HIDUPKATOLIK.COM – DIPILIH oleh Paus Fransiskus menjadi Uskup Labuan Bajo yang pertama membuat Mgr. Maksimus Regus (51 tahun) menjadi peletak pondasi Keuskupan. Belum lama menjabat sektor Universitas Katolik Santo Paulus Ruteng, Mgr. Maksi – demikian ia kini di sapa – mengaku tak pernah membayangkan akan menjadi gembala utama di keuskupan baru ini. Berikut ini wawancara Fidensius Gunawan dari HIDUP dengan penyandang gelar Doktor dari Universitas Katolik, Tilburg, Belanda secara digital pada hari Kamis, 17/10/2024:
Monsinyur ditabiskan menjadi imam pada tanggal 10 Agustus 2001, perutusan apa saja yang dijalankan?
Setelah tahbisan diakon, tujuh tahun pertama saya menjadi kapelan (pastor rekan) di sebuah paroki di pusat Keuskupan Ruteng, Paroki Kristus Raja. Saat itu, saya juga membantu di Pusat Pastoral, Komisi Kepemudaan dan Komisi Hubungan Antar Agama. Lalu saya studi lanjut di Univeritas Indonesia Jakarta dan di Belanda. Di Belanda ada dua kampus, yakni Erasmus di Den Haag dan di Tillburg. Saya menyelesaikan doktor di bidang social science dan humaniora. Selama studi tentu juga ada banyak kegiatan serta pelayanan pastoral. Saat di tinggal di UNIO Jakarta, saya sering diminta palayanan Misa. Juga di Belanda sering melayani komunitas atau keluarga Katolik Indonesia di beberapa kota. Pulang dari Belanda tahun 2018, saya bertugas di Unika Santo Paulus Ruteng sebagai dosen, kemudian Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (2019 – 2023), lalu 21 Juni 2023 – Agustus 2024 menjadi rektor.
Pengumuman resmi sebagai Uskup tanggal 21 Juni 2024. Tapi, Monsinyur sendiri kapan diberi tahu?
Waktu itu, tanggal 4 Juni saya diminta ke Jakarta untuk menghadap Nuncio. Ketemu dengan Nuncio jam 9.30 di Nuciatura (Kedutaan Besar Vatikan), Kamis tanggal 6 Juni. Jadi persis dua minggu sebelum pengumuman. Sebenarnya waktu itu direncanakan diumumkan satu minggu setelah diberi tahu. Tapi karena tidak ada pesta atau haria raya pada Sabtu minggu itu, akhirnya ditemukan tanggal 21 Juni, Pesta Santo Aloysius Gonzaga, maka disepakati bersama Duta untuk diumumkan pada saat itu.
Ketika dipanggil ke Jakarta, apakah waktu itu ada feeling akan ditunjuk?
Sebetulnya tidak ada dalam pikiran. Saya juga tidak familiar dengan mekanisme seperti itu. Jadi hanya diberi tahu saja ke Jakarta dan dirahasiakan perjalanan itu. Waktu itu saya sendirian dan menginap di UNIO di Kramat 7.
Bagaimana perasaan ketika mendapat pemberitahuan dari Nuncio, Mgr. Piero Pioppo?
Tentu saja sangat mengejutkan. Sebelum menyampaikan itu, cukup lama kami ngobrol. Mungkin hampir satu setengah jam lebih itu, bicara banyak hal. Mungkin karena ini keuskupan baru jadi Nuncio bicara dari hal-hal global tentang Gereja Katolik universal, Gereja Katolik Indonesia, NTT, dan Flores. Kemudian dia bicara banyak tentang Labuan Bajo, perkembangan turisme, investasi, hubungan antaragama, lingkungan, dan sebagainya. Dia minta bagaimana pandangan saya tentang fenomena dan prospek Gereja, tantangan kemasyarakatan di Indonesia, NTT, Flores. Tapi saya pikir itu hanya tukar pikiran biasa. Mungkin beliau minta pendapat tentang pembentukkan keuskupan baru itu. Jadi saya memberikan pandangan-pandangan saya. Waktu itu, kami bertiga saja, saya, Bapak Nuncio, dan sekretaris Nuncio, Pater Michael. Cukup lama diskusinya, sebelum beliau menyampaikan hal yang mengejutkan. Saya sendiri sedang mencurahkan perhatian (pada) tugas saya sebagai Rektor yang baru mulai.
Sejak diumumkan sampai saat ini, apa saja yang dilakukan?
Saya sebenarnya beruntung karena tahbisan biasanya dalam kurun tiga bulan setelah pengumuman. Tapi waktu itu, ketika saya bertemu dengan Bapak Nuncio dan mengundang beliau sebagai pentahbis utama, kami berunding tentang waktu. Karena kebetulan ada kedatangan kunjungan Paus, beliau juga harus mengambil cuti. Jadi tidak ada waktu sampai Oktober. Lalu disepakati, beliau sendiri menganjurkan kalau bisa tanggal 1 November, berkaitan dengan Pesta Semua Orang Kudus. Dalam waktu yang lumayan panjang itu, saya lebih banyak melakukan persiapan pribadi: retret pribadi, mendalami pengetahuan kanonis, membaca tentang banyak hal, manajemen pastoral, informasi utama dari website Vatikan yang perlu saya tahu sebagai seorang uskup. Apalagi tentang keuskupan baru, kehidupan uskup dengan para imam. Beruntung saya, selama 4-5 tahun terakhir saya ketua UNIO Ruteng. Ini juga berguna bagi saya bagaimana membangun kolegalitas bersama teman-teman, terutama dengan para imam deosesan dan para imam dari tarekat.
Jadi ini benar-benar, Tuhan mempersiapkan saya dalam kurang lebih, paling intensif, dalam lima tahun terakhir dengan tugas-tugas yang saya jalankan. Tugas manajerial, tugas pelayanan persaudaraan, tugas pastoral karena sering melayani paroki dekat kampus. Tentu juga dengan Bapak Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat. Beliau sangat supportif dan akomodatif, karena beliau yang akan berperan dalam proses pengalihan. Misal tentang ketenagaan para imam, siapa yang harus ke Labuan Bajo dan sebagainya. Itu karena keihlasan dan kerelaan beliau. Kemudian aset, lembaga-lembaga inter diosesan sifatnya. Misal ada kampus-kampus yang berada di bawah dua payung dari dua keuskupan ini. Karena ada banyak tenaga imam yang datang dari dua keuskupan ini. Nanti pada tanggal 31 Oktober pada saat vesper agung akan ditandatangani berita acara pengalihan hal-hal seperti itu disaksikan Ketua KWI atau Uskup Agung Ende.
Labuan Bajo adalah keuskupan baru. Apakah sudah punya bayangan, ke depan apa yang akan menjadi prioritas dilakukan?
Dalam beberapa bagian tentu tidak baru sama sekali, karena ini bagian dari Keuskupan Ruteng. Karena ini dulu sebenarnya satu kevikepan, Kevikepan Laboan Bajo. Nanti akan ada 25 paroki dengan umat 230 ribu. Sejak Mgr. Eduardus Sangsun, SVD Uskup Ruteng waktu itu telah menerapkan apa yang disebut Gereja mandiri, artinya umat dan paroki itu benar-benar menghidupi dirinya sendiri. Aspek ini sudah menjadi modal besar.
Yang saya perlu pikirkan adalah bagaimana melihat keuskupan baru ini dalam konteks perubahan besar yang sedang terjadi melalui pintu masuk Labuan Bajo, pariwisata. Banyak sekali kebijakan yang muncul untuk mendukung perubahan.
Waktu ketemu Nuncio, satu pesan yang saya ingat sampai sekarang, “Kamu pergi Keuskupan Labuan Bajo dan buatlah iman Katolik berakar di sana.” Jadi selama ini mungkin sudah bertumbuh tapi mungkin belum begitu berakar. Nah, berakar supaya bisa berbuah lebih banyak berbuah lagi. Ini menjadi hal yang sangat penting bagaimana membuat keberakaran iman kita di Labuan Bajo ini sehingga ia semakin kuat, semakin mendalam dan menghasilkan buah-buah yang besar dan baik.
Tentu ini menjadi tantangan, dan yang perlu dilakukan tentu saja membangun, karena ini baru pertama. Yang penting adalah meletakkan pondasi yang kuat. Yang pertama pondasi organisasi keuskupan dan tata pastoral.Pondasi spiritual tentu saja. Yang lain saya kira itu suplemen, tambahan-tambahan seperti pondasi sosial ekonomi. Dua ini menurut saya penting, organisasi hierarki, organisasi pastoral, dan pondasi spiritual itu sudah menyangkut semua. Tentu dengan kultur baru yang ditawarkan Paus Fransiskus dengan Gereja sinodal. Ini harus menjadi bagian dari pengalaman keuskupan baru ini. Kita berharap keuskupan baru ini menjadi Gereja sinodal, berjalan bersama. Kolaborasi antara imam, biarawan-biarawati, tarekat, antarumat, keluarga, orang muda dan sebagainya.
Yang berikut yang penting adalah evangelisasi. Turisme sangat besar. Bagaimana Gereja menggunakan ruang ini untuk evangelisasi terutama untuk generasi muda supaya mereka tidak mengalami kebingungan di tengah perubahan. Dua elemen yang sangat krusial orang muda dan keluarga yang berhadapan dengan life style, berhadapan dengan budaya baru yang muncul dengan sangat cepat karena pariwisata yang luar biasa ini.
Sejak diumumkan, apakah sudah sering ke Labuan Bajo?
Selama ini saya sering ke Labuan Bajo karena banyak tugas-tugas yang lain. Tapi ya, tidak pernah berpikir saya harus berakhir di sini (tertawa). Tanggal 12/10/2024 yang lalu diterima secara resmi di Labuan Bajo. Persiapan, kemudian dengan panitia di sini mungkin ada satu dua hal yang dilakukan. Dalam beberapa hari, hampir dua minggu sebelum tahbisan ini, ada sejumlah kegiatan tambahan.
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No.43, Tahun Ke-78, Minggu, 27 Oktober 2024