HIDUPKATOLIK.COM – PAUS Fransiskus akan mengumumkan Tahun Yubileum 2025 atau Tahun Suci dengan membuka “Holy Door” (Pintu Suci) di Basilika Santo Petrus, Vatikan pada tanggal 24 Desember 2024 bersaman dengan Perayaan Natal malam ini waktu setempat. Tahun Yubileum dirayakan setiap 25 tahun sekali. Kendati Paus, dengan hak prerogatifnya sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik dapat memutuskan Tahun Suci sebagaimana dilakukan Paus Fransiskus tahun 2016.
Sehubungan dengan Tahun Yubileum 2025 dan menggali maknanya, HIDUP mewawancarai Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo di Wisma Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) pada hari Sabtu, 7/12/2024.
Apa makna Tahun Yubileum 2025 ini, Bapa Kardinal?
Pertama-tama ini mengenai Tahun Yubileum pada umumnya. Ini Tahun Suci Biasa. Sementara tahun 2016 lalu adalah Tahun Suci Luar Biasa. Tema Tahun 2016 adalah Kerahiman Allah. Mengapa Kerahiman Allah, itu karena Paus, pribadi Paus sendiri. Kalau kita melihat riwayat hidup Beliau, salah satu titik yang sangat menentukan, atau bahkan paling menentukan adalah pengalamannya akan Allah pada waktu Beliau berusia 17 tahun. Kita semua mungkin tahu ceritanya. Kebetulan, dalam tanda petik Penyelenggaraan ilahi, dia mau pergi ke pesta, melewati gereja, dia melihat pastor, dia berhenti, mohon dilayani untuk Sakramen Rekonsiliasi. Dalam pengalaman itu, Beliau merasa disapa oleh peristiwa di dalam Injil Matius, panggilan Matius, yang sekarang dipakai sebagai logo kepausan, “Miserando atque Eligendo” (Karena Belas Kasih, Dia Memangilnya). Pengalammnya, kalau dirumuskan dengan kata-kata sendiri Allah itu kerahiman-Nya tanpa batas. Sekarang ada buku yang judulnya, ketika wawancara mengenai pengalaman itu, Paus Fransiskus mengatakan, “Nama Allah adalah Kerahiman.” Itu pengalaman yang sangat menentukan.
Pada waktu Beliau diangkat menjadi Paus tahun 2013, usia Beliau sudah banyak. Jadi, rupan-rupanya Beliau mengejar waktu. Beliau ingin menularkan pengalaman itu kepada, khususnya kita umat Katolik dan kepada siapa pun yang ingin membaca pengalaman rohaninya. Karena paham dan pengalaman akan Allah itu sangat menentukan cara berpikir orang, keputusan-keputusan yang diambil.
Bagaimana dengan Tahun Suci Biasa 2025?
Ini Tahun Suci biasa setelah 25 tahun diulang. Kalau kita membaca awalnya, Tahun Suci, atau Tahun Yubileum itu intinya adalah supaya hidup yang dalam perjalanan waktu itu kadang-kadang kehilangan arah dan buahnya adalah penderitaan, khususnya bagi saudari-saudara kita yang kurang bertuntung, diperbaharui lagi. Mulai dengan start baru supaya hidup kita bisa berjalan secara manusiawi sesuai dengan rencana Tuhan.
Apa tema Tahun Yubileum ini, Bapa Kardinal?
Kemarin, temanya menjadi diskusi di KWI. Bahasa Inggrisnya Pilgrims of Hope. Ini kan bahasa Inggris. Mau diterjemahkan apa? Penziarah menuju pengaharapan. Maka di dalam bahasa Indonesia akhirnya dipilih: Penziarah Pengharapan. Jadi of-nya tidak diterjemahkan. KWI memilih yang paling mudah: Penziarah Pengharapan, tergantung menjelaskannya bagaimana. Jadi, kalau kita hanya menggunakan kata Penziarah Pengharapan, konsepnya kita sudah punya pengharapan. Kan sudah. Tapi kan belum utuh pengharapan itu. Kapan utuhnya, ya entah kapan. Atau penziarah yang sekarang dengan pengharapan. Berziarah dengan pengharapan. Menuju mana? Menuju pengharapan yang sepenuhnya. Jadi pengharapan dalam berdasar pengalaman masa lampau, sekarang, dan yang akan datang.
Mengapa Pengharapan yang ditekankan oleh Paus?
Jawabannya sebetulnya sederhana. Paus seringkali menulis sesuatu yang menjadi ideal, yang seharusnya. Jadi, kalau bicara tentang persaudaraan, ya semestinya semua manusia adalah saudara. Tapi, kan tidak. Ada konflik, ada perang, ada diskriminasi, ada segala macam yang lain. Orang tidak semuanya bersaudara. Antara yang ideal dan yang realitas itu jauh dan semakin jauh. Maka tantangannya, ketika jarak itu semakin jauh, orang bisa enggak ambil pusing, dan berkata, ‘sudahlah, bukan urusan saya kok.’ Orang bisa putus asa, dan berkata, ‘tidak akan jadilah, nyatanya seperti dulu sejak zaman purba juga begini-ini umat manusia.’ Kan enggak bisa begitu. Justru iman Kristiani mengajak kita untuk melihat sejarah ini sebagai sejarah keselamatan. Kalau saya memakai kuncinya: Allah yang telah memulai karya yang baik ini, akan menyempurnakannya juga. Itulah harapan yang penuh. Kapan itu akan terjadi, kita tidak akan pernah tahu. Tapi, istilahnya, itulah kepenuhan waktu. Buan kiamat!
Bagaimana menjelaskan ini kepada umat, umat biasa ini, Bapa Kardinal?
Tidak terlalu sulit. Kita ingat saja kata-kata Rasul Paulus, “Saudara-saudara terkasih, berdirilah teguh. Jangan goyah, bergiatlah dalam pekerjaan Tuhan. Karena dalam Tuhan, jerih payahmu tidak sia-sia.” Nanti coba liat di belakang gedung ini (Wisma KAJ, Red.), di sana ada pameran UMKM dari saudari-saudara kita yang berkebutuhan khusus. Ini tanda harapan apa bukan. Tanda harapan. Itulah. Jangan pikir konsep-konsep yang susah. Sekarang ada saudari-saudara kita berkomunitas untuk menaruh sampah, mengumpulkan. Ini tanda harapan apa enggak. Ya tanda harapan. Kalau ada komunitas yang setiap sore datang ke tempat pembuangan sampah, dan mengajari anak-anak di situ membaca dan menulis, ini harapan apa bukan. Ya, harapan. Sekarang, sedang diperjuangkan di Paroki Pamulang, Ciputat, ada tanah yang dulu dipakai untuk gereja tapi ditolak, sekarang menjadi suatu tempat disebut Edupark. Di situ anak-anak yang tidak selesai SD, SMP, SMA dibantu dengan Paket A, B, C. Ini tanda harapan. Jadi, yang begitu-begitu saja diperbanyak, yang lain nanti akan disempurnakan oleh Tuhan. Tetapi, harapan yang penuh adalah yang disampaikan oleh Kitab Wahyu pada bab yang terakhir. “Yerusalem turun dari Surga, Bumi baru, Langit baru.” Kapan itu, kita enggak pernah tahu. Sekarang kita yang berziarah dalam pengharpan atau dengan pengharapan, mengikuti nasihat Rasul Paulus tadi.
Bagaimana memaknai Tahun Yubileum ini bagi umat yang tidak bisa atau sanggup berangkat ke Pintu Suci yang akan dibuka oleh Paus atau tempat-tempat lain yang dijadikan sebagai simbol Tahun Suci ini?
Membuka pintu itu kan hanya simbolik. Tidak harus pergi ke Roma. Roma (Vatikan) pasti akan memberikan keleluasaan kepada keuskupan-keuskupan untuk menentukan tempat di mana umat Katolik dapat mengalami, mempertebal, atau menguatkan harapan itu. Katedral Jakarta pasti akan dibuka. Rencanya, masing-masing dekenat akan menentukan satu gereja yang dipakai untuk simbolik itu sehingga umat yang jauh seperti dari Kota Bumi tidak perlu datang ke Katedral ini. Cari saja tempat yang lebih dekat. Nanti pasti akan diputuskan oleh Dewan Karya Pastoral. Itu persis sama dengan Tahun 2016. Waktu itu yang dijadikan Pintu Suci, selain Katedral ini, adalah gereja-gereja yang belum mendapat IMB seperti Cikarang, Cileduk dan lain-lain. Itu dikunjungi banyak umat. Sekarang agak berbeda karena Tahun 2025, Tema KAJ kan Nilai Keempat Ajaran Sosial Gereja: memberi perhatian lebih kepada saudara-saudari kita yang kurang beruntung. Nah, nanti mungkin, tempat-tempat ziarah itu ditentukan oleh tema ini. Sudah didiskusikan tapi belum diputuskan. Pengumuman itu akan resmi disampaikan pada Hari Raya Penampakan Tuhan tanggal 4 Januari 2025.
F. Hasiholan Siagian