web page hit counter
Selasa, 26 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Bisakah Orang Katolik Merayakan Perkawinan Secara Rahasia?

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – SAYA sendiri dibuat kaget Romo dengan penjelasan seorang imam bahwa atas alasan yang berat dan mendesak Ordinaris Wilayah dapat mengizinkan agar perkawinan dirayakan secara rahasia. Termasuk penyelidikan yang harus diadakan sebelum perkawinan dilaksanakan secara rahasia. Dan rahasia perkawinan yang telah dirayakan harus dijaga oleh Ordinaris Wilayah, peneguh, para saksi, dan pasangan. Hal ini karena beberapa waktu lalu ada umat di lingkungan kami merayakan perkawinan secara rahasia alias sembunyi-sembunyi. Ketika kami bertanya ke Romo paroki dan penjelasannya bisa diterima dalam Gereja. Bukan karena kepo mau mengetahui kasus umat lingkungan kami, tetapi dalam kasus-kasus seperti apa perkawinan itu disebut dirayakan secara rahasia?

Ester Lasut, Manado

Terimakasih Sdri. Ester Lasut atas pertanyaan Anda yang terkait dengan perkawinan rahasia. Di dalam hukum Gereja, memang dikenal suatu perkawinan yang disebut dengan istilah “perkawinan rahasia”. Perkawinan ini tertulis di dalam Kitab Hukum Kanonik pada kanon 1130 – 1133. Perkawinan rahasia adalah perkawinan yang dilakukan secara diam diam atau secara rahasia. Maksudnya bukan berarti bahwa perkawinan tersebut dilaksanakan tanpa kehadiran siapapun. Tetapi perkawinan tersebut hanya dilakukan diharapan seorang imam peneguh dan dua orang saksi.

Baca Juga:  Ketua Tim Sinergi Bidang Prioritas 4 KAJ, Pastor Antonius Suyadi Ajak Umat Katolik untuk Lebih Terlibat dalam Kehidupan Berbangsa

Mengapa disebut rahasia? Karena memang perkawinan tersebut dirahasiakan dari orang lain. Diusahakan supaya orang lain tidak tahu bahwa perkawinan tersebut telah dilaksanakan secara sah di Gereja. Meskipun perkawinan ini disebut rahasia, tetapi tetap dilakukan sesuai tata cara Gereja Katolik, yaitu dilakukan diharapan seorang imam/ saksi resmi dan dua orang saksi. Karena ini sifatnya rahasia, maka konsekuensinya tidak ada bentuk publikasi atau pengumuman bagi perkawinan ini. Yang penting perlu diperhatikan adalah perkawinan ini  hanya dapat dilakukan dengan ijin dari Ordinaris Wilayah (Bapak Uskup, Vikjen, Vikep).

Jadi wewenang untuk memberi izin pelaksanaan sebuah perkawinan rahasia berada di Ordinaris Wilayah, bukan pada Pastor Paroki. Tetapi tentu setelah Ordinaris Wilayah mendengarkan berbagai pertimbangan yang diajukan oleh Pastor Paroki. Ordinaris Wilayah dapat mengizinkan sebuah perkawinan rahasia  karena alasan yang  berat dan mendesak.  Ordinaris Wilayah perlu melihat dan mempertimbangkan keadaan dan alasan yang diajukan oleh mempelai.  Hukum Gereja tidak menyebutkan contoh/ situasi konkret yang dapat menjadi alasan diizinkannya sebuah perkawinan rahasia. Kanon hanya menyebut alasan tersebut sebagai suatu alasan yang berat dan mendesak.

Baca Juga:  Megahnya Konser di Gereja Benteng Gading, 1300 Tiket Ludes

Jadi ada dua kriteria: alasannya berat dan karena situasi yang mendesak.  Saya dapat memberikan sebuah contoh: suatu pasangan sudah lama hidup bersama/ konkubinat (dalam istilah umum: kumpul kebo) dan orang-orang mengira bahwa mereka sudah menikah secara sah. Maka jika seandainya perkawinan tersebut disahkan secara publik, akan menimbulkan sandungan bagi umat. Karena ini sekali lagi bersifat rahasia, maka Ordinaris Wilayah, imam peneguh, dan dua saksi terikat kewajiban untuk menjaga kerahasiaan perkawinan ini. Tetapi seandainya di kemudian hari, kerahasiaan perkawinan ini justru menjadi masalah, misalnya: menimbulkan bahaya batu sandungan atau misalnya: kerahasiaan perkawinan tersebut malah disalahgunakan oleh salah satu dari pasangan, misalnya: untuk menikah lagi, maka Ordinaris Wilayah, imam peneguh dan dua saksi tidak terikat lagi untuk menjaga kerahasiaan ini. Hal ini perlu disampaikan kepada kedua mempelai sebelum perkawinan rahasia tersebut dilangsungkan.

Baca Juga:  Terkait Pilkada Serentak, Sekjen KWI Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM Mengharapkan Umat Katolik Terlibat secara Aktif

Untuk pencatatan di buku perkawinan atau buku baptis pun, sifatnya juga khusus.  Perkawinan tersebut tidak boleh dicatat di buku perkawinan di paroki tempat dilangsungkannya perkawinan tersebut atau di buku Baptis di paroki tempat mempelai tersebut dibaptis. Tetapi perkawinan tersebut dicatat di dalam buku khusus dan disimpan di arsip rahasia di keuskupan. Dan hanya orang orang tertentu saja yang dapat mengadministrasikan atau mencatat perkawinan tersebut di arsip keuskupan. Demikian penjelasan saya, semoga berguna.

Silvester Susianto Budi, MSF
Sekretaris Propinsi MSF Jawa dan Anggota Tribunal Keuskupan Agung Semarang

Silakan kirim pertanyaan Anda ke:

re**********@hi***.tv











atau WhatsApp 0812.9295.5952. 
Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles