HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 22 Desember 2024. Minggu Adven IV. Mi.5:1-4a; Mzm.80:2ac, 3b, 15-16, 18-19; Ibr.10:5-10; Luk.1:39-45
KITA sudah berada di hari-hari terakhir Masa Adven dan makin dekat pada perayaan Natal. Bacaan-bacaan hari Minggu ini menampilkan tokoh-tokoh yang mengajak kita untuk bersyukur sekaligus memberi contoh tentang bagaimana mempersiapkan dan menyambut peristiwa Natal dengan cara yang layak.
Bacaan Pertama dan Kedua berbicara tentang tokoh utama yang dinanti-nantikan dan akan kita sambut secara istimewa dalam perayaan Natal. Dalam Bacaan Pertama, tokoh itu dilukiskan sebagai yang berasal dari Betlehem Efrata “yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda”. Tokoh itu “akan memerintah Israel” (Mi. 5:1) dan akan “bertindak serta menggembalakan” bukan dengan kekuatannya sendiri atau kuasa lain, tetapi “dalam kekuatan Tuhan, dalam kemegahan Tuhan Allahnya” (Mi. 5:3). Ia yang berasal dari yang terkecil itu akan “menjadi besar sampai ke ujung bumi” dan akan membawa sukacita karena mewartakan dan mewujudkan apa yang dirindukan umat manusia: damai sejahtera. “Ia akan menjadi damai sejahtera” (Mi. 5:4a).
Memperbarui Rasa Syukur
Dalam Bacaan Kedua, menjadi jelas bagi kita, bahwa tokoh yang dimaksudkan tidak lain adalah Yesus Kristus itu sendiri. Tokoh ini istimewa karena Ia membawa sesuatu yang jauh melampaui “korban dan persembahan, korban bakaran, dan korban penghapus dosa” (Ibr. 10:8). Persembahan yang Ia bawa adalah seluruh diri dan hidup-Nya yang tidak memiliki makna dan tujuan lain kecuali melaksanakan kehendak Allah. “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu” (Ibr. 10:9). Melakukan kehendak Allah adalah sesuatu yang melampaui segala korban bakaran dan korban penghapus dosa, karena berkat kehendak Allah itu “kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya” (Ibr. 10:10).
Kedua bacaan, Pertama dan Kedua di hari-hari terakhir Masa Adven ini kiranya mengajak kita untuk memperbarui rasa syukur kita sebagai orang beriman. Syukur atas anugerah penyelamat yang akan kita songsong kehadiran-Nya pada hari natal nanti: Ia akan memerintah dan menggembalakan dengan kekuatan Tuhan. Ia akan menjadi damai sejahtera dan menguduskan kita.
Bacaan Injil menampilkan tokoh-tokoh yang dapat memberi inspirasi dengan menunjukkan contoh sikap dan tindakan-tindakan konkret tentang bagaimana menyambut Sang Penyelamat dengan selayaknya; sekaligus juga tentang orang yang menerima anugerah agung yang diberikan Allah dengan penuh syukur dan dalam ketaatan.
Maria yang telah membawa dan mengandung Yesus berangkat dan berjalan ke pegunungan untuk mengunjungi Zakharia dan Elisabet. Yang dibawa Maria juga bukan korban bakaran, tetapi sesuatu yang jauh lebih penting: Ia “memberi salam kepada Elisabet” (Luk. 1:39). Salam bermakna tidak lain dari pada keselamatan dan damai sejahtera. Damai sejahtera itu tidak lain adalah Yesus itu sendiri (bdk. Mi. 5:4a). Bila kita merayakan natal, yaitu menyambut kedatangan Yesus Kristus, hendaknya kita tidak lupa seperti Maria untuk berangkat dan berjalan untuk mewartakan, membawa salam dan damai, yaitu Yesus sendiri, kepada sesama umat manusia.
Sikap yang ditunjukkan Elisabet juga sangat mengesankan. Menyambut kedatangan Maria, ia berkata: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk 1:42). Ia memuji Maria dan itu dilakukan dalam semangat kerendahan hati. “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?”(Luk. 1:43).
Mengapa Elisabet memuji Maria? “Berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Luk. 1: 45). Maria dipuji karena ia ‘percaya’, karena ia memiliki sikap yang persis sama seperti tokoh yang dikandungnya. Yesus datang untuk melakukan kehendak Allah (Ibr. 10:9). Demikian pula Maria. “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38).
Sebagaimana nampak dari kisah selanjutnya, Maria pun menanggapi pujian Elisabet tidak dengan sikap sombong, melainkan dengan bermadah, melantunkan Magnificat yang berisi puji-pujian kepada Allah yang “memperhatikan kerendahan hamba-Nya” (Luk. 1:48). Bersyukur, saling memuji, tetap rendah hati, berbahagia karena beriman, bersikap sebagai hamba yang siap melaksanakan kehendak Allah. Kiranya sikap-sikap seperti itulah yang dapat kita pelajari dari tokoh-tokoh adven – Maria dan Elisabet – dalam menyambut kedatangan Sang Penyelamat.
Spiritualitas Hamba Allah
Bersama tokoh-tokoh lain yang kita temukan di sekitar kisah kelahiran Yesus (Zakharia, Simeon, Hana, Yosef), Maria dan Elisabet yang kita dengarkan dalam Injil hari ini menghayati sebuah spiritualitas yang memiliki tradisi panjang dan kaya, yaitu spiritualitas hamba Allah yang dihayati kelompok anawim, sisa Israel.
Para anawim menunjuk pada kelompok orang Israel yang setia pada panggilan Allah. “Di antaramu akan Kubiarkan hidup suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan mencari perlindungan pada nama YHWH, yakni sisa Israel itu. Mereka tidak akan melakukan kelaliman atau berbicara bohong; dalam mulut mereka tidak akan terdapat lidah penipu” (Zef. 3:11b-13).
Dalam surat kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus menegaskan keberadaan kelompok ini. “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal satu sisa, menurut pilihan kasih karunia” (Roma 11:5). Orang-orang – seperti Maria dan Elisabet – yang tergolong kelompok ini menunjukkan sikap dan perilaku yang rendah hati sebagai hamba Allah, menaruh harapan kepada janji-janji Allah, taat kepada-Nya dan setia untuk melaksanakan kehendak Allah. Kiranya kita dapat belajar dari spiritualitas hamba Allah kelompok anawim ini guna mempersiapkan diri untuk perayaan natal, menyambut Sang Emanuel yang akan datang membawa salam dan damai. Tuhan memberkati.
“Bersyukur, saling memuji, tetap rendah hati, berbahagia karena beriman, bersikap sebagai hamba yang siap melaksanakan kehendak Allah.”
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No.51, Minggu, 22 Desember 2024