HIDUPKATOLIK.com – ADA yang beda pada suasana sebelum Perayaan Ekaristi Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus di Gereja Kristus Raja Ungaran, Minggu, 18/6. Sebelum lagu pembuka dinyanyikan untuk mengawali ibadat dan mengiringi prosesi imam dan para petugas dari sakristi menuju altar, umat diajak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila. Romo dan para petugas liturgi prodiakon, lektor, pemazmur dan misdinar pun ikut menyanyi dari sakristi.
Pastor Pembantu Paroki Kristus Raja Ungaran yang juga Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan – Keuskupan Agung Semarang (Kom HAK-KAS) Romo Aloys Budi Purnomo, mengemukakan, “Inilah yang disebut paraliturgi Indonesia Raya dan Pancasila!â€
Menurut Romo Ketua Campus Ministry Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang baru ini, upaya paraliturgi dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Pancasila tersebut merupakan cara sederhana menghayati spirit Mgr Albertus Soegijapranata menjadi “100% Katolik, 100% Indonesiaâ€. Langkah itu juga menjadi bukti tekad sederhana dalam doa untuk keutuhan bangsa Indonesia. Tekad itu lahir dari sebuah keprihatinan, bahwa saat ini ada sekitar lebih dari 100 juta anak muda di Indonesia ini tidak lagi mengenal Pancasila.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Romo Budi juga menyampaikan dan mengusulkan sebagai rekomendasi pada hari Studi Dewan Karya Pastoral (DKP KAS) yang dilaksanakan di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan pekan lalu, Senin-Kamis, 12-15/6. Selama empat hari DKP KAS menyelenggarakan studi bersama dengan tema Mengembangkan Semangat Kebangsaan dan Ke-bhineka-tunggal-ika-an demi Terwujudnya Peradaban Kasih bagi Masyarakat Indonesia yang Sejahtera, Bermartabat dan Beriman. Dalam kesempatan itu, Romo yang juga Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah ini mengusulkan rekomendasi agar umat Katolik diajak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Pancasila sebelum Misa Mingguan. Sedangkan pada Misa Harian, cukup dinyanyikan lagu Garuda Pancasila sesudah Misa selesai, sebagai ganti lagu penutup.
“Karena saya yang usul, maka saya coba memulai melaksanakan usulan itu bersama Umat Katolik di Paroki Ungaran. Kepada Umat saya jelaskan, inilah cara sederhana kita mendukung gerakan revitalisasi Indonesia Raya dan Pancasila.†Begitulah keterangan Romo yang belakangan ini giat merajut kebinekaan melalui strategi seni budaya di Kota maupun Kabupaten Semarang, di Solo dan sedang dalam persiapan di Yogyakarta dalam kerja sama lintas agama baik bersama kaum muda maupun para pelaku seni dan budaya.
Sejak Dini
Menurut Romo Budi, gerakan itu harus dilakukan sejak anak-anak masih usia dini (kanak-kanak, remaja dan muda). Romo Budi prihatin bahwa anak-anak pun sering ternodai ujaran dan semangat kebencian. Ini berbahaya untuk masa depan bangsa kita.
Lebih lanjut Romo Budi mengungkapkan, “Atas penyelenggaraan Tuhan, bukan karena kebetulan, hari Minggu 18 Juni adalah Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Anak-anak menerima Komuni Pertama. Mereka harus menyadari bahwa dengan menerima Komuni Pertama, mereka menyambut Tubuh dan Darah Kristus bukan hanya untuk keselamatan sendiri melainkan untuk pendamaian, penebusan, dan persatuan. Setelah menerima Komuni Pertama, anak-anak diutus menjadi tanda dan sarana perdamaian bagi sesama warga bangsa di sekitarnya.â€
Romo Budi berharap, semoga rekomendasi yang sudah mulai dilaksanakan itu dapat bergema dan syukur dapat diikuti di semua gereja tak hanya di Keuskupan Agung Semarang tetapi juga di seluruh Indonesia. “Ini gerakan kebangsaan yang tanpa biaya. Murah meriah tetapi bisa menjadi berkah bagi umat dan masyarakat!†Tegasnya menutup pembicaraan tentang paraliturgi Indonesia Raya dan Pancasila.
A. Nendro Saputro
Laporan: Romo Aloys Budi Purnomo