HIDUPKATOLIK.COM – Perkumpulan Alumni Atma Jaya Jakarta (Perluni-UAJ) belum lama ini mengutarakan tiga keprihatinan kepada Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR-RI – yang membawahi bidang pendidikan dan kebudayaan, pemuda dan olahraga, pariwisata dan ekonomi kreatif, dan perpustakaan nasional – dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang berlangsung di Gedung Nusantara I, Kompleks DPR-MPR RI, Jakarta Pusat.
Perluni-UAJ adalah satu-satunya organisasi alumni Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang mengikuti RDPU sebagai narasumber. Dalam hal ini, Perluni-UAJ menghadirkan Wakil Ketua Umum, Tarsisius Tukijan, dan Christiana Chelsia Chan, pengurus Bidang Organisasi dan Keanggotaan.
Selain Perluni-UAJ, empat organisasi alumni Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga menghadiri RDPU tersebut. Mereka adalah Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB), Yayasan Alumni Peduli IPB (YAPI), dan Ikatan Alumni UI (ILUNI-UI).
Wakil Ketua Komisi X DPR-RI dan Ketua Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR-RI, Dede Yusuf, memimpin RDPU. Selain sekretaris rapat, Dadang Prayitna, 17 dari 30 anggota Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR-RI turut hadir dalam RDPU dengan tiga agenda acara, yakni evaluasi kebijakan pembiayaan pendidikan tinggi, standar komponen pembiayaan pendidikan tinggi, dan strategi pembiayaan pendidikan sebagai upaya peningkatan akses pendidikan.
“Poin pertama tentang anggaran 20 persen APBN. Ternyata tidak hanya diperuntukkan untuk Kementerian Pendidikan tapi juga Kementerian Sosial dan Kementerian Agama,” ujar Tukijan kepada HIDUPKATOLIK.COM pada Minggu (07/07/2024).
“Poin kedua, bagaimana PTS juga diperhatikan layaknya PTN. Selama ini seolah-olah PTS anak tiri. PTS membiayai dirinya sendiri dari kemampuan mereka mengolah dan melakukan kreativitas terhadap yayasan atau lembaga untuk survive. Ada pendanaan dari pemerintah tapi tidak terlalu signifikan. Poin ketiga, bagaimana dosen mendapat perhatian khusus karena keberhasilan mahasiswa tergantung pada bagaimana dosen mempunyai kemampuan lebih dan mendapat fasilitas pendidikan yang lebih tinggi.”
Menurut Tukijan, ia juga menyampaikan bahwa Unika Atma Jaya peduli terhadap pendidikan para calon mahasiswa dari daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), terutama di Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kami berharap pemerintah punya memberi perhatian terkait pendidikan Katolik di daerah 3T,” ungkapnya.
Bersikap Adil
Sebelumnya, pernyataan tertulis Perluni-UAJ yang diterima HIDUPKATOLIK.COM mengutip pernyataan Chelsia yang disampaikan dalam RDPU yang digelar pada Rabu (03/07/2024) tersebut bahwa pemerintah hendaknya bersikap adil dalam memberikan bantuan kepada seluruh penyelenggara pendidikan, baik yang dilakukan oleh negeri maupun swasta.
“Sebagai penyelenggara pendidikan, mereka memiliki tujuan yang sama yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka juga memiliki kewajiban yang sama yaitu akreditasi. Namun hak yang diterima dalam bentuk bantuan dari pemerintah sangat berbeda dan terkesan tidak adil di mana penyelenggara pendidikan swasta sangat minim akses terhadap bantuan pemerintah,” ujarnya.
Senada dengan Tukijan, ia menyadari bahwa PTN dan PTS memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda khususnya dalam hal pembiayaan. Komponen pembiayaan mencakup antara lain gaji dan restitusi kesehatan, administrasi, pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan akademik dan non-akademik.
Namun, ungkapnya, PTS juga masih harus menanggung biaya lain yang tidak ditemukan dalam pembiayaan PTN, seperti pajak bumi bangunan, perpanjangan hak guna bangunan, analisis mengenai dampak lingkungan, dan biaya lain seperti yang ditemukan dalam industri bisnis.
“Hal ini menyebabkan semakin mahalnya biaya operasional pendidikan. Seharusnya penyelenggara sekolah swasta perlu ditingkatkan bantuannya oleh pemerintah,” tegasnya.
Menurutnya, PTS telah berperan sangat aktif dalam meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi. Misalnya, pada tahun 2022 APK perguruan tinggi mencapai 39,37 persen atau sudah melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024. Dari jumlah ini, PTN menyumbang 25 persen, sementara PTS menyokong 75 persen.
Unika Atma Jaya membantu pemerintah mendongkrak jumlah APK melalui berbagai cara, salah satunya pemberian beasiswa. Ia menyebut beragam beasiswa yang ditawarkan Unika Atma Jaya selain yang sudah umum (prestasi atau keluarga tak mampu), yakni beasiswa bagi anak bangsa yang berada di Indonesia bagian timur serta mereka yang menempati daerah 3T. Bantuan ini hasil kerja sama dengan sejumlah perusahaan, pemerintah daerah, komunitas religius, dan keuskupan setempat.
“Tujuannya agar semakin banyak putra-putri Indonesia berusia sekitar 17-24 tahun dapat merasakan pendidikan tinggi. Upaya ini tentu membutuhkan dukungan dan bantuan pemerintah agar PTS mampu memperluas akses pendidikan tinggi di wilayah yang selama ini kurang terjangkau,” pungkasnya.
Respons
Menanggapi masukan Perluni-UAJ dan empat organisasi alumni PTN dalam RDPU tersebut, Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR-RI mendorong ikatan alumni untuk memberikan kontribusi optimalnya dalam memperluas jaringan, relasi, peluang untuk civitas akademika perguruan tinggi.
Mereka juga mempertimbangkan gagasan penyelenggaraan pendidikan tinggi melalui online training sehingga dapat menjangkau mahasiswa lebih banyak dengan biaya yang lebih terjangkau; mempertimbangkan gagasan agar pemerintah memberikan fasilitas pendidikan (beasiswa) bagi lulusan SMA/SMK yang berada di kuadran tiga (prestasi akademik dan tingkat ekonomi rendah) sebagai salah satu solusi peningkatan APK pendidikan tinggi; dan mempertimbangkan gagasan untuk adanya tabungan pendidikan yang dikelola pemerintah untuk menjamin orang tua yang ingin anaknya melanjutkan pendidikan tinggi sehingga sudah memiliki kesiapan pembiayaan.
Apresiasi
Sementara itu, Ketua Perluni-UAJ, Michell Suharli, mengapresiasi Komisi X DPR-RI yang telah melibatkan organisasi alumni perguruan tinggi melalui pemikiran kritis terkait regulasi dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus perluasan akses pendidikan ke seluruh rakyat Indonesia.
Menurutnya, regulasi pendidikan perlu jemput bola dari kelompok intelektual dan cendekiawan yang memiliki kepedulian tetapi belum banyak dilibatkan. Mereka yang dipilih perlu memiliki jejak rekam “bisa kerja” di ekosistem pendidikan sehingga menjadi fresh eye dan energi baru bangsa untuk memperkuat sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
“Organisasi alumni punya akses kepada para intelektual dan cendekiawan fresh eye itu. Sehingga oragnisasi alumni tepat dilibatkan untuk memperkuat perwujudan amanat konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.,” ujarnya.
Katharina Reny Lestari