web page hit counter
Sabtu, 28 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC: Kebersamaan yang Berkualitas

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COMMinggu, 29 Desember 2024 Pesta Keluarga Kudus: Yesus, Maria, Yosef. 1Sam.1:20-22, 24, 28; Mzm.84:2-3,5-6, 9-10; 1Yoh.3:1-2, 21-24; Luk.2:41-52

PADA penghujung tahun, kita merayakan Keluarga Kudus, yaitu keluarga Yesus, Maria, dan Yosef dari Nazaret. Mereka disebut kudus karena menempatkan Allah, Yang Kudus, pada pusat hidup mereka serta selalu mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah. Yosef dan Maria bukanlah sekadar orang tua Yesus secara legal, tetapi terlebih ayah dan ibu yang sehati dan sejiwa dengan Yesus, Sang Putera Allah yang menjadi manusia. Mereka adalah ayah dan ibu yang satu roh dengan Yesus.

Yesus pernah berkata: “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?” kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!  Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” (Luk 12: 49-50) Maka, kalau ditanya, siapakah ayah-Mu, Yesus akan menjawab hal yang sama, yaitu mereka yang mendengarkan dan melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Dalam keluarga Nazaret, Yesus yang “makanan-Nya” (bdk Yoh 4: 34) adalah mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah telah menjadi fondasi, referensi, dan orientasi hidup keluarga Nazaret hingga keluarga ini tetap kudus.

Baca Juga:  Pesan Natal dari Stasi Binuang

Keluarga Kudus sudah dikisahkan dalam Perjanjian Lama. Bacaan I menampilkan pasutri Elkana dan Hanna yang selalu beribadah kepada Allah di bait suci, tempat di mana mereka memercayakan hidup mereka pada Allah. Saat mereka menantikan anak, tetapi tak mendapatkannya, Hanna berdoa kepada Allah di bait Allah. Eli, yang menyaksikan bagaimana Hanna berdoa, menyuruh Hanna pulang dengan pesan sukacita bahwa Allah mendengarkan permohonannya. Sewaktu anak itu lahir dan diberi nama Samuel yang artinya “aku telah memintanya dari Tuhan”, Elkana dan Hanna berkehendak mempersembahkan anaknya (Samuel) kepada Allah; bukan atas keinginan semata orang tua, tetapi menyerahkan anaknya sepenuhnya kepada Tuhan karena bagi mereka anak adalah titipan Allah.

Dalam Perjanjian Baru tampil keluarga kudus, bahkan mahakudus karena Yesus, Yang Mahakudus, sendiri adalah anggotanya. Injil Lukas berkisah bagaimana Yosef dan Maria membawa Yesus ke bait Allah sejak bayi. Mereka beribadah ke Yerusalem saat Yesus berusia 12 tahun. Saat kehilangan Yesus, mereka mencari ke mana-mana, tetapi tak menemukan-Nya. Akhirnya mereka pergi ke rumah ibadat. Di situlah Yesus ditemukan. Yesus belajar berada di rumah ibadat untuk berdoa, mendengarkan, dan berbicara tentang Kitab Suci tentu dari orang tua, ayah dan ibunya. Yosef dan Maria mendidik Yesus sedemikian rupa hingga Yesus “makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk 2: 52).

Baca Juga:  Pesan Natal dari Stasi Binuang

Itulah panggilan setiap pasangan suami istri untuk menjadikan anak-anak atau keluarga mereka makin bertambah besar dan hikmatnya hingga makin dikasihi Allah dan dicintai sesama karena mereka selalu mengarahkan hati dan budinya kepada Allah. Mereka dipanggil untuk menjadi sehati dan sejiwa dengan Allah, di mana Yesus ditempatkan di pusat kehidupan mereka sebagai fondasi, referensi, dan orientasi hidup.

Salah satu hal yang menonjol dalam keluarga kudus Nazaret yang sering kita lihat dari lukisan keluarga kudus adalah kebersamaan hidup sebagai wujud kesatuan hati dan jiwa mereka; di mana Yosef bekerja memegang alat pertukangan, Maria merajut kain, dan Yesus bermain-main dengan anak domba.

Kebersamaan berkualitas menjadi tanda nyata kesatuan keluarga. Bagaimana kita bisa sehati-sejiwa dalam keluarga jika tak mengusahakan waktu bersama: makan dan berdoa? Kalau untuk makan bersama saja sudah susah, bagaiman kita bisa berdoa bersama? Bagaimana mungkin kita bisa menjadi kudus, kalau kita tak punya waktu berdoa bersama sebagai pelengkap doa pribadi? Bagaimana kita bisa menjadikan Yesus sebagai fondasi, referensi, dan orientasi hidup, kalau berdoa, membaca Kitab Suci, atau Ekaristi pun sulit? Bagaimana kita bisa menjadi keluarga kudus di zaman ini, kalau Yesus tak menjadi pusat hidup keluarga? Marilah kita menjadikan Yesus sebagai dasar, acuan, dan arah keluarga agar keluarga kita kudus, satu roh dengan Yesus.

“Keluarga Kudus adalah Keluarga SeRoh dengan Yesus”

 Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 52, Minggu, 29 Desember 2024. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles