web page hit counter
Jumat, 20 September 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ormas Katolik Lebih Mengutamakan Pelestarian Lingkungan Ketimbang Nilai Komersial di Balik Rencana Pemberian Konsesi Tambang oleh Pemerintah

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COMPRO dan kontra. Dua kata ini menggambarkan disposisi ormas Katolik terkait rencana pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas dari pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang ditandatangani Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada tanggal 30 Mei 2024.

Beberapa ormas Katolik masuk dalam rencana ini, antara lain Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), dan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Ada pandangan yang mendukung rencana pemerintah ini, tapi sebagian besar aktivis Katolik dan kemanusiaan menilai jika menerima rencana ini, ormas bisa terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan berpotensi mewarisi kerusakan lingkungan.

Orientasi Komersial

Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI St. Thomas Aquinas, Tri Natalia Urada, mengatakan dalam keterangan tertulis pada awal Juni 2024 bahwa PMKRI sampai saat ini belum ada pembicaraan tentang tawaran pemerintah terkait pengelolaan tambang. Kalaupun ada, PMKRI pasti menolak. Pertimbangan paling mendasar, PMKRI tidak ingin mencederai independensinya sebagai organisasi kemahasiswaan. “Kami tidak mau independensi PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan, pembinaan, dan perjuangan terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan usaha tambang. Berbagai persoalan yang diakibatkan oleh operasi industri pertambangan akan terus kami sikapi dan kritisi,” ungkapnya.

Ia menilai pemberian WIUPK juga akan menimbulkan konflik agraria baru dalam masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial. Selain itu, PMKRI tidak memiliki sumber daya manusia dan teknologi yang mumpuni untuk mengelola tambang. “Tapi sebagai elemen masyarakat sipil, kami memiliki komitmen dan sikap yang konsisten untuk melakukan check and balances atas berbagai kebijakan yang anomali dan ketimpangan lainnya yang dapat merugikan masyarakat, terutama terhadap industri-industri ekstraktif seperti tambang,” jelasnya.

Sekretaris Jenderal Presidium Pusat ISKA, C.H. Arie Sulistiono

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Presidium Pusat ISKA, C.H. Arie Sulistiono, mengatakan dalam pesannya bahwa – di satu sisi – ISKA menghargai maksud pemerintah dalam memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan tambang. Hal ini berarti kesempatan bagi ormas keagamaan untuk terlibat dalam pembangunan, khususnya perekonomian, untuk memperoleh pendapatan demi kesejahteraan dan peningkatan perannya dalam masyarakat, membuka peluang kerja bagi masyarakat, dan mengelola sumber daya alam dengan wawasan lingkungan yang kuat berdasarkan cinta dan pelestarian lingkungan.

Di sisi lain, ISKA mempertanyakan pilihan pemerintah yang kurang tepat dalam hal visi dan orientasi. “Karena ormas keagamaan orientasinya pada pembinaan dan penguatan peran umat beragama, bukan sebagai badan usaha yang berorientasi komersial,” sebutnya.

Menurutnya, ormas keagamaan dan cendekia, khususnya ISKA, hakikatnya didirikan sebagai sebuah wadah kaderisasi pengembangan dan aktualisasi diri dalam hal intelektual dengan menyuarakan nilai-nilai kebenaran berdasarkan perpaduan nilai iman dan pengetahuan. Berdasarkan hal ini, kader mengejawantahkan peran dan tanggung jawab mereka secara baik dalam tugas dan profesi masing-masing. ISKA berpandangan bahwa pertimbangan yang cermat dan mendalam untuk melaksanakan tugas melanjutkan dan mengelola hak konsesi pertambangan yang diberikan pemerintah – tentu pengelolaannya harus memperhatikan aspek keberlanjutanan lingkungan dengan konsekuensi yang tidak ringan – sangat diperlukan.

Bagi ISKA, lebih berorientasi dan semakin terlibat dalam pemikiran, implikasi, dan implementasi dalam konteks keberlanjutan lingkungan terkait energi baru dan terbarukan serta upaya meningkatkan kelestarian lingkungan dan sumber daya alam sebagai sesuatu yang jauh lebih penting. “Berdasarkan pertimbangan tersebut, ISKA belum melihat urgensi untuk mengajukan perizinan pengelolaan pertambangan yang dibuka kesempatannya oleh pemerintah,” pungkasnya.

Pelestarian Lingkungan

            WKRI menyampaikan pendapat senada. Tak butuh waktu lama bagi WKRI untuk mengeluarkan pernyataan sikap, hanya selang sembilan hari pasca penandatanganan PP No. 25 Tahun 2024 oleh Presiden Jokowi. “Kami belum dihubungi pemerintah secara langsung. Namun teman-teman khususnya di daerah yang berhubungan langsung dengan pemerintah mempertanyakan hal ini kepada saya. Awalnya kami mau menunggu dulu, kami mau bersikap bagaimana. Setelah kami konsultasi dengan hierarki, kami akhirnya memberanikan diri untuk segera mengambil sikap,” ujar Ketua Presidium WKRI, Elly Kusumawati Handoko, saat ditemui HIDUP di kantornya, Jakarta Timur.

Ketua Presidium DPP WKRI, Elly Kusumawati Handoko (tengah)

Dalam pernyataan sikapnya, WKRI menyatakan bahwa WKRI bertekad memegang teguh misinya untuk menghormati dan mengangkat harkat dan martabat manusia, khususnya perempuan dan anak, dengan memperhatikan kesejahteraan hidup. Dalam perkembangan zaman, WKRI tetap konsisten memegang teguh misi ini sambil terus menjamin keberagaman, memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Prinsip solidaritas-subsidiaritas diwujudkan dengan sikap Asih-Asah-Asuh agar dapat turut mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan bagi orang banyak (bonum commune).

            Elly meyakini bahwa tawaran pemerintah tersebut merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Namun WKRI sangat mendukung pelestarian lingkungan. “Ini ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) maupun hasil Kongres XXI WKRI tahun lalu. Pertambangan pasti merusak lingkungan. Jadi hal ini sangat jelas bertentangan dengan AD/ART dan hasil kongres kami. Kami peduli dengan lingkungan. Apalagi Bapa Suci mengajarkannya sendiri,” imbuhnya.

Berdasarkan AD/ART dan hasil kongres tersebut, ungkapnya, semua anggota WKRI berusaha melestarikan lingkungan dengan berbagai cara, baik sederhana maupun spektakuler, agar mereka sungguh menyadari apa yang mereka perjuangkan. Selain itu, WKRI tidak memiliki badan usaha karena hal ini bukan prioritas.

Pasal 83A(1) PP No. 25 Tahun 2024 menyebutkan bahwa “dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.”

Bagi WKRI, pelestarian lingkungan sangat penting. “Pertambangan lama-lama akan membuat lingkungan hidup semakin tidak baik untuk manusia. Seandainya kami berada di dalamnya, secara tidak langsung kami akan ikut menciptakan itu, tanpa kami sadari. (Lantas) apa yang bisa kami tunjukkan kepada anak-cucu bahwa kami merawat lingkungan? Kalau kami refleksikan lagi, dampaknya sangat mengerikan jika kami memikirkan masa depan anak-cucu. Apa yang bisa kami berikan untuk mereka? Sejarah akan mencatat bahwa kami akan menjadi bagian di dalamnya. Dampaknya tidak pas untuk WKRI, apa pun alasannya,” tegasnya.

Satu keprihatinan lainnya, Elly khawatir jika tawaran pemerintah tersebut justru akan menimbulkan konflik internal sebagai akibat dari munculnya kepentingan pribadi di kalangan anggota.

Meski demikian, WKRI menghargai kesempatan yang diberikan pemerintah terkait pengelolaan tambang karena hal ini merupakan sebuah upaya untuk membantu WKRI dalam bertumbuh dan berkembang serta melibatkan WKRI dalam mewarnai pembangunan ekonomi di Indonesia.

Yustinus Hendro Wuarmanuk/Katharina Reny Lestari

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 29, Tahun Ke-78, Minggu,21 Juni 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles