web page hit counter
Sabtu, 23 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Jejak-jejak Hati Kudus di Tanah Air

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Demi terciptanya perdamaian dan keutuhan ciptaan, para Suster SS.CC siap berkolaborasi dalam persekutuan Gereja dan mereka yang terlibat dalam humanisasi masyarakat.

DUA puluh lima tahun sudah Kongregasi Suster Hati Kudus Yesus dan Maria atau Sister of Sacred Hearts (Suster SS.CC) berkarya di Indonesia. Misi yang mereka emban adalah merenungkan, menghidupi, dan mewartakan kasih Allah yang menyembuhkan, membebaskan, dan mendamaikan. Semangat misionaris yang mereka warisi dari para Pendiri menggerakan mereka untuk berkomitmen pada realitas yang tengah merosot pada penderitaan, ‘pergi keluar’, berkolaborasi dengan Gereja, orang-orang, dan kelompok-kelompok yang terlibat dalam humanisasi masyarakat.

Dalam dunia yang dipengaruhi oleh intoleransi dan ketidakadilan, SS.CC yang terbuka, ramah, dan fleksibel dengan keragaman usia, budaya, dan kebangsaan memberikan kesaksian tentang persekutuan injili. Memperhatikan firman Allah dan setia kepada Ekaristi. Mereka merevitalisasi Adorasi reparatif sebagai pelayanan bagi kehidupan dunia dan membuatnya bertumbuh dalam ketersediaan untuk misi.

Bermula di Bandung

Selama masa kepemimpinan Pastor Patrick Bradley, SS.CC dan Suster Maria Pia Lafont, SS.CC sebagai pemimpin umum tahun 1982-1994, mereka mendorong cabang putra dan putri untuk menghidupkan kembali semangat kerja sama sebagai satu kongregasi. Pada tahun 1991 dalam pertemuan mission seminar, di mana beberapa perwakilan Suster juga hadir di Pratista, Cisarua-Cimahi, disepakati untuk membuat beberapa program kolaborasi antara cabang putra dan putri. Salah satu proyek tersebut adalah mendirikan program novisiat bersama di Manila, Filipina. Disadari juga perlunya memperkenalkan kongregasi cabang putri dan menghadirkan komunitas SS.CC di Indonesia.

Menjawab mimpi itu, Formator cabang putra, Pastor Rolf Reichenbach, SS.CC mulai mengambil peran aktif dalam promosi panggilan. Dari situ umat dan kaum muda mulai mengenal secara lebih baik SS.CC yang merupakan kongregasi tunggal yang terdiri dari cabang pria dan wanita. Sejak saat itu mulai bermunculan kaum muda putri berkunjung ke Seminari Damian. Pada tahun 1994, Pastor Rolf memulai kelompok diskresi untuk mendampingi kaum muda secara lebih dekat setiap Sabtu sore. Dari kelompok itu muncul benih-benih panggilan para calon Suster SS.CC.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga Lima Tahun ke Depan

Awalnya ada tiga calon suster yang menjalani masa aspiran dan postulan yang didampingi dan dibimbing oleh Pastor Rolf tetapi hanya Suster Anastasia Puji Hastuti, SS.CC yang melanjutkan ke novisiat dan menjadi Suster SS.CC yang pertama dari Indonesia.

Melihat perkembangan para calon suster di Indonesia, pimpinan umum Suster SS.CC mengutus Suster Marie Christine Plateros dari Hawaii dan Suster Marie Chantal dari Perancis untuk memulai komunitas Suster SS.CC di Indonesia pada tanggal 15 Mei 1997. Kemudian pada tahun 1998, Suster Maria Paloma Aguirre dari Spanyol ikut bergabung. Mereka memulai program pembinaan dengan tiga orang postulan.

Pada bulan Mei 2000, para Suster SS.CC menempati rumah perdana mereka di Jalan Cikungkurak I No 44, RT 04 RW 06 Blok Beas, Bandung. Suster Maria Paloma Aguirre menjabat sebagai Major Superior untuk Asia, merangkap pimpinan komunitas di Indonesia.

Saat itu ada tujuh suster yang tinggal di rumah pertama yang diberi nama Komunitas Pondok Aymer. Mereka adalah Suster Marie Christine, Suster Anastasia Puji Hastuti, Suster Patricia Nurimarna, Suster Anastasia Dwi Anggorowati, Suster Tjoe Herlina Soekoer dan Suster Lucia Anu, sedangkan Suster Marie Chantal telah kembali ke Perancis tahun 1998.

Pada tanggal 30 Juni 2000, bertepatan dengan Pesta Hati Kudus Yesus, biara pertama Suster SS.CC di Bandung diberkati oleh Uskup Bandung saat itu, Mgr. Alexander S. Djajasiswaja, berkonselebrasi dengan Romo Johan Rita Wongso, SS.CC dan Romo Thomas Sukotriraharjo, SS.CC.

Setelah menempati biara pertama Suster SS.CC, para suster mulai berkarya dengan melakukan kunjungan setiap hari dan menjalin relasi dengan keluarga-keluarga yang tinggal di Kampung Blok Beas. Dari hasil kunjungan, diketahui bahwa situasi ekonomi maupun kondisi kesehatan warga Blok Beas sangat memprihatinkan. Pendapatan keluarga yang sangat rendah dan tidak menentu menyebabkan banyak anak yang putus sekolah dan kekurangan gizi.

Kemudian komunitas memutuskan untuk memberi prioritas utama pelayanan yaitu dukungan bagi pendidikan formal maupun informal. Kelompok belajar gratis pun diberikan kepada anak-anak mulai dari tingkat sekolah dasar hingga menengah atas. Selain itu, mereka yang putus sekolah didukung untuk melanjutkan pendidikannya. Program kelompok belajar anak-anak dilaksanakan setiap hari Minggu yang dimulai pada bulan Oktober 2000. Namun sebulan kemudian, para suster mengalami penolakan dengan tuduhan melakukan kristenisasi oleh beberapa warga. Tak patah arang, mereka menjadikannya kesempatan untuk menjalin persaudaraan.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga dari Sinode ke Sinode, Terus Bertumbuh dan Berakar

Setelah hampir 10 tahun program Kelompok Belajar Gratis berjalan, para suster semakin menyadari kebutuhan pendidikan anak usia dini (PAUD) bagi warga Blok Beas. Maka pada tahun 2009, diprakarsai oleh Suster Augustina, pendidikan informal untuk anak usia dini dimulai. Pada awalnya, pembelajaran dilakukan setiap hari Minggu pagi, kemudian menjadi dua kali seminggu dan berlanjut dengan tiga kali seminggu hingga pada semester kedua Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas regular selama lima hari pun diadakan.

Pada tahun 2013, PAUD Hati Kudus diakui secara resmi oleh pemerintah. Selain belajar, PAUD juga memperhatikan kesehatan anak didik. Makanan dan susu disediakan oleh pihak sekolah setiap hari. Di PAUD Hati Kudus, orang tua didorong untuk ikut aktif dalam kegiatan di sekolah.

Merambah ke Yogyakarta

Demi pengembangan keterampilan pelayanan, tahun 2005 Suster Morta dan Suster Renni diutus ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan di IPPAK (Ilmu Pendidikan kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma. Pada pertengahan tahun 2006, Suster Kristina juga diutus untuk melanjutkan pendidikan di universitas yang sama.

Dua tahun kemudian, pada bulan Maret 2008 para Suster SS.CC mendapat rumah kontrakan di Jl. Kusuma no. 601 GK IV RT 68 RW 17, Gendeng-Baciro, selanjutnya diberi nama Komunitas Maria Ratu Damai. Rumah sewa ini masih ditempati sampai sekarang dan para suster ambil bagian dalam pelayanan di Paroki Kristus Raja.

Pada tahun 2011, Suster Ratna yang pada saat itu merupakan anggota Dewan PPC Asia dan formator mencari kemungkinan tempat pelayanan. Setelah live in beberapa kali diketahuilah bahwa Desa Gantang merupakan desa yang paling terbelakang dibandingkan desa lain. Sebagian besar kaum muda hanya lulusan SD atau bahkan tidak menyelesaikan pendidikan SD, mayoritas penduduk adalah Katolik dan belum ada kehadiran religius. Komunitas Maria Ratu Damai pun memulai pelayanan di Desa Gantang. Para suster mencoba membangun kesadaran pada orang tua maupun anak akan pentingnya pendidikan.

Baca Juga:  Pementasan Teater dan Konser Mini “Bukan Pahlawan Biasa” SMA Karya Budi Putussibau

Para suster berusaha menjawab kebutuhan-kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh umat Gantang melalui kelompok belajar, bantuan alat-alat pertanian, pendampingan bagi kaum muda, pendampingan spiritualitas bagi para prodiakon, serta bantuan kesehatan. Untuk merangsang minat sekolah, para suster juga mulai memberikan program beasiswa bagi mereka yang akan melanjutkan sekolah ke tingkat SMP, SMU maupun perguruan tinggi

Memasuki Batam

Pada tanggal 10 Agustus 2011, Suster Herlina, Suster Suryati, Suster Morta didampingi oleh Suster Aurora berangkat ke tanah misi baru di Pulau Batam yang menjadi komunitas baru ke tiga Suster SS.CC. Adapun kehadiran di Batam adalah atas undangan para Putra SS.CC yang lebih dahulu berkarya di kota ini untuk berkolaborasi dalam pelayanan pastoral, khususnya rumah retret maupun menanggapi kebutuhan gereja setempat.

Setelah sekitar tiga bulan tinggal di komplek Pastoran Gereja St. Petrus, Lubuk Baja, pada awal November 2011, para Suster menempati rumah kontrakan di Bida Ayu. Komunitas ini diberi nama “Komunitas Henriette Batam”. Selama tinggal di paroki ini, para Suster membantu pelayanan pastoral paroki maupun di Stasi Pancur dan Stasi Panbil.

Setiap Minggu, para Suster membantu sebagai prodiakon dan kadang memberi Ibadat Sabda saat para imam menghadiri rapat di Keuskupan Pangkalpinang. Para Suster juga mendukung Komunitas Karismatik Katolik di Paroki dan diundang untuk memberikan sharing iman dalam pertemuan, pendampingan kelompok Legio Maria, dan mengajar sekolah minggu di Stasi Hilarius Bida Ayu.

Selanjutnya pelayanan suster kian merambah ke Sekolah Yos Sudarso, Batam Oase Center, Monte Sienna School.  Pada tanggal 2 Februari 2021, rumah diresmikan. Dengan adanya rumah sendiri yang cukup memadai, para Suster memulai kelompok belajar Inggris.

Semua pelayanan kemanusiaan dan spiritual baik di Bandung, Yogyakarta-Gantang, dan Batam disadari karena semangat Hati Kudus yang ingin meninggalkan jejak-jejak kasih di mana pun.

Felicia Permata Hanggu/Dirangkum dari “Perjalanan Singkat Suster SS.CC Indonesia”

HIDUP, Edisi No. 25, Tahun ke-76, Minggu, 19 Juni 2022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles