HIDUPKATOLIK.COM – RS Brayat Minulya (RSBM) Surakarta yang terletak di Jl. Dr. Setiabudi No. 106, Kota Surakarta, Jawa Tengah, kini tampak megah. Kombinasi warna oranye kemerahan dan krem turut mempercantik rumah sakit yang telah berusia 75 tahun ini. Sementara patung Keluarga Kudus yang terletak tepat di tengah taman tak jauh dari Taman Doa dan pintu masuk utama seolah-olah menyambut setiap pasien yang datang berkunjung. Tak hanya pasien, tapi juga keluarga dan kerabat.
Keberadaan patung tersebut tak lepas dari nama rumah sakit, yang dalam Bahasa Indonesia berarti Keluarga Kudus. “Nama rumah sakit yang dikelola oleh para suster Kongregasi BKK di seluruh dunia adalah Holy Family Hospital. Di sini menggunakan Bahasa Jawa, Brayat Minulya,” ujar Suster Corry Sulistiati, BKK, yang pernah berkarya sebagai apoteker di RSBM Surakarta.
Tak mudah bagi RSBM Surakarta untuk mencapai titik ini. Rumah sakit ini harus melewati jalan terjal penuh liku.
Kisahnya berawal dari sebuah balai pengobatan dan rumah bersalin yang didirikan pada tanggal 3 Desember 1949, bertepatan dengan Pesta St. Fransiskus Xaverius, di Jl. Kebalen No. 2 oleh empat suster perintis Kongregasi Biarawati Karya Kesehatan (BKK) asal Belanda, yakni Suster Edward Yansen, BKK; Suster Mectild Korthout, BKK; Suster Margaretha Cuypers, BKK; dan Suster Bernarda Keijsers, BKK. Tak lama kemudian, Suster Anna Kerssemakers, BKK bergabung dengan mereka. Selang lima hari kemudian, tepatnya pada tanggal 8 Desember 1949, pusat pelayanan ini diberkati pada sebuah Perayaan Ekaristi.
Seiring berjalannya waktu, muncul sebuah peraturan yang mewajibkan warga negara asing, termasuk misionaris, untuk pulang ke negara mereka masing-masing. Jika menolak, mereka harus menjadi warga negara Indonesia. Akhirnya sebagian besar suster Kongregasi BKK kembali ke negara mereka, antara lain Amerika Serikat, Inggris, Filipina, dan India. Hanya empat suster Kongregasi BKK asal Belanda yang memutuskan menjadi warga negara Indonesia. “Jumlah suster Kongregasi BKK asli Indonesia saat itu masih sedikit. Jadi kalau kami harus melanjutkan semua sendiri sangat sulit. Jadi kami kelabakan,” kenang Suster Corry, sapaan akrabnya.
Tak berhenti sampai di sini. Masalah lain pun mengemuka. RSBM Surakarta, setelah berpindah lokasi di Jl. Tagore 51-52, harus menghadapi peraturan lain yang mewajibkan perubahan status dari balai pengobatan dan rumah bersalin menjadi rumah sakit umum Tipe C. Akibatnya, rumah sakit ini harus melengkapi fasilitas serta sarana dan prasarana. Namun sebelum membangun fasilitas serta sarana dan prasarana, para suster Kongregasi BKK sempat mengadakan program dana sehat untuk masyarakat kurang mampu. “Kalau rumah sakit diperbesar, kami tidak mampu karena sumber daya manusia terlalu sedikit,” imbuhnya.
Para suster Kongregasi BKK sempat mengusulkan kepada Uskup Agung Semarang saat itu, Mgr. Julius Darmaatmadja, SJ agar RSBM Surakarta berubah fungsi menjadi rumah sakit bagi pasien terminal illness, atau suatu kondisi di mana seseorang menderita penyakit yang tak memiliki harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian. Namun sang gembala menolak karena rumah sakit ini merupakan satu-satunya rumah sakit Katolik di kota itu.
Sebagai solusi, Mgr. Darmaatmadja mencarikan pengganti dan akhirnya menemukan para biarawati Kongregasi Suster-Suster Santo Fransiskus dari Tobat dan Cinta Kasih Kristiani (OSF Semarang). “Maka melalui keuskupan, RSBM Surakarta diserahkan kepada Kongregasi OSF Semarang pada tahun 1989,” ungkap Suster Corry.
Visi dan Misi
Sejak dikelola oleh para suster Kongregasi OSF Semarang, RSBM Surakarta memiliki visi “menjadi rumah sakit yang mengutamakan keselamatan, mutu, dan terpercaya sebagai sarana kehadiran cinta dan kuasa Allah.”
Menurut Direktur Eksekutif RSBM Surakarta, Suster M. Fernanda Sartinah, OSF, setiap kata yang tertuang dalam visi tersebut mengandung makna. Mengutamakan keselamatan, misalnya, berarti bahwa rumah sakit ini mengutamakan keselamatan pasien di atas kepentingan lain, menjamin keselamatan keluaga pasien dan pengunjung lain, memperhatikan keselamatan kerja semua staf medis dan karyawan, dan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien bagi semua pihak.
Terkait mutu, hal ini merujuk pada penjaminan pelayanan kesehatan yang holistik dan berkualitas, persyaratan dan kualifikasi semua staf medis dan karyawan, standarisasi fasilitas serta sarana dan prasarana, peningkatan mutu berkelanjutan, dan pencapaian akreditasi paripurna dan kepercayaan masyarakat. Sementara terpercaya berarti bahwa RSBM Surakarta menitikberatkan sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan; menjamin bahwa seluruh pelayanan bersifat pribadi, cepat, dan tepat; dan seluruh tenaga medis dan karyawan menjalankan pelayanan sesuai profesi dan kode etik yang berlaku.
“Sarana kehadiran cinta dan kuasa Allah mengimani bahwa penyembuh utama adalah Tuhan sendiri, maka semua pelayanan yang kami berikan hanyalah perpanjangan tangan Tuhan. Kami hadir melayani sebagai pelayan kehidupan dalam spiritualitas Katolik, menjamin bahwa pelayanan kami selalu dengan hati dan penuh cinta kasih, dan mengimani bahwa pelayanan hanya bertumpu pada kekuatan Allah sendiri sebagai penyembuh utama,”’ ujar Suster Fernanda, sapaan akrabnya.
Ia juga menjelaskan tentang misi RSBM Surakarta, yakni memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, profesional, dan terjangkau; melayani dengan sepenuh hati sebagai wujud sarana dan kehadiran cinta kasih Tuhan; meningkatkan kinerja dan budaya keselamatan; dan membangun persaudaraan dan kerja sama dengan semua pihak.
Selain itu, RSBM Surakarta selama ini juga menghayati nilai-nilai keutamaan, antara lain penuh kasih dan persaudaraan, keterbukaan untuk bekerja sama dengan pihak lain, semangat rendah hati, semangat kesederhanaan, semangat pertobatan terus-menerus, semangat akan penyelenggaraan ilahi, dan gembira dan damai
Suster Fernanda menyebutkan bahwa semua staf medis dan karyawan menghidupi nilai-nilai keutamaan tersebut. Penuh kasih dan persaudaraan, misalnya. “Dengan gembira membuka pelayanan kepada siapa pun yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan, namun terutama terarah bagi kaum papa dan miskin. Saling memberikan bantuan penuh cinta kasih dan berusaha menjadi saudara, terutama bagi mereka yang terabaikan,” ujarnya.
Fasilitas
Untuk mewujudkan visi dan misinya, RSBM Surakarta yang terletak di atas lahan seluas 23.681 meter persegi ini telah melengkapi fasilitas serta sarana dan prasarana. Direktur Utama RSBM Surakarta, Cahyo Hadi Premono, menjelaskan bahwa rumah sakit yang berada di bawah naungan Yayasan Brayat Minulya ini sekarang memiliki 108 tempat tidur yang terbagi ke dalam beberapa ruang ruang rawat inap, yakni Ruang VVIP (tiga tempat tidur), Ruang VIP (12 tempat tidur), Kelas I (19 tempat tidur), Kelas II (21 tempat tidur), Kelas III (27 tempat tidur), Kelas Isolasi (12 tempat tidur), Ruang Rawat Intensif (12 tempat tidur), dan Ruang Peristi (2 tempat tidur).
Selain itu, beberapa jenis pelayanan mencakup pelayanan medik umum (pelayanan medik dasar, pelayanan medik gigi-mulut, pelayanan KIA/KB), pelayanan gawat darurat 24 jam selama tujuh hari, pelayanan medik dasar (penyakit dalam, kesehatan anak, bedah umum, obstetri dan ginekologi), pelayanan medik spesialis (mata, THT, kulit-kelamin, saraf, jantung dan pembuluh darah, kesehatan jiwa, paru, ortopedi, urologi, bedah digestif, bedah mulut, dan rehabilitasi medik dan hidroterapi), dan pelayanan spesialis penunjang medik (radiologi, patologi klinik, laboratorium, dan patologi anatomi).
Tersedia pula mobil ambulans untuk transportasi pasien dan pelayanan home care.
Sebanyak 13 dokter umum, 49 dokter spesialis, dan 125 perawat, serta puluhan tenaga medis menangani semua pelayanan tersebut. Secara keseluruhan, RSBM Surakarta memiliki 440 staf medis dan karyawan.
Dokter Cahyo, sapaan akrabnya, juga memerinci jumlah kunjungan instalasi rawat jalan dan operasi sejak tahun 2020, yang mengalami peningkatan signifikan setiap tahun. Kunjungan instalasi rawat jalan meningkat 37,8 persen, dari 73.549 pasien pada tahun 2020 menjadi 101.355 pasien pada tahun 2024. Sementara jumlah operasi meningkat 21,8 persen, dari 1.361 operasi pada tahun 2020 menjadi 1.658 operasi pada tahun 2024.
Katharina Reny Lestari dari Surakarta
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 49, Tahun Ke-78, Minggu, 22/12/2024