HIDUPKATOLIK.COM – Sabtu, 29/10/2022, tepat pukul 03.00 WIB dini hari bel asrama Seminari Menengah St. Paulus Palembang berdering memecah keheningan malam. Hal ini berbeda dari rutinitas biasanya. Tampak para seminaris segera bangun. Mereka ergegas dan bersiap diri untuk memulai rangkaian perjalanan ziarah ke Taman Doa Via Crucis Sukomoro, sebuah tempat ziarah yang berdampingan dengan kompleks Gua Maria Mater Misericordiae. Perjalanan panjang sejauh 22 km dari kompleks seminari ke Via Crucis Sukomoro sudah di depan mata.
Sebelum memulai perjalanan peziarahan ini, para seminaris menghangatkan diri dengan segelas teh hangat dan kudapan arem-arem yang telah disiapkan oleh para suster dan ibu dapur seminari. Selanjutnya, Romo Titus Jatra Kelana dan Fr. Suko, SCJ sebagai pendamping memberikan arahan bahwa kegiatan ini merupakan perjalanan rohani sekaligus sebuah peziarahan yang memiliki nilai besar dalam kehidupan pembinaan seorang calon imam. Karena itu para seminaris diharapkan untuk dengan setia dan tekun menjalani kegiatan ini sehingga dapat menemukan pengalaman rohani yang semakin mengobarkan semangat setiap pribadi sebagai seorang calon imam.
Long March merupakan salah satu kegiatan rutin seminari yang diadakan setiap bulan Oktober. Selama perjalanan, para seminaris diajak untuk bisa memaknai bagaimana cara mereka untuk menyelaraskan diri pada panggilan untuk menjadi imam seperti Bunda Maria, yang setia dan mau menjawab ‘ya’ pada panggilan Tuhan.
Tahun 2019 merupakan kali terakhir kegiatan ini dilaksanakan. Saat itu tempat ziarah yang dituju adalah Gua Maria Sendang Arum Baturaja. Dari Palembang para seminaris menuju Baturaja dengan naik kereta api. Selanjutnya dari stasiun kereta api Baturaja perjalanan itu dimulai, pertama-tama menuju Paroki Santo Petrus dan Paulus Baturaja kemudian dilanjutkan menuju Gua Maria Sendang Arum yang terletak di desa Tegal Arum Baturaja, berjalan menempuh jarak 20 km.
Para seminaris tampak antusias untuk memulai long march ini. Setelah sekian lama menanti, akhirnya kegiatan yang sempat terhenti karena pandemi Covid 19 ini bisa terlaksana kembali. Dengan mengenakan pakaian seragam Pramuka lengkap dengan sepatu, tas ransel dan bekal air minum para seminaris memulai perjalanan menuju Via Crucis. Para seminaris dibagi menjadi 9 kelompok yang terdiri dari 9-10 orang dan terdiri dari beberapa kelas, dari kelas Grammatica (kelas X), Syntaxis (Kelas XI), Poesis (Kelas XII), dan Rhetorica A dan B. Masing-masing kelompok memiliki koordinator yang mengkoordinir dan mengarahkan anggota kelompok selama perjalanan menuju Via Crucis.
Setiap kelompok memulai perjalanannya dari pos pertama di Taman Maria kompleks seminari. Selanjutnya singgah di sejumlah pos perhentian, yaitu kompleks Rumah Retret Giri Nugraha Km. 7, kompleks Yayasan Sosial Pansos Bodronoyo (Komisi PSE) km. 11, Simpang Semuntul km. 18 dan perhentian terakhir di pelataran parkir Via Crucis. Tidak ada pembina maupun panitia yang ikut dalam kelompok, masing-masing kelompok menggunakan handphone sebagai alat komunikasi untuk membaca petunjuk arah dan mendokumentasikan kegiatan kelompok selama dalam perjalanan.
Optimisme dan Kesetiaan
Perjalanan panjang peziarahan itu dimulai. Ada gambaran optimisme dan rasa percaya diri yang kuat yang tampak dari wajah para seminaris tatkala memulai perjalanan ini. Suasana pagi yang masih gelap dan sepi, belum banyak kendaraan melintas memberi pengalaman yang unik, jauh dari hiruk pikuk yang biasanya ramai, padat dan macet saat pagi hingga malam. Kaki terus melangkah menuju target tujuan pertama yaitu kompleks RR. Giri Nugraha km. 7. Romo Haryanto, SCJ dan Sr. Vincentia, FSGM sudah menunggu bersama kotak-kotak yang berisi hidangan sarapan pagi. Di tempat ini para seminaris berhenti sejenak untuk sarapan. Menunya istimewa, ada nasi kuning, telor dadar, kering tempe dan tumis mihun.
Sebelum sarapan, Fr. Basilius Klobor meminta kelompok mempersiapkan yel-yel untuk memberikan semangat kepada seluruh anggota kelompok Selanjutnya, setiap kelompok mendapat diajak untuk berefleksi mengenai kesetiaan dan kesadaran diri terhadap panggilan ini. “Kesetiaan dan kesadaran perlu selalu kita tanamkan dalam diri kita masing-masing, bahwa saat ini kita ada bersama dengan yang lain, kita harus bisa menumbuhkan rasa syukur bahwa kita disini didukung oleh banyak orang yang ada di sekitar kita, sehingga kita bisa sampai di titik ini. kita perlu terus menghayatinya sebagai bentuk syukur atas panggilan yang telah Tuhan berikan ini” ungkap Fr. Basilius.
Pengalaman Pertama
Setelah sarapan, para seminaris kemudian melanjutkan perjalanan. Perjalanan kedua ini sedikit berbeda karena sang mentari telah menempati posisinya. suasana jalan raya mulai ramai, di tengah panasnya terik matahari, para seminaris tetap bersemangat menjalankan misi mereka untuk sampai ke tempat tujuan. “Pengalaman ini begitu seru, dengan adanya kebersamaan dan sukacita yang selalu diwujudkan dalam kelompok mampu menghempaskan rasa lelah yang kami rasakan,” ucap seorang seminaris.
Bagi seminaris kelas Poesis, Syntaxis, Gramatica, dan Rhetorica B, long march kali ini memang kegiatan yang pertama kali mereka alami. Meski jarak yang ditempuh relatif jauh, hal itu tak menyurutkan semangat para seminaris untuk terus melangkahkan kaki menuju pos perhentian berikutnya, yaitu kantor Yayasan Sosial Pansos Bodronoyo, Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Palembang.
Setelah beristirahat sejenak dan menikmati sajian ten manis dan tahu goreng yang disediakan oleh Pansos Bodronoyo, semianaris kemudian diajak untuk melanjutkan refleksi dengan mengingat kembali kapan mereka menjawab ‘ya’ pada panggilan yang Tuhan berikan. “Kesadaran atas pengalaman itu sangat berguna untuk membantu diri dalam berefleksi dan memurnikan kembali panggilan Tuhan dalam hidup kita” ujar Fr. Ignasius Bayu, SCJ.
Konsisten dan Meraih Bintang
Hari semakin siang, langkah terasa semakin berat, badan terasa lelah. Dalam situasi letih, tersiar kabar terbaru dari grup Whatsapp, ternyata ada salah satu kelompok yang salah mengambil jalan, sehingga mereka keluar dari rute perjalanan yang sudah ditentukan. “Beruntung saat itu kami mencermati kembali petunjuk arah yang disampaikan, kalau tidak mungkin kami tidak akan sampai ke tujuan”, ucap salah seorang seminaris dari kelompok yang tersesat.
Pada perhentian yang terletak di salah satu rumah umat ini, masing-masing kelompok diarahkan untuk lebih bersemangat lagi, karena tempat yang dituju sudah dekat. Pengalaman kelompok yang tersesat dan memilih jalan pintas untuk sampai tempat tujuan mengajarkan kepada para seminaris untuk tetap setia dan konsisten pada tujuan utama meskipun banyak tawaran dan godaan yang mungkin dialami dalam perjalanan. Kesetiaan ini penting agar tetap berjalan pada arah dan tujuan yang benar sehingga tidak salah jalan dan tersesat.
Setelah melalui perjalanan panjang menempuh jarak 22 km selama 7-8 jam, akhirnya satu persatu kelompok tiba di tempat tujuan. Mereka disambut oleh para panitia yang terdiri dari beberapa frater dan pendamping seminaris. Di perhentian terakhir ini, Fr. Bayu, SCJ mengarahkan mereka untuk berefleksi merangkum pengalaman perjalanan dari pagi buta hingga pada tengah hari, dari seminari hingga sampai di Via Crucis Sukomoro. Selanjutnya, setelah pengarahan, setiap kelompok mendapat kesempatan untuk memasuki berdoa Jalan Salib yang diakhiri dengan menuliskan refleksi pengalaman perjalanan ziarah tersebut.
Selain menjadi agenda rutin seminari, ziarah ini juga menjadi salah satu agenda dalam rangkaian kegiatan perayaan syukur Yubileum 75 tahun Seminari Menengah St. Paulus Palembang. Rm. Petrus Haryanto SCJ memimpin Perayaan Ekaristi sebagai puncak dari perjalanan ziarah para seminaris. Dalam kotbahnya, imam Dehonian kelahiran Belitang ini menyampaikan bahwa, “Perjalanan ini seperti tema yubileum 75 tahun seminari kita, yaitu Per Aspera Ad Astra, melalui berbagai kesulitan menuju bintang-bintang. Dari pagi tadi hingga siang ini kita terus berjuang dan berusaha, ada rasa lelah, lesu, ada juga yang bersemangat. Begitulah perjuangan kita, ada berbagai macam rintangan yang kita jalani dan lalui, hingga akhirnya kita bisa sampai di tempat ini. Tentunya kita akan merasa bahagia dan bangga dengan semua pengalaman ini”.
Lebih lanjut, imam yang memiliki hobi berkebun ini juga menyampaikan tentang pentingnya refleksi dalam hidup setiap hari. “Kita perlu belajar dari sebuah bintang. Bintang bersinar tidak pilih-pilih, bintang bersinar dengan utuh dan penuh, dan bintang itu selalu memberikan inspirasi. Begitulah perjuangan dan proses para seminaris dalam menjalani masa pembinaan di seminari, juga bisa belajar dari banyak pengalaman inspiratif yang direfleksikan sehingga memberi semangat untuk terus melangkah sebagai seorang calon imam”, ungkap Romo Haryanto SCJ.
Usai perayaan Ekaristi acara ditutup dengan sesi foto dan makan bersama. Ada sukacita yang mengemuka dalam pengalaman peziarahan ini. Per Aspera ad Astra.
Emmanuel Dwi Eki Christanto, Kelas Poesis Seminari Menengah St. Paulus, Palembang.