HIDUPKATOLIK.COM – 2Kor. 6: 1-10; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4; Mat. 5:38-42.
RASUL Paulus memiliki kesadaran bahwa dirinya semata-mata adalah utusan Allah (2 Kor. 6:4). Seorang utusan bergantung pada kuasa dan perintah dari majikannya. Utusan itu sendiri tidak memiliki kuasa atau agenda sendiri. Seorang utusan mengikatkan dirinya pada kehendak dan rencana tuannya atau rajanya. Sang raja memberikan kuasa kepada duta dan mengharapkan sang utusan menggunakan kuasa itu untuk melaksanakan kehendak sang raja.
Kehendak Raja Surgawi kita adalah agar kita hidup dalam ketegasan, namun dengan kelembutan. Hal tersebut terungkap dalam Injil hari ini. “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu (Mat. 5:39). Ayat ini sering disalahartikan. Yesus tidak mengajarkan kita agar kita diam saja ketika kita ditindas secara tidak adil. Pada masa Yesus hidup, majikan menampar pipi kanan seorang hamba dengan punggung tangan sebagai wujud penghinaan.
Jika si hamba merasa tamparan itu tidak adil, ia bisa memprotes dengan memberikan pipi kirinya sehingga si majikan terpaksa menggunakan bagian dalam tangannya untuk menampar lagi. Artinya, si hamba menegaskan bahwa dirinya bermartabat dan juga patut dihargai oleh majikannya. Inilah ketegasan yang disampaikan dengan kelembutan.
Pastor Bobby Steven Octavianus Timmerman, MSF Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta