HIDUPKATOLIK.COM – Cerita tentang Paus Fransiskus yang bulan September lalu mengunjungi Indonesia belum habis-habis dibicarakan di media. Lebih dari masalah acara-acara seremonial yang diadakan dan diikuti banyak orang, keutamaan-keutamaan beliau banyak dibicarakan orang. Orang Indonesia mengapresiasi jam tangan yang sederhana, pilihan naik mobil yang dalam ukuran kepala negara dan tamu negara sederhana, pilihan makan yang hanya nasi goreng, pilihan menggunakan pesawat komersial dari satu negara ke negara yang lain (bukannya pesawat pribadi), pilihan tinggal di kedutaan besar dan bukannya di hotel yang sedianya hendak disediakan negara banyak disorot oleh media dan masyarakat.
Belum lagi ketersentuhan pribadi yang dialami oleh banyak pihak. Senyuman ramahnya yang selalu tersungging, kedekatannya dengan umat dan masyarakat, kehendaknya untuk menjumpai anak-anak berkebutuhan khusus dan kesediaannya untuk dijumpai bahkan oleh orang-orang yang mengantri di pinggir jalan menjadi kisah yang terngiang di benak banyak orang Indonesia dan terekam di media massa, dan media sosial. Kisah itu rupanya tidak hanya menggema di antara umat Katolik, tetapi saudara-saudari dari berbagai agama lain juga mengapresiasi dan turut tersentuh oleh kehadiran Paus ini. Kiranya hal ini bukan tanpa alasan. Paus dengan pembawaan dirinya menggambarkan diri sebagai pribadi yang menyuarakan keinginan banyak orang tentang apa artinya hidup baik di dunia saat ini.
Teladan Kesederhanaan
Negeri ini cukup lelah dengan citra manusia ideal yang digambarkan oleh kaum kaya: keluarga dengan segudang mobil; orang-orang yang bisa menggunakan alat transportasi kelas wahid; pribadi-pribadi yang bisa beli tas-tas berharga ratusan juta dengan gampang. Citra macam ini yang sering tampak di media dan membentuk mimpi orang akan arti sebuah kehidupan. Hidup menjadi berarti karena hidup orang mencapai tahap bisa pamer kekayaan dan merasa di atas angin karena bisa menjatuhkan orang-orang di sekitar. Munculnya kata Flexing, atau pamer kekayaan yang sebelumnya tidak banyak terdengar di antara masyarakat Indonesia menggambarkan semakin populernya gaya hidup seperti itu. Hasilnya, sungguh menyedihkan. Meski memang ada orang-orang yang bisa mencapai tahap itu dengan cara berjuang, tetapi tidak sedikit orang yang menggunakan jalan pintas untuk mencapainya. Ada orang-orang yang karena kekuasaan yang dimilikinya atau dimiliki oleh orang-orang di sekitarnya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemewahan. Di tempat lain, banyak orang jatuh kepada judi online atau pinjaman online demi mencapai gaya hidup ideal yang ada di media-media itu. Sudah tak terbilang jumlah orang yang akhirnya memilih bunuh diri karena dikejar-kejar oleh penagih hutang akibat judi online dan pinjaman online ini. Mereka memiliki satu kebutuhan yang aneh dalam kacamata normal yaitu kebutuhan untuk tampak hebat.
Paus Fransiskus hadir dengan kesederhanaannya. Ia menunjukkan bahwa di dalam hidup ini kebutuhan manusia itu sesungguhnya sangat terbatas, gengsinya yang terlalu besar menghancurkannya. Dengan makan makanan sederhana, berkendara yang sederhana, dan tinggal di tempat yang sederhana, ia bisa memiliki banyak saudara. Bahkan cara hidup Paus dihormati. Kehadiran Paus ini membalik gambaran tentang citra hidup yang ideal. Hidup dalam kesederhanaan adalah salah satu citra hidup ideal yang lebih mudah membawa orang kepada kebahagiaan. Singkatnya, “Hidup sederhana lebih menjamin kebahagiaan daripada hidup bermewah-mewahan”.
Bahagia Jadi Berkat
Salah satu yang khas dalam kunjungannya adalah Paus yang memberi diri sepenuhnya kepada orang Indonesia. Setelah perjalanan panjang, ia terus menyunggingkan senyum setiap kali dijumpai orang. Meski pasti melelahkan, tak pernah muncul muka muram dari dirinya. Ia seakan mengatakan bahwa dia ada di sini untuk semua orang. Ia memahami betapa kunjungannya penting untuk orang Katolik di Indonesia pada khususnya dan orang Indonesia pada umumnya. Tampak sekali ungkapan, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mat 20: 28). Ia menunjukkan sungguh kebagiaan seorang pribadi yang bisa membawa kebahagiaan bagi banyak orang.
Paus ini menggambarkan kerinduan banyak pihak yang semakin asing dari masyarakat kita. Banyak orang sekarang ini ingin dilayani, dan enggan melayani. Kebahagiaan seringkali diartikan sebagai mendapatkan banyak hal untuk dirinya sendiri, sementara Paus menunjukkan bahwa kebagiaan bisa berarti berbagi hidup bagi orang lain. Lagi-lagi Paus mampu mengartikulasikan satu mimpi lain dari umat manusia. Zaman ini sudah mengasingkan orang dari kerinduan terdalamnya dan Paus mengundang orang untuk kembali masuk ke sana.
Terima kasih Bapa Suci. Kisahmu di Indonesia membantu kami untuk berefleksi tentang apa yang sebenarnya kami rindukan: Hidup dalam kesederhanaan dan kehendak untuk berbagi hidup.
Martinus Joko Lelono
Imam Diosesan Keuskupan Agung Semarang/Pengajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta