HIDUPKATOLILIK.COM – Minggu, 24 November 2024 Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Dan.7:13-14; Mzm.93:1-ab, 1c-2,5; Why.1:5-8; Yoh.18:33b-37
DALAM sebuah legenda Santo Polikarpus, diceritakan menjelang kemartirannya, ketika Gubernur Romawi di Smirna berjanji akan menyelamatkan nyawanya jika menyangkal Kristus, Uskup Polikarpus menjawab, “Delapan puluh enam tahun aku telah mengabdi kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku, bagaimana mungkin aku menghujat Rajaku dan Penyelamatku?” Kata-kata Polikarpus ini menyiratkan, ia mengimani Kristus selama hidupnya sebagai Rajanya dan hidupnya merupakan sebuah pengabdian total kepada-Nya.
Sosok Yesus Kristus sebagai raja selalu dirayakan dalam Gereja Katolik di akhir tahun liturgi. Memang, secara historis, Yesus bukanlah seorang raja. Ia lebih tepat disebut seorang guru (rabi) Yahudi yang terkenal dan ahli dalam Kitab Suci sehingga beberapa murid datang untuk mengikuti dan mendengarkan pengajaran-Nya. Meski demikian, menjelang wafatnya, para penginjil mengaitkan dia dengan sosok raja, entah itu bernada ejekan pada waktu penyaliban sebagai “Raja Yahudi” atau, seperti yang diceritakan dalam Injil Yohanes, Ia tidak takut untuk mengakui dirinya sebagai “raja” di hadapan Pilatus sebagai representasi dari Kaisar (Yoh. 18:33-37).
Injil Yohanes menceritakan bagaimana Yesus tampil percaya diri di hadapan Pilatus dan mengatakan bahwa Ia memiliki Kerajaan tetapi Kerajaan-Nya bukan dari dunia. Yesus mengakui otoritas sipil yang dipimpin oleh Kaisar Romawi. Namun, ia menunjukkan bahwa ada model kerajaan lain yang berbeda dengan standar umum kerajaan dan pemerintahan di dunia. Kerajaan itu adalah kerajaan rohani yang dipimpin dan diperintah secara langsung oleh Allah.
Ketika mengatakan di hadapan Pilatus “Engkau mengatakan bahwa Aku adalah raja,” Yesus sebenarnya sedang menyatakan dirinya sebagai seorang raja, dalam arti representasi dari Allah. Sebagai seorang Yahudi, Yesus pasti mengetahui bahwa raja sesungguhnya adalah Allah, sementara para raja Israel hanyalah instrumen dari Allah untuk memerintah seluruh rakyat. Jadi, di atas raja, masih ada otoritas kekuasaan yang lebih tinggi. Seorang raja diharapkan untuk menaati hukum Allah, membela bangsanya dari ancaman luar dan memerintah rakyat dengan keadilan (mishpat) dan kebenaran (tsedaqah).
Yesus tidak pernah mengklaim dirinya sebagai saingan kaisar. Sebab, model dan tujuan dari kerajaan-Nya berbeda dengan kerajaan duniawi. Berbeda dengan para raja dunia yang mengejar kekuasaan yang besar dan kekayaan yang melimpah untuk memperlihatkan supremasinya, Yesus justru menawarkan yang sebaliknya dalam ajaran dan teladan hidup-Nya.
Alih-alih menggunakan kekerasaan dengan mengirim banyak tentara untuk meraih kekuasaan yang lebih besar, Yesus justru mengajarkan welas asih untuk memberikan ketenangan dan kedamaian kepada para pengikut-Nya. Sebab, kerajaan Yesus adalah kerajaan kedamaian. Alih-alih menumpuk kekayaan berlimpah, Yesus mengajarkan tentang kesederhanaan dan keadilan dalam hidup.
Raja sejati menurut Yesus adalah dia yang “datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28). Yesus adalah manifestasi dari sosok raja ini.
Sebagai pengikut Kristus di zaman ini, kita diajak untuk berpartisipasi dalam tugas Yesus sebagai raja. Bukankah saat menerima Sakramen Pembaptisan, saat kita bersatu dalam Kristus, kita juga bersedia untuk diarahkan oleh Roh Kristus dan berpartispasi dalam tugas Kristus sebagai raja, nabi, dan imam? Lantas, bagaimana cara berpartispasi dalam tugas Kristus sebagai raja? Ada banyak cara, tetapi pada intinya dengan memiliki “semangat sejati seorang raja”, yaitu mau berjuang untuk melindungi, melayani, dan memperhatikan dengan adil dan benar orang-orang di sekitar kita entah itu keluarga, sahabat ataupun orang-orang terdekat kita.
Merayakan Kristus sebagai Raja Semesta Alam pastilah sangat menyentuh, menyenangkan, dan membanggakan. Menjadi perpanjangan tangan Yesus sebagai raja, tampaknya ini lebih memberi makna dan manfaat bagi diri kita dan sesama. Namun, menanamkan “semangat sejati seorang raja” dalam diri kita dan menjadikannya sebagai fondasi hidup kita, itulah langkah awal untuk berpartisipasi dalam tugas Kristus sebagai raja.
“Memiliki “semangat sejati seorang raja”, yaitu mau berjuang untuk melindungi, melayani, dan memperhatikan dengan adil dan benar orang-orang di sekitar.”
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No.47, Tahun Ke-78, Minggu, 24 November 2024