HIDUPKATOLIK.COM – Manakah penulisan yang benar: Paskalis Kardinal Bruno Syukur atau Kardinal Paskalis Bruno Syukur?
Acap kali ketika seorang kardinal Katolik dipanggil, gelarnya dicantumkan di tengah. Misalnya, “Ignatius Kardinal Suharyo” sering terlihat di akhir pengumuman atau surat resmi, atau ketika dipanggil secara resmi dalam perayaan Misa atau acara Gereja, gelar yang disebut adalah “Yang Mulia, Ignatius Kardinal Suharyo.”
Padahal, uskup dan Paus sama-sama dipanggil dengan gelar mereka di awal, seperti “Bapa Uskup Kornelius Sipayung” atau “Paus Fransiskus.”
Mengapa demikian? Alasan di balik kebiasaan aneh ini berasal dari tradisi yang dimulai di Roma.
Penulisan kardinal di tengah nama (setelah nama pertama) memang merupakan tradisi yang sudah lama dijalankan bahkan diduga ditiru sejak pemerintahan Romawi kuno.
Selain itu, pada awal Gereja, nama keluarga (alias, “nama belakang”) tidak ada. Ya, karena kardinal tidak berkeluarga (tidak menikah). Untuk membedakan anggota hieerarki, mereka akan merujuk kepada Gereja yang mereka pimpin.
Ketika fungsi kardinal diperluas di bidang administrasi judisial di bawah Paus dan privelese (keistimewaan khusus) yang mereka terima, gelar kardinal pun dipandang sebagai sesuatu penanda keistimewaan. Bahkan pada puncak abad pertengahan gelar kardinal semakin bergengsi sehingga dibedakan dengan gelar eklesial lainnya seperti Uskup dan Imam. Penggunaan gelar di tengah nama menjadi sebuah simbol yang berkelas yang sesuai dengan martabat yang diemban oleh seorang kardinal pada masa itu, yakni karena mereka sering disebut sebagai “Pangeran Gereja”.
Tradisi ini juga dipertahankan di antara sebagian besar bangsawan selama abad pertengahan karena gelar bangsawan/kerajaan dan gelar wilayah selalu muncul setelah nama baptis (seperti Henry VII, Raja Inggris).
Seiring berjalannya waktu, tren nama keluarga juga berkembang. Nama tersebut menggantikan nama gereja tituler kardinal, tetapi urutannya tetap sama.
Hingga akhirnya, selama 30 tahun terakhir, kebiasaan penempatan gelar kardinal di tengah nama telah dilonggarkan dalam situasi informal karena sebagian besar menyebut kardinal dengan meletakkan gelar terlebih dahulu, misalnya, Kardinal Ignatius Suharyo.
Hal ini dapat dilihat juga dalam sumber-sumber atau dokumen-dokumen resmi Gereja, misalnya web Vatikan dan konferensi uskup Patriarkh Timur, khususnya berbahasa Latin, yang mana kini justru gelar “Kardinal” diletakkan paling depan.
Ini bukanlah perubahan resmi dalam cara memanggil kardinal, tetapi hanya sekadar produk dari budaya saat ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan berikut:
Paskalis Kardinal Bruno Syukur ✅
Kardinal Paskalis Bruno Syukur ✅
Artinya, kedua cara penulisan gelar “kardinal” tersebut sama-sama benar, baik di depan maupun tengah nama.
Sebagai informasi, saat ini jumlah kardinal di Indonesia baru saja bertambah satu orang lagi. Artinya, saat ini sudah ada tiga kardinal Indonesia yang masih hidup: Kardinal Julius Darmaatmaja, S.J., Kardinal Ignatius Suharyo, dan Kardinal Paskalis Bruno Syukur, OFM. Kardinal pertama Indonesia adalah Kardinal Yustinus Darmojuwono, yang sudah meninggal tahun 1994. Satu dari Jesuit, dua dari diosesan, dan yang terakhir dari Fransiskan (OFM). Namun, yang kini memiliki hak elektoral dalam konklaf hanya Kardinal Suharyo dan Kardinal Paskalis. Sementara Kardinal Julius tidak lagi sebab usia yang sudah uzur alias di atas 80 tahun.
Habemus Novum Cardinalem!
Selamat untuk Bapa Kardinal Paskalis Bruno Syukur, OFM, umat Katolik Indonesia, dan negara Indonesia.
Febry Silaban (Penulis tinggal di Paroki St. Laurentius, Alam Sutera, Tangerang Selatan)