web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Pesparani Altar Perdamaian

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Kearifan lokal dengan balutan semangat persaudaraan membuat banyak orang ingin merasakan semangat persaudaraan di Ambon.

Belasan tahun silam, Ambon diterpa bencana kemanusiaan maha dahsyat. Konflik bernuansa SARA pernah memporak-porandakan kota dengan sebutan Ambon Manise ini. Tahun 1999, gendang kekerasan antarkelompok ditabuh. Semboyan pemerintah “Bersatu Manggurebe Maju” menjadi slogan semata. Toleransi sekejap hilang.

Semangat “ale rasa beta rasa, potong di kuku rasa di daging” sekejap hilang lantaran masing-masing orang sibuk menunjukkan kehebatannya. Kerusuhan antarsaudara seiman ini telah menyulap Ambon menjadi “medan berdarah” yang mengerikan. “Perang” ini bak “lingkaran setan” membuat tak terhitung berapa nyawa melayang.

Butuh waktu memaafkan. Ada banyak usaha mengembalikan tradisi “sagu salempeng patah dua”. Pelan tapi pasti, Ambon berhasil keluar dari konflik kemanusiaan ini. Sejurus kemudian terbangun tegur sapa, komunikasi, dan interaksi di ruang-ruang publik. Ekspresi solidaritas terlihat usai konflik itu. Lahir semangat dari “tempat ibadah milik saya” menjadi “tempat ibadah milik orang basudara”. Ambon telah merajut lagi benang persaudaraan dengan manis.

Juara Umum
Tak salah bila pemerintah Provinsi Maluku berani mencanangkan Ambon sebagai laboratorium perdamaian. Atas dasar inilah Ambon siap menjadi tuan rumah gawai akbar Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) 2018 dengan mengusung tema, “Membangun Persaudaraan Sejati”.

Pesparani tahun ini diharapkan menjadi “altar pedamaian” antara basudara “salam” dan “sarane” (Muslim-dan Kristen) juga pesta rakyat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Zeth Sahuburua mengungkapkan, pemerintah Provinsi Maluku telah bekerja keras untuk menjadi tuan rumah yang terbaik bagi penyelenggaraan Pesparani 2018. “Pemerintah berharap Pesparani tidak saja membuat Maluku terkenal karena pengalaman masa lampaunya tetapi Maluku menjadi ‘altar perdamaian’, bagi semua orang,” ujar Ketua Pelaksana Pesparani 2018 ini.

Kearifan lokal dengan balutan semangat persaudaraan membuat banyak orang ingin merasakan semangat persaudaraan di Ambon. Ketua Harian Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik Daerah (LP3KD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Janny Kopalit mengakui ada kerinduan kontingen Pesparani Sulut untuk bisa menikmati ragam persaudaraan yang ditawarkan tuan rumah. Kontingen Sulut, kata Janny, semakin penasaran dengan keramahtamahan yang ada di Maluku. Karena itu sekitar 200 peserta diluar pendamping dan orang tua akan pergi ke Ambon.“Kami ingin merasakan persaudaraan di Ambon.”

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sementara itu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sekretaris Umum LP3KD Yakobus Beda Kleden mengucapkan kegembiraannya akan Pesparani di Ambon ini. Demi persaingan yang sehat, di NTT tidak ada penunjukkan langsung untuk menjadi peserta kontingen tetapi melalui seleksi dari tingkat kabupaten hingga provinsi pada 24-27 Mei lalu. “Kami akan mengikuti dua belas kategori lomba. Para peserta berasal dari delapan kabupaten di NTT.”

Yakobus tak menampik bahwa dukungan pemerintah NTT sangat besar dalam ajang iman ini khususnya soal dana. Salah satu nilai tambahnya adalah dukungan klerus dan tokoh-tokoh awam sangat besar. Sampai saat ini, NTT siap mengirim 320 peserta termasuk pendamping dan tim medis. Selain itu ada permintaan agar Pesparani tahun 2021 bisa diadakan di NTT. Soal target, pemerintah mengharapkan NTT menjadi juara umum. “Maka slogan yang akan kami bawakan adalah ‘Nusa Terindah Toleransi Menuju Pesparani Ambon Menang’,” ujar Yakobus.

Sekretaris LP3KD Kalimantan Barat (Kalbar), Ignatius Lyong juga tak menampik bahwa target Kalbar adalah juara umum. Ia mengatakan persiapan Kalbar sudah 80 persen. Meski waktu cukup terbatas tetapi hasil audisi sudah ada dan peserta berasal dari beberapa Kabupaten yaitu Sintang, Sengkawang, Ketapang, Sanggau, dan Melawi.

Ignatius mengatakan Pemerintah Kalbar sangat mendukung kegiatan Pesparani, terlebih soal transportasi dari Kalbar menuju Ambon. Ada sekitar 250 peserta yang terdaftar sebagai kontingen, termasuk pelatih, pengurus, dan pendamping. Sementara itu simpatisan dari Kalbar sekitar 400 orang. “Kami berpartisipasi di semua mata lomba yang ditentukan panitia,” ujar Ignatius.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Ketua Bidang Penyelenggaraan LP3KD Sumatera Selatan Flora Monica Gozali menjelaskan, sebagai persiapan menuju Pesparani Nasional, telah diadakan audisi calon peserta yang di saring dari delapan mata lomba. Di akhir proses persiapan diputuskan 100 orang akan berangkat ke Ambon. Sumatera Selatan akan ikut dalam lomba Paduan Suara Dewasa Campuran, Paduan Suara Anak, Mazmur Anak sampai Dewasa, Bertutur Kitab Suci, Cerdas Cermat Anak dan Remaja. Ia berterimakasih atas dukungan baik dari pejabat Gereja, pemerintah, dan donatur. LP3KD Palembang juga mengadakan konser pra kompetisi di Xaverius Centrum Studiorum Palembang, 30/9.

Kurang Komunikasi
Meski beberapa tempat mendapat dukungan pemerintah tetapi ada juga daerah yang kesulitan mendapatkan dana. Ketua Umum LP3KD Provinsi Jambi Kasianus Telaumbanua mengatakan, kecewa dengan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. Ia mengatakan Pesparani terbentuk dari Peraturan Menteri Agama nomor 998 tahun 2017 tentang LP3KN. “Jadi seharusnya komunikasi sampai ke daerah sudah jalan. Sayang di Jambi komunikasi ini belum berjalan baik,” ujarnya.

Kasianus memberi contoh, tiga minggu sebelum Pesparani Nasional, LP3KD Jambi belum mendapat kucuran dana sepeserpun. Alasannya lanjut Kasianus, sebuah lembaga harus berusia dulu tiga tahun baru bisa dibiayai oleh Pemerintah Jambi. Hal ini membuat LP3KD Jambi harus putar otak mencari dana. Mereka “ngamen” ke paroki-paroki, perusahaan, pribadi-pribadi tertentu, dan juga kepada pemerintah. “Padahal jelas sudah ada PMA harusnya tidak perlu dipersoalkan lagi.”

Menurut Kasianus satu rupiah pun sampai saat ini belum ada di tangan LP3KD. Pernah dibantu oleh Kementerian Agama lewat Bimas Katolik Provinsi Jambi sekitar 60 juta tetapi sudah habis untuk membiaya kegiatan LP3KD Jambi, dari latihan sampai menuju puncak acara. LP3KD Jambi harus memberangkatkan sedikitnya 54 peserta. Untuk pendamping dan pengurus LP3KD semua biaya menggunakan uang sendiri. Kasianus mengakui, karena keterbatasan ini beberapa paroki bersedia meminjamkan uang dengan catatan harus diganti setelah uang dari pemerintah dicairkan. “Gereja Katolik dibuat menjadi lembaga peminta-minta di Jambi,” tegas Kasianus.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Soal pinjaman ke paroki juga dialami oleh LP3KD Fakfak. Sekretaris LP3KD Kabupaten Fakfak Domisianus Nandus mengakui bahwa masih ada kekurangan dana. Karena itu, diadakan rapat untuk mencari solusi bersama. Rapat ini melibatkan Dewan Pembina LP3KD Fakfak dan para pastor di Fakfak. “Ada kesepakatan bersama bahwa tiga paroki dalam wilayah Fakfak memberikan pinjaman hingga dana bantuan Pemerintah Daerah Fakfak dalam Anggaran Perubahan 2018 keluar. Hingga saat ini, dua paroki telah bersedia memberikan pinjaman. Saat ini, tiket menuju Ambon telah siap dan akan berangkat pada 23 Oktober 2018 dari Sorong. Harapannya tiba pada 24 Oktober 2018 di Ambon.

Dana juga menjadi masalah bagi LP3KD Kepulauan Riau. Ketua LP3KD Kepulauan Riau Bastoni Solichin mengatakan, kontingennya mengalami kesulitan dana. Karena itu, sebelum Pesparani Nasional tidak diadakan Pesparani tingkat daerah. LP3KD langsung mengadakan audisi. “Tidak semua lomba yang diikuti karena keterbatasan waktunya,” ujar Bastoni.

Bastoni menjelaskan, masalah dana ini dihadapi karena kegiatan ini baru dianggarkan ketika APBD Kepulauan Riau sudah berjalan. Ia mengaku, LP3KD Riau harus terus “mengemis” agar setidaknya ada bantuan dari pemerintah lebih-lebih soal biaya transportasi pulang pergi kontingen. Usaha ini justru mendapat dukungan dari saudara-saudara Muslim dan Protestan di Kepulauan Riau. “Pemerintah mendukung tetapi sangat hati-hati dalam anggaran,” pungkas Bastoni.

Yusti H. Wuarmanuk
Laporan: Kristiana Rinawati (Palembang), Marthina Fifin da Lopez (Fakfak), Wilhelmus Matrona

HIDUP NO.41 2018, 14 Oktober 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles