi. Bagi kita murid-murid-Nya, Kristus yang telah bangkit adalah makanan untuk kehidupan kekal yang sudah efektif dimulai sejak kita masih hidup. Pertanyaannya ialah: Bagaimana cara berpikir Allah ini menjadi milik kita? Bagaimana maksud luhur yang ditawarkan Yesus dapat menjadi keyakinan iman kita, yang bisa menuntun langkah kita menuju hidup yang menyelamatkan?
Pengalaman Nabi Elia dan Rasul Paulus dalam kedua bacaan lainnya, pasti dapat menjadi inspirasi. Iman Elia diuji amat serius, ketika ia harus memilih antara mengalah terhadap ancaman Izabel dan murtad, atau tetap mengandalkan kekuatan Allah leluhur Abraham. Ia memutuskan menyingkir ke gurun pasir dan mengadakan disermen untuk memilih berpihak pada yang jahat dan sesat atau pada kebenaran janji Allah. Elia berhasil membangkitkan kembali keberanian dan kesetiaannya kepada Allahnya. Ia memilih untuk tetap sejalan pikiran dengan Allahnya. Melalui pengalaman rohani â€gurun pasirâ€, manusia Elia yang lama yang mudah takut berubah menjadi nabi Allah yang berani menggemakan kehendak Allah yang setia pada janji-janji-Nya.
Nasihat Rasul Paulus untuk memberi contoh â€Jalan Kasih†Kristus (Ef 5:1-2) lahir dari pengalaman rohaninya. Ketika ia membiarkan dirinya dikuasai oleh Kristus sepenuhnya, jalan kasih Kristus telah mengubah dirinya untuk hidup menurut bisikan Roh Kudus Allah (Ef 4:30). Karena itu, Paulus yakin bahwa ketika Roh Kristus menguasai seseorang, ia akan menjadi manusia baru yang bebas dari rasa dengki dan amarah, penuh pengertian dan rela mengampuni (Ef 4:30-32).
Apa yang bisa kita simpulkan sebagai pesan dari warta tentang Yesus sebagai Roti Hidup dari Surga? Pertama, mengakui dan menerima dengan penuh keyakinan pribadi akan Yesus Kristus sebagai Berkat/Sakramen dari Allah, akan membebaskan kita dari cengkeraman nalar yang melulu manusiawi dan membuka cakrawala lubuk batin kita untuk memiliki wawasan Kebijaksanaan Budi Ilahi. Kebenaran iman tentang Yesus sebagai Roti Hidup dari Surga, hanya bisa dimengerti dengan kebijaksanaan budi Ilahi yang dimaksud, seperti dipunyai Elia dan Paulus.
Kedua, harta Kebijaksanaan Budi Ilahi hanya bisa dibangun dalam diri seseorang yang suka bertualang di â€Gurun Pasir†untuk menyendiri dengan Tuhan, bertemu dengan-Nya, dan mengetahui kehendak-Nya. Merefleksikan dan membatinkan kehendak Allah dalam setiap pengalaman hidup harian, seperti Elia, akan memperkokoh mutu keyakinan iman dalam kedalaman lubuk batin. Misteri tentang Yesus Roti Hidup menuntut iman tanpa pamrih dari seorang dengan wawasan budi yang diterangi Roh Kudus Allah.
Ketiga, transformasi kehidupan pribadi adalah kerinduan luhur Yesus. Meninggalkan manusia lama yang sarat dengan dengki dan amarah, dan mengenakan manusia baru yang suka memaafkan, adalah buah yang diharapkan dari makan daging dan minum darah Yesus Kristus sebagai â€Jalan Kasih†dari Allah. Kiranya Yesus Roti Kehidupan dari Surga, semakin dicintai dan dicari oleh yang mendambakan hidup.
Mgr Vincentius Sensi Potokota
Uskup Agung Ende