web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Wajibkah Berziarah ke Tanah Suci

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM Romo Kris, dari masa ke masa, banyak umat Kristiani melakukan ziarah ke Tanah Suci (semisal ke Yerusalem). Apakah gunanya bagi orang Katolik berziarah ke Tanah Suci? Lalu wajibkah setiap orang Katolik pergi berziarah? (Norbertus, Malang)

IMAN adalah sesuatu yang menyejarah. Sejarah perjalanan iman tidak bisa dilepaskan dari pribadi, waktu maupun tempat. Terkait dengan ketiga hal ini ada tempat-tempat yang diakui bersinggungan dengan peristiwa sejarah perjalanan iman tersebut. Iman Kristiani tidak bisa dilepaskan dari Yesus Kristus. Yesus, Allah yang beserta kita, menjadi manusia dalam kurun waktu tertentu dan di tempat tertentu. Tempat tersebut adalah sekitar kawasan Israel sekarang, yang sering kita sebut sebagai tanah suci.

Disebut sebagai tanah suci tentu karena di sanalah Yesus pernah hidup dan berkarya. Dia pun mengajar serta memiliki murid-murid dari sana, orang-orang Yahudi. Mengenal serta mengikuti Yesus secara semakin dekat karenanya akan terbantu bila orang juga kurang lebih mengetahui kondisi geografis, latar belakang kultural dan sosial di tempat di mana Yesus pernah hidup dan berkarya, demikian pula tempat-tempat di mana Yesus pernah berada. Semakin tahu, diharapkan dengan demikian dapat semakin mencintai serta mengikuti. Tentu ini adalah sarana bantu, bukan suatu keharusan, apalagi kewajiban. Tradisi Katolik tidak mengenal suatu keharusan untuk berziarah ke Tanah Suci, apalagi menjadikannya sebagai suatu norma atau kewajiban dalam penghayatan hidup beriman.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga dari Sinode ke Sinode, Terus Bertumbuh dan Berakar

Ziarah adalah suatu gambaran akan perjalanan yang ditapaki untuk suatu tujuan tertentu, dan di sini adalah tujuan atau maksud spiritual, semakin dekat dengan Tuhan serta semakin dapat berdoa. Katekismus Gereja Katolik menyebutkan bahwa ziarah, selain mengingatkan kita akan perjalanan ziarah kita menuju Surga, juga penting serta tepat bagi pembaharuan doa, mencari sumber-sumber hidup untuk menghidupkan bentuk-bentuk doa Kristiani sebagai Gereja. Intensi dasarnya adalah spiritual. Tidak mengherankanlah kalau dalam tradisi Gereja ada istilah homo viator, kita adalah insan yang berziarah, berada dalam perjalanan. Gereja mendorong umatnya untuk menjalani ziarah.

Dalam tradisi Perjanjian Lama, Yerusalem merupakan tempat ziarah pertama dan terutama. Di sanalah tabut perjanjian ditempatkan, karenanya menjadi tujuan ziarah. Malahan Yesus juga berziarah ke sana (Lih. Luk. 2:41-42; Yoh. 11:55-56 ), seakan Yerusalem adalah arah tujuan perjalanan mistik-Nya (Lih. Luk 9:51). Sebelumnya Abraham maupun Yakub berziarah ke Sikhem (Lih. Kej 12:6-7; 33:18-20), di mana Allah menampakan diri kepada mereka.

Baca Juga:  Renungan Harian 20 November 2024 “Waspadai Iri Hati”

Perjalanan kemudian dalam Gereja, tidak hanya Yerusalem namun tempat-tempat di mana ada peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus menjadi tempat ziarah. Malahan kemudian tempat-tempat para kudus dan martir maupun tempat- tempat penampakan Maria serta gereja-gereja penting menjadi tempat ziarah. Dalam melakukan peziarahan umat menghidupi dimensi eskatologis, gambaran perjalanan ziarah menuju Surga, dimensi pertobatan dan ibadat, maupun dimensi apostolik serta persekutuan sebagai Gereja. Di sini tanah suci mendapatkan tempat khusus karena kedekatannya dengan peristiwa Yesus, keterkaitan eratnya dengan peristiwa penyelamatan Allah lewat dan dalam diri Yesus Kristus.

Inilah kegunaan iman bagi peziarahan ke tanah suci, menghidupkan kenangan akan peristiwa Yesus, yang menumbuhkan rasa bakti akan-Nya, yang diharapkan dalam menumbuhkan iman. Tentu pertumbuhan iman maupun hidupnya rasa bakti akan Allah tidak tergantung, apalagi ditentukan oleh peziarah, pun ke tanah suci. Karenanya tidak ada kewajiban. Betapapun demikian, ziarah, ke tempat manapun yang diakui Gereja, selalu merupakan perjalanan iman, iman yang sejak dulu dan hingga kini maupun nanti, senantiasa berciri historis, berjalan lewat peristiwa nyata, dalam pribadi, waktu maupun tempat tertentu, terutama pribadi Yesus dengan tempat semasa hidup-Nya di dunia.

Baca Juga:  Renungan Harian 21 November 2024 “Yesus Menangis”

HIDUP NO.26, 26 Juni 2022

 

Romo T. Krispurwana Cahyadi, SJ 
(Teolog Dogmatik)

 

Silakan kirim pertanyaan Anda ke: 

re**********@hi***.tv











 atau WhatsApp 0812.9295.5952. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda.

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles