HIDUPKATOLIK.COM – Sulfianto Alias, Direktur LSM Panah Papua, menjadi korban pengeroyokan brutal oleh sekelompok orang di kawasan Kalitubi, Teluk Bintuni, Papua Barat, pada Jumat (20/12/2024) dini hari. Insiden ini mengakibatkan luka serius di sekujur tubuh korban, termasuk luka sobek di kepala, memar di wajah, dan bengkak di perut serta punggung.
Menurut laporan polisi nomor LP/ B/246/XII/2024/SPKT/Polres Teluk Bintuni/Polda Papua Barat, insiden bermula saat Sulfianto meninggalkan Kafe Cendrawasih usai minum-minum. Saat berjalan keluar, ia mendengar teriakan dari seorang tak dikenal yang kemudian mengejarnya. Sulfianto sempat berlari ke halaman belakang kafe, namun ia dipukul di wajah dan ditendang di paha oleh dua pelaku.
Korban mencoba berlindung di kamar mandi kafe, tetapi para pelaku berhasil mendobrak pintu dan terus melakukan penganiayaan. “Mereka memukul wajah, kepala, perut, dan pinggang saya. Bahkan ada yang menggunakan batu dan kayu,” ungkap Sulfianto ketika melaporkan kejadian ini.
Selain itu, salah seorang pelaku sempat mengaku sebagai oknum polisi selama aksi pengeroyokan berlangsung. Korban kemudian dibawa ke sebuah rumah bernama Tongkonan, di mana penganiayaan berlanjut hingga ponselnya dirampas dan dibuang ke semak-semak.
Insiden ini menuai kecaman keras dari Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Barat, Yustina Ogoney, SE.MM. Dalam pernyataannya, Yustina mengutuk tindakan kekerasan tersebut dan meminta Kapolri, melalui Kapolda Papua Barat dan Kapolres Teluk Bintuni, untuk menindak tegas para pelaku.
“Sebagai perempuan asli Suku Moskona, saya dengan tegas menolak segala bentuk gaya premanisme, intimidasi, dan kekerasan, terutama terhadap aktivis lingkungan seperti saudara Sulfianto Alias,” ujarnya.
Yustina menyoroti bahwa kekerasan tidak dapat dibenarkan, terlebih di Tanah Papua Barat yang kerap menghadapi berbagai persoalan terkait keamanan. “Kita harus menjaga perdamaian di tengah masyarakat. Premanisme hanya akan memperburuk situasi yang sudah kompleks,” tambahnya.
Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera menyelesaikan kasus ini agar tidak memicu dampak lebih luas. “Kami berharap perhatian serius dari pihak berwenang untuk mengungkap pelaku dan memberikan keadilan kepada korban,” pungkasnya.
Yustina berharap para pelaku kekerasan dapat mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Sebab kasus ini menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum di Papua Barat, khususnya dalam menangani tindakan kekerasan dan premanisme.
“Dukungan masyarakat, bersama dengan tindakan tegas aparat keamanan, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan harmonis di Tanah Papua,” tegasnya.