web page hit counter
Jumat, 4 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Scholas Occurrentes Indonesia: Mewujudkan Misi Paus Memupuk Budaya Perjumpaan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – “AKU mau ketemu Paus Fransikus lagi!” ujar seorang gadis berjilbab hitam berkobar-kobar kepada HIDUP usai audiensi dengan Bapa Suci di Gedung Grha Pemuda pada Rabu, 4/9/2024. Nama gadis yang duduk di bangku SMA kelas XI SMKN 51 Jakarta itu adalah Tania Sari Devi. Senyum dari wajahnya tak bisa ia sembunyikan. Sepanjang hari ia menularkan kebahagiaannya kepada siapa saja yang ia temui. “Walaupun aku beragama Islam, tapi aku terkesan banget bisa melihat Paus Fransiskus secara langsung,” serunya antusias.

Umat dari pelbagai lapisan berebut bersalaman dengan Paus.

Tania berkisah bagaimana ia bisa diberi kesempatan bertemu Paus Fransiskus secara langsung. Awalnya, ia mengikuti kegitan Temu Unjuk Kolaborasi Siswa Bineka (Tunas Bineka). Tunas Bineka merupakan program kolaborasi antara Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia dan Scholas Occurrentes Indonesia, institusi di bawah naungan Vatikan. Kegiatan ini melibatkan 200 pelajar dari latar belakang berbeda.

Budaya Perjumpaan

Tania sendiri mengakui bahwa budaya perjumpaan di Scholas amat kental. “Kami bertemu dalam situasi keberagaman. Setiap saat berkenalan dengan teman baru,” terangnya. Dari Scholas, ia semakin mencintai keberagaman dan mau untuk bersahabat dengan siapa pun.

Selain budaya perjumpaan, budaya perdamaian juga ditanamkan di Scholas. Hal ini dirasakan oleh murid SMK Cinta Kasih Tzu Chi, Irises Tridarma Acafela. Irises mengaku senang dengan topik yang dibawakan Scholas. “Topik yang diangkat itu toxic habit karena banyak anak muda yang menerapkannya dan tak sadar akan hal itu,” terangnya. Dengan lincah ia menguraikan berbagai kasus toxic habit yang berujung pada pertemanan tidak sehat hingga perundungan. Ini menyadarkannya bahwa membawa damai bagi sesama adalah penting.

Dalam pelatihan perdana itu, kaum muda dari berbagai latar belakang dilatih untuk mengidentifikasi permasalahan di sekitar. sekaligus menghasilkan solusi secara bersama-sama dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis, menghargai perbedaan sudut pandang, dan menggunakan rasa empati.

Haru Biru

Sukacita berada pada puncaknya saat Paus Fransiskus memasuki ruangan lantai 4 Grha Pemuda dengan kursi roda. Tidak dengan keriuhan, orang muda Scholas menyambut Bapa Suci dengan tepukan sentuhan hati. Mereka menepukkan dada mereka secara perlahan mengikuti iringan musik lembut. Tepukan itu seolah hendak mengatakan, “Ya, aku siap menerimamu dalam hatiku dan aku mau membagikan kasih ini kepada sesama.” Dengan lembut Bapa Suci juga membalas tepukan hangat itu.

Sebelum memulai perbincangannya dengan orang muda, Paus Fransiskus diantar masuk ke dalam “Hati Indonesia”, sebuah proyek kolektif polihedron. Setiap wajah polihedron menceritakan kisah peserta. Ia mencerminkan kekayaan akan keragaman budaya dan agama di Indonesia sekaligus menyatukan berbagai aspek seperti pendidikan, seni, dan teknologi. Karya yang melibatkan 1.500 orang muda terdiri dari para murid, pendidik, pekerja seni, dan narapidana.

Pertemuan semakin emosional ketika seorang relawan Muslim Scholas, Anna Nurawalia, dengan berlinang air mata mengungkapkan, “Hari ini bukan sekadar pengalaman, tetapi transformasi luar biasa bagi saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya mengunjungi, memasuki, dan menjadi bagian dari sebuah katedral, gereja yang disucikan oleh umat Katolik, secara ajaib, tepat di depan saya berdiri masjid tempat saya biasa beribadah. Yang memberi saya keberanian dan tekad untuk datang ke tempat ini adalah keluarga saya dan Scholas.” Ia menegaskan bahwa Scholas adalah rumah baginya. “Rumah yang selalu menerima saya,” imbuhnya.

Kemudian dua orang muda, Bryan dan Christine bertanya langsung kepada Paus. Bryan menyatakan ia merasa ada yang hilang dalam motto ‘Bhineka Tunggal Ika’ sebab pada kenyataannya, ia masih menghadapi banyak masalah karena perbedaan. Misalnya, diskriminasi, perundungan siber, dan kebutuhan untuk ‘menyenangkan orang lain’ yang membuat orang muda berpura-pura tentang apa yang sebenarnya. Namun dengan Scholas, ia belajar secara langsung untuk merasa nyaman berkomunikasi satu sama lain.”

Sedangkan Christine mengakui orang muda di Scholas belajar bahwa perbedaan-perbedaan bukanlah hal yang buruk, tetapi justru merupakan keindahan yang unik. Ia memahami bahwa perbedaan bukanlah jalan menuju kehancuran, tetapi justru langkah menuju persatuan.” Sebagai penutup, ia bertanya kepada Paus tentang pengajaran perdamaian di masa-masa konflik yang semakin meningkat.

Dengan sorot mata lembut Paus Fransiskus menanggapi, “Perang adalah kekalahan bagi semua orang.” Ia menjelaskan bahwa hidup harus dijalani melalui perbedaan; jika semuanya sama, hidup akan membosankan. “Dalam perbedaan, bisa ada perang atau dialog, dan pilihlah selalu jalan dialog.”

Pernyataan itu pun diteguhkan dengan penanaman pohon bakau oleh Paus. Bakau tidak hanya melambangkan perjuangan melawan perubahan iklim tetapi juga sebagai isyarat perdamaian dan persatuan, mirip dengan pohon zaitun yang ditanam Paus di acara Scholas lainnya di seluruh dunia.

Di akhir audiensi, terlihat seorang muda asal Kabupaten Asmat terpikat dengan Scholas. Nama gadis itu Desi Boban. Umat Paroki Kristus Raja Mbait Keuskupan Agats ini berharap kedepannya dapat diikutsertakan kegiatan Scholas. Dengan penuh iman, ia yakin bahwa kesempatan untuk bertemu Paus Fransiskus bersama Scholas ini merupakan buah dari benih pelayanan yang ia tabur selama ini. “Orang muda jangan takut menabur hal baik di dalam hati setiap orang,” tandasnya.

Masuk Indonesia

Scholas Occurrentes Indonesia merupakan bagian dari Scholas Occurrentes atau Gerakan Pendidikan Kepemudaan Global yang didirikan oleh Paus Fransiskus sejak tahun 2013 di Argentina. Scholas Occurrentes sendiri bermula kala Paus Fransiskus masih menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires. Saat itu, ia memutuskan untuk mempertemukan dua pendidik terpercaya dan meminta mereka untuk mengumpulkan para remaja dengan tujuan mengingat dan mengekpresikan realitas sosial sebaik mungkin.

Sejak awal masa kepausannya, Paus Fransiskus telah mengajak para pemuda Scholas untuk merespons krisis politik yang melampaui batas Argentina dan menyentuh seluruh aspek budaya. Sejak saat itu, Scholas Occurrentes telah berkeliling dunia untuk mendengarkan suara kaum muda dan memulai transformasi nyata berdasarkan tantangan yang mereka hadapi. Sampai saat ini, Scholas Occurrentes telah hadir di sekitar 70 negara di lima benua, termasuk di Indonesia.

Berdasarkan rilis resmi Vatikan, disebutkan Scholas berkontribusi melalui program “Scholas Citizenship” yang pertama kali dilaksanakan di Asia Tenggara, tepatnya di Indonesia. Program ini berkolaborasi dengan Kemendikbudristek RI yang didukung oleh Global 5P Movement yang mengusung lima prinsip dasar: Perdamaian, Kemakmuran, Manusia, Planet, dan Kemitraan. “Scholas Citizenship” memberikan pelatihan kepada mahasiswa dan guru muda menggunakan metodologi Scholas, yang nantinya akan diterapkan dalam masyarakat.

Pada tahun 2022, Scholas Occurrentes turut serta dalam KTT G20 di Bali dalam Forum Tri Hita Karana, di mana mereka berdiskusi dengan Menteri Pendidikan Indonesia tentang kesesuaian Scholas untuk menjalankan kegiatannya di Indonesia. Tentu saja, hal ini sejalan dengan misi Scholas yang diusulkan oleh Paus Fransiskus, untuk mempromosikan Budaya Perjumpaan dan Perdamaian. Untuk itu, dilakukan kunjungan ke desa Genggelang di Pulau Lombok. Di sana, perwakilan Scholas berbagi momen dengan pemuda masyarakat dan menanam pohon zaitun sebagai simbol komitmen ini.

Setelah melakukan evaluasi yang diperlukan, diputuskan bersama untuk membuka kantor pusat Scholas pertama di Indonesia dengan tim permanen. Inilah yang diresmikan oleh Paus Fransiskus pada tanggal 4 September 2024 saat kunjungan apostoliknya ke Indonesia. Dengan demikian, Scholas hadir untuk merayakan perjumpaan dan perdamaian yang sesungguhnya telah menjadi jati diri bangsa Indonesia.

 Felicia Permata Hanggu

 Sumber, Majalah HIDUP, Edisi No. 38, Tahun Ke-78, Minggu, 15 September 2024.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles