HIDUPKATOLIK.COM – FRANSISCA Sutiarsi tampak anggun. Ia mengenakan kebaya bermotif bunga dan selendang berwarna coklat kehijauan serta kain batik dengan dominasi warna coklat. Meski telah menginjak usia 67 tahun, garis-garis halus tak tampak jelas ketika kamera menyorot wajahnya saat ia membacakan salah satu butir Doa Umat dalam Bahasa Jawa di podium.
Kamis sore itu, 5 September 2024, umat Paroki Purbowardayan di Surakarta, Jawa Tengah, ini mendapat kesempatan untuk membacakan Doa Umat dalam bahasa daerah bersama lima petugas lainnya dalam Misa Agung Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus yang dirayakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat.
Ibu tiga anak ini tak pernah membayangkan sebelumnya. Suatu hari, sekitar tiga bulan sebelumnya, seorang kakak ipar menghubunginya dan memintanya untuk menerjemahkan salah satu butir doa dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa. Ia pun menerjemahkannya dan bahkan merekam suaranya saat ia membacakan doa tersebut dalam Bahasa Jawa.
Selang sebulan kemudian, ia mendapat kabar bahwa ia terpilih sebagai salah satu pembaca Doa Umat untuk Perayaan Ekaristi yang dihadiri lebih dari 80.000 umat Katolik dari berbagai keuskupan di Indonesia tersebut.
“Tidak bisa membayangkan. Saya tidak mengira saya masih bisa menjadi pelayan Tuhan, ikut berpartisipasi dalam Misa Agung, dekat dengan Paus, dan mendapatkan berkat. Tidak semua orang punya kesempatan itu. Banyak sekali yang menginginkannya. Tapi ini karunia Tuhan bahwa suara saya masih bisa dipakai.” ujarnya.
Pengalamannya sebagai Master of Ceremony (MC) ketika masih aktif bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah menuntun Sutiarsi, yang akrab disapa Bu Yarsi oleh umat Wilayah Gilingan, sampai pada titik itu. Tak pelak, ia menduduki posisi sebagai humas dan protokoler di sana. Selain itu, ia sering melayani sebagai pembaca Doa Umat dan terlibat dalam kor wilayah pada Perayaan Ekaristi mingguan di paroki pusat Kevikepan Surakarta tersebut saat ia masih muda.
Meski sempat dikritik oleh Tim Vatikan ketika ia mengikuti Gladi Bersih, Bu Yarsi pantang menyerah.
“Bagi orang Jawa, menurut komentar mereka, cara saya membacakan Doa Umat mengena di hati mereka. Tapi waktu saya Gladi Bersih, saya sempat dikritik sama Tim Vatikan. Menurut mereka, saya terlalu lamban membacanya. Saya diminta mempercepat tiga kali lipat. Saya sempat berpikir, Bahasa Jawa kok disuruh cepat bacanya,” imbuhnya, sambil tertawa kecil.
Bu Yarsi pernah bertemu Paus Fransiskus sebelumnya saat audiensi umum pertama di Lapangan St. Petrus, Kota Vatikan, pada tahun 2013. Meski demikian, pertemuan keduanya dengan pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia ini sangat istimewa karena ia berdiri tak jauh dari tempat duduk Paus Fransiskus.
“Ini salah satu berkat Tuhan yang luar biasa buat saya dan keluarga serta umat paroki,” ujar wanita kelahiran 9 Februari 1957 ini.
Katharina Reny Lestari
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 41, Tahun ke-78, Minggu, 13 Oktober 2024