web page hit counter
Selasa, 15 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

100 Tahun SCJ di Indonesia: Bergerak dari Asia ke Amerika

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – SEABAD lamanya Aku hadir dan menjadi bagian dari dinamika perjalanan bangsa Indonesia. Tahun 1924, saat Indonesia bahkan belum terlahir secara defakto sebagai suatu negara, masih dalam masa “kegelapan” untuk menjemput jati dirinya sendiri dan kemerdekaan yang hakiki, aku sudah ada bersama mereka.

Tidaklah mudah untuk masuk dan dipercaya menjadi teman seperjalanan serta menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia. Sebab, awal-awal datang, wajah aku sulit untuk dibedakan dengan wajah kaum penjajah yang membuat mereka menderita berkepanjangan seakan tiada ujung. Untuk menyuarakan bahwa aku datang untuk memerdekakan, seakan menabrak tembok kesia-siaan, karena pada waktu yang sama penjajahan dalam segala aspeknya telah mengungkung mereka.

Bahwa akhirnya 100 tahun telah terlewati, ini jelas “sesuatu banget” bagiku yang pantas untuk dirayakan dengan sukacita. Angka 100 memberikan penegasan logis yang kuat dan tak terbantahkan bahwa aku telah, sedang, dan masih akan hidup, mengakar, bertumbuh, dan bertahan dalam dinamika perjalanan bersama dengan Gereja lokal dan masyarakat Indonesia. Di sisi lain, aku bisa mencapai angka 100, jelas meneguhkan bahwa Indonesia merupakan “ladang anggur” subur, yang menyajikan panenan persaudaraan, toleransi, dan kedamaian; yang bisa menerima dan menyambut baik pesan warta Injil dalam hati Gereja lokal dan masyarakat umum.

Juga di “Kota” Lain

Selayaknya sukacita atas “ladang anggur” yang menjanjikan itu aku syukuri. Namun, tanpa mengurangi rasa syukur itu, angka 100 itu menjadi peringatan keras untuk mengusik diri dari segala bentuk kemapanan. Membaca perikop Injil Lukas 5:1-11, apa yang aku lakukan sejujurnya selama 60-an tahun hidup di Indonesia, masih berkutat pada dua level misi.

Level pertama, menyembuhkan ibu mertua Simon, yang identik dengan kesibukanku untuk berjalan bersama Gereja lokal, dan menyembuhkan dan melayani semua kerabat masyarakat di Kapernaum, yang identik dengan kesibukan untuk berjalan bersama masyarakat Indonesia pada umumnya.

Level berikutnya, yang disuarakan oleh Yesus, “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus,” semestinya mengusikku yang merasa nyaman dalam kemapanan.

Baca Juga Artikel:  100 Tahun SCJ di Indonesia: Dari Laut Arafuru ke Sungai Mahakam

Syukurlah, sabda Yesus di atas telah mengusikku melalui para pendahulu selama kurang lebih 35 tahun yang lalu, meskipun tetap terhitung terlambat. Selama 65 tahun hadir di Indonesia, terhitung pada tahun 1989, aku masih terlalu asyik dengan diri sendiri. Aku menjadi kesepian dan seakan berjalan sendirian dengan menjadi satu-satunya entitas SCJ di Asia.

Tahun 1989 menjadi titik balik pertobatanku. Aku belum mengakar sungguh-sungguh di Asia jika hanya bertekun di Indonesia saja. Kesadaranku muncul, panggilan bermisi di negara-negara Asia digiatkan, bahkan diputuskan dalam sebuah kapitel jenderal kongregasi. Pada tahun itulah, setelah merasa nyaman dan di zona aman selama 65 tahun keberadaanku di Indonesia, aku bergabung dengan beberapa entitas dari negara dan bahkan benua lain yang berjumlah sebelas orang, mengawali misi dan kehadiran di Mindanao, Filipina.

Pastor Benediktus Mulyono (pakai alba) bermisi di Argentina.

Lima tahun berikutnya, tepatnya tahun 1994, sebagian dari aku diundang untuk mengepakkan sayap misi, mencari teman seperjalanan sebagai sesama entitas Asia. Aku mendirikan entitas baru di negeri Mahatma Gandhi, India. Kedua misi (ke Filipina dan India) ini diawali dengan membangun hidup komunitas internasional, yang nantinya menjadi model dan kekhasan misi SCJ. Persiapan misi ke Filipina dinilai yang paling ideal untuk dijadikan contoh persiapan misi, dengan terlebih dahulu membangun hidup komunitas dan langsung menolak tawaran uskup-uskup di Filipina untuk ditempatkan di sebanyak mungkin paroki dan sendirian. Komunitas bagi SCJ bukanlah sekadar sebagai sarana, tetapi tujuan yang padat dari jatidiri misi itu sendiri.

Sepuluh tahun berikutnya, pada tahun 2004, aku ditantang untuk lebih bergeliat. Aku diutus bersama entitas Filipina untuk menginisiasi kehadiran SCJ di Vietnam. Panggilan yang subur menjadi salah satu pertimbangan misi ke negeri tersebut. Hari ini, Vietnam telah menjadi entitas dalam level distrik secara struktural, dengan banyak konfrater muda yang mencerahkan masa depan kongregasi. Bersama India, Vietnam telah siap dengan konfrater muda untuk menghidupi entitas mereka dan sekaligus memeriahkan entitas-entitas lain dengan menjadi misionaris, baik di proyek baru kongregasi, maupun di entitas lain yang membutuhkan suntikan tenaga baru.

Baca Juga Artikel:  Superior Provinsial SCJ Indonesia, Pastor Andreas Suparman, SCJ: Ingin Memadukan Seluruh Potensi Keberagaman

Tiga tahun kemudian, muncul misi baru di Asia, khususnya di Taiwan, yang berawal dari ketidaksengajaan. Bagaimana pun, aku menghayatinya ini sebagai kejutan dari karya Penyelenggaraan Ilahi melalui Roh Kudus. Semula aku mengirim anggota pada tahun 2007 untuk belajar bahasa dan budaya, supaya bisa digunakan untuk pelayanan yang lebih baik dan efektif di Indonesia, justru kemudian Gereja lokal setempat mengundang kita untuk bermisi di Taiwan. Undangan uskup setempat disambut dengan semangat misionaris Dehonian, hingga hari ini kita berkarya di paroki dan di dunia pendidikan.

Ladang Asia

Asia belum selesai! “Ladang Gandum” yang begitu luas ini sangat menjanjikan masa depan bagi kongregasi. Oleh karenanya, aku terus-menerus diundang dan diajak untuk berkolaborasi dengan entitas lain, untuk hadir disebuah negara besar di Asia, yang kemudian proyek misi ini kita sebut disini sebagai proyek International Community for Asia (ICA).

Proyek ini merupakan keputusan kapitel jenderal kongregasi yang sudah dirindukan sejak tahun 2004, yang kemudian berhasil dieksekusi pada tahun 2013 dengan 7 orang, tiga di antaranya adalah anggotaku. Hari ini, misi telah berjalan selama 11 tahun dengan tambahan misionaris baru dari berbagai entitas, yang hingga hari ini berjumlah 9 anggota. Aneka tantangan pastoral dihadapi dan risiko keamanan dihadapi dengan komitmen yang kuat. Di tengah keterbatasan, pastoral paroki, sosial, pendidikan, dan komunikasi menjadi ladang perjuangan misi di daerah ini.

Pastor Petrus Santoso, SCJ (pakai stola) bermisi di Hong Kong.

Asia dengan segala dinamikanya bertumbuh dengan baik, termasuk secara kuantitas telah berhasil menyiapkan insan-insan muda berjiwa misionaris. Bagaimana dengan aku? Dibilang spektakuler juga tidak. Namun, secara stabil aku terus mengirimkan anggota untuk bisa bergabung dengan proyek kongregasi dalam misi internasional. Bukan hanya Asia lagi, bahkan kemudian antarbenua.

Benua Amerika

Aku mengutus anggota untuk bermisi ke Kanada, bahkan jauh sebelum adanya gerakan untuk menghidupi misi internasional. Pada tahun 1986, aku sudah “touch down” negara Kanada. Banyak tahun berikutnya, yakni pada tahun 2008, aku juga mulai menjadi bagian dari SCJ Provinsi Amerika Serikat untuk bermisi, meskipun jauh pada tahun-tahun sebelumnya bergantian aku mengirimkan anggota untuk studi di negeri Paman Sam tersebut. Keduanya memang tidak masuk dalam kategori karya misi yang dirancang dan disiapkan dengan matang oleh kongregasi, bisa dibilang lebih merupakan proyek yang dirancang oleh dua entitas untuk melakukan kerja sama. Bagaimana pun, tercatat dalam sejarah, aku sebagai SCJ Provinsi Indonesia telah bergerak mengikuti gerakan Roh Kudus, untuk misi antarbenua, dari Asia menuju Amerika utara.

Baca Juga Artikel:  Renungan Harian 15 Oktober 2024 “Hati Yang Bersih"

Bagaimana dengan Amerika Selatan? Proyek terbaru, proyek kongregasi mengundangku untuk lebih menghayati “We the Congregation”, bermisi untuk lebih bisa menghidupkan entitas SCJ yang sudah ada. Dalam hitungan 5 tahun terakhir ini, aku semakin dipercaya untuk terus menjadi bagian dari proyek misi-misi internasional.

Pada tahun 2020, aku terbang menuju Kolombia. Pada tahun yang sama, sebetulnya, aku pun terlibat dalam proyek misi baru di Eropa, khususnya di Belanda, meskipun saat ini untuk sementara waktu aku menarik diri sebentar untuk berbenah diri, sebelum nantinya mengirimkan kembali anggota yang lebih siap. Setahun berikutnya, tahun 2021, Argentina menjadi pelabuhan misi berikutnya. Saat ini Provinsi Brazil utara juga mengundangku untuk ambil bagian dalam hidup dan kaya pelayanan mereka.

Begitulah aku, SCJ Provinsi Indonesia, hingga hari ini, di 100 tahun hidup di Indonesia, bergerak dari Asia ke Amerika, yang terus berdinamika menghidupi sabda-Nya, “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah, sebab untuk itulah Aku di utus.”

Dinarasikan oleh Agustinus Guntoro, SCJ; Misionaris di India (2003-2011), Filipina (2011-2012), Amerika (2012-2014), Beijing (2014-2019), dan Hong Kong (2019-2024). Kini bertugas di Kuria Jenderalat SCJ, Roma.

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 39, Tahun Ke-78, Minggu, 29 September 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles