HIDUPKATOLIK.COM – Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, mengajak para imam dan biarawan-biarawati yang berkarya di wilayah Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) serta umat awam untuk menjadi lilin-lilin kecil di tengah masyarakat pada “hari ini.”
Ia menyampaikan hal ini saat menyampaikan homili di hadapan 277 imam dan ratusan biarawan-biarawati, frater, dan umat awam yang menghadiri Misa Krisma pada Kamis (28/03/2024) pagi di Gereja Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Jakarta Pusat.
Perayaan Ekaristi berlangsung secara konselebrasi. Selebran utama adalah Kardinal Suharyo, sementara empat konselebran antara lain Vikaris Jenderal KAJ, Pastor Samuel Pangestu, dan Vikaris Episkopal Kategorial KAJ, Pastor Edi Mulyono, SJ.
“Pada kesempatan yang istimewa ini, saya ingin membagikan perenungan saya yang saya landaskan pada satu kata yang tadi kita dengarkan di dalam Injil, yaitu kata hari ini. ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’ Rupa-rupanya penginil Lukas suka menggunakan kata itu. Beberapa kalimat yang ada di dalam Injil Lukas menunjukkan betapa hari ini, kata itu penting untuk refleksi kita,” ujar Kardinal Suharyo.
Ia kemudian mengutip beberapa kalimat dalam Injil Lukas, seperti “pada hari ini telah lahir bagimu juru selamat, Kristus Tuhan,” “Zakeus, segeralah turun, sebab hari ini aku harus menumpang di rumahmu,” “hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini karena orang ini pun anak Abraham,” dan “sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah menyangkal tiga kali.”
“Rupanya penginjil Lukas, melalui kata yang khas ini, ingin menyampaikan pesan khusus kepada kita, yakni bahwa hari ini, sekarang dan di sini, adalah waktu keselamatan, saat Tuhan menyatakan kehendak-Nya kepada kita dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi ‘pada hari ini, pada masa ini,’” imbuhnya.
Kardinal Suharyo lebih lanjut menjelaskan bahwa maksud berbagai peristiwa hari ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan.
Misalnya, Gereja mewartakan kasih dan Pancasila mengamalkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa pada hari ini masih terus diberitakan berbagai bentuk kekerasan: kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana perdagangan orang, dan berbagai macam tindak kekerasan lainnya. “Hari ini apakah sungguh menjadi hari keselamatan?” tanyanya.
Ia juga menyebut pertanyaan terkait pelesetan dari semboyan “Jujur, hebat” menjadi “Jujur, pecat” serta pertanyaan tentang sisa makanan yang terbuang begitu saja sementara masih banyak orang kekurangan gizi.
Kardinal Suharyo mengajak para imam, biarawan-biarawati, frater, dan umat awam untuk menemukan kehendak Tuhan dengan membiarkan diri mereka dibimbing oleh Roh Kudus dalam doa.
“Di dalam doa seperti itu kita mohon kegelisahan. Aneh. Biasanya kita mohon damai. Tetapi ada juga doa mohon kegelisahan. Maksudnya, kita mohon agar dibebaskan dari zona nyaman dan puas diri dan didorong untuk mencari kehendak Tuhan di dalam peristiwa-pwristiwa ‘hari ini,’” ungkapnya.
Selanjutnya, katanya, mereka hendaknya menggunakan kemampuan berpikir untuk menemukan kebenaran yaitu akar dari berbagai masalah dan menanggapinya dengan inspirasi iman.
“Mungkin saja yang kita temukan sebagai akar berbagai macam masalah ‘hari ini’ adalah jungkir baliknya tata nilai atau skala nilai. Dalam jungkir baliknya tata nilai itulah, kita ditantang untuk menemukan kehendak Tuhan dan menanggapinya,” ujarnya.
“Sebagai muara usaha kita mencari kehendak Tuhan, selanjutnya dan akhirnya kita mesti bertanya apa yang harus kita lakukan ketika kita berhadapan dengan realitas hari ini yang seperti itu agar Tahun Rahmat Tuhan semakin menjadi kenyataan pada hari ini di dalam gereja, di lingkungan para klerus, di dalam masyarakat, dan di tengah-tengah bangsa kita.”
Menurut Kardinal Suharyo, Keuskupan Agung Jakarta sudah menjalankan dinamika seperti ini dalam penegasan bersama selama tiga tahun terakhir dan akan melanjutkannya dalam dua tahun ke depan.
“Kita yakin hari ini akan menjadi waktu saat kehadiran keselamatan kalau kita semakin memahami dan tidak kenal lelah mencari jalan-jalan baru untuk mewujudlan Ajaran Sosial Gereja,” ujarnya.
“Selama tahun 2024 ini kita ingin mendalami dan berusaha mewujudkan semangat solidaritas dan subsidiaritas, salah satu tema penting di dalam Ajaran Sosial Gereja. Kita mengenal kata-kata bijak daripada terus meratapi kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin-lilin kecil. Itulah yang sedang kita laksanakan bersama-sana di Keuskupan Agung Jakarta dan akan terus kita lakukan.”
Namun sebelumnya, ia meminta para imam, biarawan-biarawati, frater, dan umat awam untuk menjadi lilin-lilin kecil terlebih dahulu.
“Dan itu hanya mungkin kalau kita membiarkan diri kita dibimbing oleh Roh Kudus sebagaimana Yesus dinaungi oleh Roh Kudus,” tegasnya.
Misa Krisma
Menurut Moderator Seksi Liturgi Dekenat Jakarta Barat II, Pastor Hironimus Sridanto Ariwibowo Nataantaka, seperti tertulis dalam Buku Misa Krisma, Misa Krisma adalah Misa Episkopal yang dirayakan menjelang sore hari sebelum Perayaan Perjamuan Paskah Suci. Misa ini disebut episkopal karena Misa ini dipimpin oleh uskup sebagai ungkapan kesatuan para imam dengan imamat Kristus di sebuah keuskupan. Dalam Misa ini ada pembaruan janji imamat para imam dan pemberkatan tiga minyak suci yang akan digunakan dalam pelayanan sakramental sepanjang tahun berjalan.
“Kekhasan Misa Krisma terletak dalam liturginya. Paling tidak ada dua keistimewaan dalam liturgi Misa Krisma, yaitu ada pembaruan janji imamat para imam di hadapan uskup dan umat, dan ada liturgi pemberkatan tiga minyak suci yang digunakan dalam pelayanan pastoral para imam, yaitu Minyak Krisma, Minyak Pengurapan Orang Sakit, dan Minyak Katekumen,” ujarnya.
Terkait pembaruan janji imamat, Pastor Danto, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa hal ini mengingatkan para imam agar tetap setia dalam perutusan dan sukacita dalam pelayanan.
“Pembaruan janji imamat yang diucapkan setiap tahun pada saat Misa Krisma ini tentu saja akan meneguhkan motivasi pelayanan para imam. Imam diajak untuk tetap taat pada pimpinannya, secara khusus kepada Bapak Uskup. Para imam diajak untuk hidup sederhana dalam gaya hidup dan sekaligus imam diajak untuk menjaga kemurnian hidup selibat atau hidup wadat demi Injil,” imbuhnya.
Refleksi
Seorang imam, Pastor Jhems H. Kumolontang, MSC yang saat ini berkarya sebagai Pastor Kepala Paroki Kedoya, Jakarta Barat, mengaku bahwa imamat merupakan anugerah terindah dan rahmat istimewa.
“Melalui imamat, seorang imam menjadi cerminan kasih Kristus bagi dunia. Ia adalah tanda kehadiran Kristus yang menyertai Gereja-Nya. Rahmat dan kasih Kristus-lah sumber kekuatannya,” ujarnya, seperti tertulis dalam Buku Misa Krisma.
“Tanpa mengandalkan rahmat kasih-Nya itu, sungguh sangat sulit untuk bertahan dan setia dalam perutusan. Tetapi bersama Dia, Ia akan menunjukkan betapa indah imamat yang Ia anugerahkan dan betapa besar kuasa kasih-Nya.”
Katharina Reny Lestari