web page hit counter
Jumat, 4 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Julianto Halim: Ingin Membangun Gereja

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – PERJUMPAAN dengan Kepala Paroki Lubang Buaya, Pastor Johan Ferdinand Wijshijer, yang akrab disapa Romo Fe, sebelum Covid-19 melanda negeri ini memberi makna tersendiri bagi Julianto Halim (62). Saat itu ia tengah mengikuti kegiatan Gerakan Doa Imakulata (GDI) di Gereja Stasi St. Catharina yang terletak di kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur. 

Ia bertemu imam diosesan tersebut beberapa kali sebelum semua kegiatan GDI berlangsung secara daring akibat pandemi Covid-19. “Selama masa pandemi Covid-19, TMII tutup. Akhirnya Misa diadakan di Gereja Kalvari. Waktu itu masih bedeng. Belum mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), mereka masih mengusahakannya,” kenangnya.

Ia pun terkesan dengan Panitia Pembangunan Gereja (PPG) dan umat paroki yang bekerja begitu gigih untuk memperoleh IMB. Akhirnya, ia berkomitmen untuk turut membantu. “Saya lihat komitmen mereka, benar-benar kompak. Saya kagum. Mereka benar-benar berdedikasi sehingga saya merasa benar-benar terpanggil untuk membantu,” ujarnya.

Setelah Gereja Kalvari berhasil memperoleh IMB, pilihannya jatuh pada panti imam. Pertimbangannya, panti imam merupakan bagian terpenting dari sebuah gereja. “Segala sesuatu yang ada memang merupakan satu kesatuan, tapi yang terpenting adalah panti imam. Jadi saya tanya Romo Fe apakah saya boleh membantu panti imam secara keseluruhan,” imbuhnya.

Dalam hal ini, panti imam termasuk altar, mimbar, salib, tabernakel, dan lantai marmer. Semuanya. “Itu adalah rumah Tuhan. Jadi saya senang ini bisa terwujud,” ungkapnya.

Membantu sesama yang membutuhkan bukan hal baru bagi Julianto, yang berasal dari Paroki Menteng, Jakarta Pusat. Ia telah cukup lama terlibat dalam berbagai karya amal kasih yang dilakukan oleh sebuah yayasan. Salah satunya adalah bantuan untuk panti asuhan dan renovasi gereja khususnya di daerah pedalaman. 

Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya, jiwa karitatif yang tumbuh dalam diri pria lajang ini ternyata berasal dari orang tuanya. “Papa-Mama saya cukup religius. Mereka didikan Belanda, tidak terlalu harus begini, harus begitu. Saya bersekolah di TK St. Theresia, SD St. Bellarminus, SMP dan SMA Kanisius. Lalu saya pergi ke Amerika meneruskan SMA sampai akhirnya saya bekerja dan kembali ke Indonesia. Saya tinggal di Amerika selama 17 tahun,” ujarnya.

Selain itu, tempat tinggalnya terletak tak jauh dari gereja parokinya. Sejak kecil ia sering mengikuti doa novena dan rosario. “Saya sebenarnya meneruskan semangat Mama saya. Mama saya meninggal lima tahun lalu pada usia 85 tahun. Papa masih ada, usia 93 tahun. Mama saya selalu berdoa rosario setiap malam. Saya kerja di satu perusahaan besar milik keluarga. Sering ada masalah, Mama saya sudah tahu. Kalau saya pulang, Mama saya tanya kenapa. Saya cerita, lalu Mama saya bilang tidak apa-apa nanti Mama saya sembahyang rosario. Itu pasti beres urusannya. It’s a miracle,” imbuhnya.

Ia percaya akan kekuatan doa. Ia juga percaya bahwa Tuhan telah mengatur segala sesuatu di dunia ini. Misalnya, ia membeli rumah persis di sebelah rumah orang tuanya. Jadi ketika sang ibunda jatuh sakit, ia bisa merawatnya. “Semua sudah diatur. Saya bisa kenal Romo Fe, bisa tahu Gereja Kalvari. Saya tahu kondisi Gereja Kalvari saat itu. Everything tentang hidup memang sudah ada jalannya,” ungkapnya.

Ia pun berjanji akan terus melakukan apa yang telah ia lakukan selama ini. Dan satu impiannya: membangun sebuah gereja. “Entah di Kalimantan atau tempat lain. Saya percaya saya akan diarahkan ke sana. Belum ada saja saat ini,” pungkasnya.

Katharina Reny Lestari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles